Lelaki Poteran
rumahmu begitu jauh
di hamparan luas laut
tempat ikan-ikan gemulai menari menggapai mimpi
di sana pula anganmu membentang
gaduh membentur karang
membangunkan tidur panjang rumput laut
meresah semakin
sebab bersama aku kau ingin berdayung
sedang aku hanya mampu melambai-lambai di tepi pantai
menyulut harap kau sampai ke titik matahari timbul dan tenggelam
meski sesekali memintamu ke tepian menemui rinduku yang kesakitan
sesungguhnya aku tak tahu bagaimana cara membawamu pulang ke rumah
membantali tidurmu dengan rayuan
menyelimutimu dengan senyuman
tapi kuberanikan diri merengek pada ibu
tertumpah air mataku di hadapannya
harapku yang panjang: restunya hilir ke hatiku
daviatul umam
riuh-tenang angin musim bersaksi atas kepatuhan doamu
gelombang bergemuruh berkati sujud hatimu
kau tahu dadaku menjelma laut harap
saat september berdenting di tanggal hampir sebegini tua
daviatul umam
dunia begitu pengap
soal keinginan begitu pelik
tiada pilihan kecuali berdiri tegak menghadapi
segala air mata dengan semangat berpeluh-peluh
bahkan saat gairah pelan-pelan menjadi jingga
Annuqayah, 18 September 2018
Maria
;Maria Ulfa
engkau, maria
suci-bersih nian hari-harimu
berpendar cahaya
dari balik kerudung aku mengintipmu
menyimak cericit burung dari dalam perutmu
maria
bulan hinggap di atas kamar tadi malam
mewartakan kebahagiaanmu kembali awal
sementara aku dibekam sunyi dalam peluk hangat bantal
dibuai angan ingin memberimu walau sebatas ibadah diam-diam
aku bahagia, maria
hujan berkejaran mematuk genting
saat hari ulang tahunmu bergeming
membangunkanku dari segala igau
mengingatkanku engkau tengah riang
maria oh maria
jikalau bethlehem menjadi begitu benderang tersebab wajah maryam
maka cukuplah wajahmu sebagai rembulan di hatiku yang temaram
Annuqayah, 19 September 2018
Kepergian Puisi
:Dananil Qayyum
puisi meminta izin untuk pergi
ia mengemasi lipatan kata-kata di lemari
dan kenangan yang terserak di kepala seorang gadis
lamat-lamat baunya berdenyar
rumah itu menjadi sepi suara
kecuali bunyi pintu berderit-derit
barangkali suara yang terbit dari ufuk rasa takut kehilangan
di beranda, seorang gadis kecil bercucuran air mata
tangannya yang mungil memukul-mukul udara
mungkin menangisi puisi di dalam kamar
atau pula kenangan yang menghunjam ke dadanya
luas halaman rumah membentang pasrah
ranting kering berserakan diterbangkan angin
seperti sedang membaca hati yang perlahan kelebihan degap
puisi pamit
air mata gadis kecil itu pun semakin merinai hujan
LK, 3 Oktober 2018
Hari-hari Nestapa
pohon seribu satu malam itu
dipeluk cahaya kamar kita
kudengar ia merintih
dari rimbunan hari-hari lalu
kerap ia menatap nun ke langit
gulung-bergulung awan-gemawan
mengajari ia mendekap rahasia
di dalam kamar
seorang gadis legam
memijaki bayang-bayang
wajahnya hening
tetapi pikirannya gemuruh angin
daunan itu semakin menguning
sebentar lagi bakal terpelanting
menyusur udara
lalu melepas lelah di rebah tanah
dan rahasia-rahasia membawanya
hingga ke surga
gadis itu merunduk
matanya berembun sesal
matahari di lemarinya
membias hingga ke jalan ini
(aku mendapati jalanan
pelan-pelan menjadi basah)
LK, 15 Maret 2019
Kesunyian Magrib
lalu magrib pun menangis
setelah Guluk-guluk mengabarimu
perihal kepergian kiai zamiel
ke puncak cahaya
alir petang itu
hilir ke dingin jemarimu
sampai matamu gelap
dan dudukmu bak ditikam sembilu
kutanya, apakah berdiam di cerukmu?
puisi-puisi ribut di kedalamanmu
siapa paling lemah, siapa paling lemah
katanya, “diriku atau engkau?”
LK, 31 Maret 2019
Idah Nyai Alfu
di kerumun warna-warna ini
di antara sesak uap bakso
dan rusuh denting mangkuk
kucari-cari senyum nyai alfu
nisan peristirahatan kiai miming
nyai alfu ialah lembaran malam
cahaya huruf-huruf puisi
rembang beterbangan
tiada usai melipur pandang
ia adalah rindang ketabahan
walau di batas setia perjumpaan
dan kukuh sendu bertahan
cemas memikirkan
sibuk lubuk nyai alfu
di kesendirian
LK, 13 April 2019
Dongeng Gunung Agung dan Gunung Batur
dari beberapa ribu tahun dahulu,
batur telah mengecup hati agung.
dengan cinta.
menjadikan gemetar menyentuh syahdu
awan nunduk melingkup lembut
tetapi segala yang memiliki rasa
tak pernah luput ditukik kemelut
di antara agung dan batur
pohon-pohon menghampar
melerai runcing keinginan
berbagi bahagia
agung yang gagah
cuma menatap batur sang pengikat hati
dengan layu
dengan kisruh hendak merengkuh
dari tepi hutan
dari batas tega semesta terhadap
genting kekalutannya
musim ke musim terus mengalir
gemuruh jiwa agung
gejolak semakin
didih kedalaman agung, meletup.
menguap ke para dewa
dan pedih pun meletus
ruh agung menemui dewa
meminta lekap dengan batur
rintihnya telah patah
keluhnya sudah ruah
sungguh tiada mau ia
sendirian lagi dihadapi jemu
jadilah agung
menyembul di pangkuan batur
rebah amsal teratai di wajah telaga
LK, Agustus 2019