Oleh: Umarul Faruq*
Perkembangan ilmu
dan teknologi membawa perubahan bagi kelangsungan hidup manusia. Akhlak menjadi
pondasi utama dalam pembentukan pribadi manusia. Hal pertama yang harus di
lakukan dalam pembentukan pribadi yang berahlak yaitu pembiasaan dan amanejem
waktu yang baik. Pembentukan karakter adalah gerakan nasional dalam menciptakan
suatu pendidikan sekolah untuk mengembangkan peserta didik dalam memiliki
tanggung jawab, etika, moral, dan kepedulian dengan mengajarkan dan menerapkan
karakter-karakter yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai yang universal
(umum).[1]
Pembentukan
karakter merupakan suatu tujuan yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak yang baik serta melibatkan perasaan dan tindakan. Di samping itu, pembentukan
karakter memang harus mulai dibangun dari lingkungan rumah, dan dikembangkan di
lembaga pendidikan sekolah. Namun bagi sebagian keluarga, proses pembentukan
karakter yang sistematis sangat sulit dilakukan, terutama sebagian orang tua
yang mempunyai rutinitas padat dan tidak bisa maksimal untuk memberikan suatu
pendidikan karakter kepada anaknya.
Menurut
Undang- Undang No. 2/1989, Pasal 4 dijelaskan bahwa: “Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangasa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
serta mempunyai budi pekerti baik, selain itu, memiliki pengetahuan, keterampilan
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang baik dan mandiri seta rasa
tanggung jawab kemasyrakatan dan kebangsaan”.[2]
Proses pembinaan karakter seseorang dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya adalah melalui sistem boarding school.
Boarding school adalah sistem sekolah berasrama, dimana peserta didik,
guru dan juga pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan
sekolah tersebut dalam kurun waktu yang telah di tentukan. Biasanya satu
semester di selingi dengan berlibur satu bulan sampai menamatkan sekolahnya.[3]
Boarding school mempunyai peranan penting untuk membentuk karakter
kemandirian peserta didik, seperti sistem pembelajaran boarding school
yang di terapkan di MA Negeri Demak, karena selain mendapatkan ilmu di sekolah,
peserta didik juga mendapatkan pengetahuan-pengetahuan lain yang di berikan
oleh guru di asrama. Dimulai dari pembinaan yang sederhana seperti dalam hal
merapikan tempat tidur dan mencuci pakaian sendiri. Selain itu peserta didik
juga dilatih untuk melakukan ibadah bersama-sama seperti sholat 5 waktu
berjamaah, mengaji dan hafalan Al-Qur’an.
PEMBAHASAN
A. Manajemen
Manajemen
berasal dari kata “to manage” yang berarti mengatur. Manajemen merupakan
suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai secara maksimal.
Manajemen merupakan ilmu dan seni dalam mengatur, mengendalikan, dan
memanfaatkan sumber daya yang ada didalam organisasi dengan memanfaatkan planning,
organizing, actuanting, motivating, dan controlling agar
organisasi dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Menurut Goerge R. Terry dalam
Amirullah, Manajemen merupakan suatu rangkaian proses yang terdiri atas suatu
tindakan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian,
penggerakan, dan pengendalian yang telah dirumuskan melalui sumber daya
manusia serta sumber-sumber yang lain.
Menurut Marno dalam Jurnal Manajemen Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan
menyebutkan bahwa manajemen adalah kemampuan dan ketrampilan untuk memperoleh
suatu hasil pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orangn lain. Dalam arti
luas, manajemen merupakan perilaku anggota dalam suatu organisasi untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai.[4]
Dalam
bahasa Arab, manajemen diartikan sebagai idaarah yang berarti mengatur.
Al Qur’an menyebutkan makna manajemen dengan menggunakan kalimat yudabbiru
yang berarti mengarahkan, melaksanakan, menjalankan, mengendalikan, mengatur,
mengurus dengan baik, dan mengkoordinasikan. Sebagaimana firman Allah SWT. “Dia
mengatur (yudabbiru) urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan itu naik
kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut
perhitunganmu.” (QS. Al Sajadah: 05). Dari arti ayat tersebut bahwa Allah
adalah pengatur alam semesta ini (manager). Keteraturan alam raya merupakan
bukti kebesaran Allah SWT dalam mengelola alam raya ini. Namun, karena manusia
diciptakan Allah SWT telah dijadikan khalifah di bumi maka dia harus mengatur
dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya
ini.[5]
Dalam
pendekatan ilmu manajemen, manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja
yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah
tujuan dan maksud yang nyata. Manajemen merupakan suatu kegiatan,
pelaksanaannya adalah managing (pengelolaan) sedangkan pelaksananya
disebut manajer atau pengelola. Manajemen bersangkutan dengan pencapaian
tujuan. Hal ini mencakup penentuan tujuan, menentukan cara bagaimana tujuan itu
harus dicapai, mengerti bagaimana memberikan motivasi kepada para anggota untuk
mencapai tujuan, dan menentukan daya guna segala usaha yang dilakukan dalam
mencapainya.
Dari
pendekatan manajemen dengan apa yang dibuat oleh seorang manajer
sebaiknya dilakukan aktivitas yang dibentuk oleh beberapa proses fungsi pokok
sehingga dapat membentuk suatu proses manajemen yang unik. Fungsi- fungsi
manajemen tersebut terdiri dari:
Pertama, planning
(proses) adalah suatu cara yang sistematis untuk melakukan
sesuatu. Terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Kedua, organizing (perencanaan). Perencanaan
menunjukkan bahwa para manajer memikirkan tujuan dan kegiatannya sebelum
melaksanakannya. Kegiatan mereka biasanya berdasar pada suatu cara, rencana
atau logika, bukan asal tebak saja. Ketiga, staffing. Ini berarti para
manajer itu mengkoordinir sumber daya manusia dan sumber daya lain yang
dimiliki organisasi. Sejauh mana efektifnya suatu organisasi tergantung pada
kemampuan mengerahkan sumber daya yang ada dalam mencapai tujuannya. Tentu saja
dengan makin terpadu dan makin terarahnya pekerjaan akan menghasilkan
efektifitas organisasi. Keempat, motivating (dukungan). Memberikan
dukungan, mengarahkan atau menyalurkan perilaku manusia kearah tujuan yang
ingin dicapai. Kelima, controlling (pengawasan). Para manajer berusaha
meyakinkan bahwa organisasi bergerak dalam arah atau jalur tujuan. Apabila
salah satu bagian dalam organisasi menuju arah yang salah, para manajer
berusaha untuk mencari sebabnya dan kemudian mengarahkan kembali kejalur tujuan
yang benar.[6]
B. Dakwah
Kata dakwah
berasal dari bahasa Arab yaitu da’a yad’u uang berarti seruan, ajakan, dan
panggilan. Dakwah mengajak kepada kebaikan sebagaimana tercantum dalam QS.
Al-Baqarah (2:186), artinya: “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu
tentang Aku, (maka jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang ber’doa apabila ia berdo’a kepadaKu, maka hendaklah mereka itu
memenuhi perintahKu dan hendaklah mereka beriman kepadaKU agar mereka selalu
dalam keadaan kebenaran.”[7]
Menurut Syukir
dalam Jurnal Ilmu Dakwah, pada dasarnya dakwah islam adalah proses
penyelenggaraan suatu usaha yang dilakukan dengan sadar dan sengaja, baik
secara mengajak orang beriman dan menaati Allah SWT, atau memeluk agama islam
dan juga menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar untuk mencapai tujuan kebahagiaan
dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat. Dakwah menurut Saifudin
Anshari adalah segala aktivitas yang mengubah situasi menjadi lebih baik
menurut ajaran islam, juga merupakan usaha menyerukan dan menyampaikan kepada
perorangan, manusia, dan seluruh umat.[8]
Terdapat
tiga macam dalam penyampaian dakwah, yaitu:
Pertama, dakwah bi al-lisan, yaitu penyampaian
dakwah yang lebih menunjukkan pada ceramaah agama secara lisan. Kedua,
dakwah bi al-kitabah, yaitu penyampaian dakwah melalui tulisan seperti
di buku, tulisan di surat kabar, majalah, koran, dan lain-lain. Ketiga,
dakwah bi al-hal, yaitu dakwah yang mengarah kepada upaya mempengaruhi
dan mengajak seseorang atau kelompok dengan keteladanan dan amal perbuatan.[9]
C. Boarding
School (Sekolah Berasrama)
a. Pengertian
Boarding School
Boarding school merupakan kata dalam
bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu boarding dan school, boarding
yang artinya berarti menumpang dan school yang artinya adalah sekolah, kemudian
diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi sekolah berasrama. Dimana peserta
didik, guru dan juga pengelola sekolah tinggal di asrama yang berada di dalam
lingkungan sekolah dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Boarding school dapat juga disebut
sebagai sekolah yang menyediakan asrama untuk tempat tinggal dan juga tempat
untuk mendidik peserta didiknya selama kurun waktu yang telah ditentukan. Suatu
sekolah yang memiliki manageman sekolah berasrama biasanya mewajibkan peserta didiknya
untuk tinggal dan dididik di asrama sesuai kurun waktu tertentu.[10]
b.
Tujuan
Boarding School
Menurut Muhammad Faturrohman dan
Sulistiyorini (2012: 20), boarding school mempunyai beberapa tujuan,
yaitu:
1. Untuk
mencetak generasi muda yang islami, tidak hanya memberikan pelajaran umum,
tetapi dilengkapi dengan pembelajaran agama yang memadai
2. Untuk
membentuk kedisiplinan, di dalam boarding school terdapat peraturan
tertulis yang mengatur para peserta didik dari bangun tidur hingga tidur
kembali.
3. Untuk
membentuk generasi yang be-rakahlakul karimah, seorang peserta didik
yang tidak hanya cerdas dalam intelektual saja, tetapi juga mempunyai akhlak
yang mulia.[11]
c. Pola
Pendidikan Boarding School
Menurut
Irfan Setiawan (2013:6), secara umum boarding school menerapkan pola pendidikan
bagi peserta didik, diantaranya sebagai berikut:
1. Penjadwalan
Boarding school memiliki penjadwalan
yang ketat untuk diikuti peserta didik. Miaslnya, peserta didik memiliki waktu
tetap untuk tidur, bangun, makan, belajar di kelas dan kegiatan ekstrakurikuler
yang direncanakan setiap hari. Sebagian besar boarding school
mengharuskan peserta didik untuk harus mengikuti jadwal dan menjaga
kedisipilinan dalam jadwal.
2. Disiplin
dalam tugas
Peserta didik harus memenuhi standar
tertentu dalam pendidikan. Misalnya, di pesantren peserta didik harus menghafal
beberapa juzz dalam Al-Qur’an atau peserta didik harus mengikuti suatu kegiatan
pengasuhan tertentu untuk memenuhi syarat kenaikan kelas/tingkat.
3. Aturan
untuk perilaku yang tepat
Pada umumnya, boarding school memilki
aturan perilaku yang tepat bagi peserta didik. Misalnya, peserta didik
diwajibkan untuk mengikuti jadwal pendidikan, menjaga kamar agar tetap bersih
dan rapi, menjaga kebersihan diri, hindari perkelahian, gunakan bahasa yang sesuai
dan sopan tanpa memaki, menjaga tangan dari barang-barang milik pesrta didik
lainnya, serta menjaga hubungan baik antar senior dan junior.
4. Sanksi
untuk yang berkelakuan buruk
Bila terdapat peserta didik yang
melanggar peraturan, institusi pendidikan memberikan sanksi kepada peserta
didik. Tindakann sanksi akan bervariasi, tergantung seberapa besar tingkat
pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh peserta didik.[12]
d.
Problem
Boarding School
Sutrisno
mengungkapkan bahwa sampai saat ini sekolah-sekolah berasrama dalam
pengamatannya masih banyak yang mempunyai berbagai persoalan yang belum dapat
diatasi. Faktor-faktornya adalah sebagai berikut:
1. Ideologi
sekolah boarding school yang tidak jelas. Apakah religius, nasionalis, atau
nasionalis-religius.
2. Dikotomi
guru sekolah vs guru asrama (pengasuh)
3. Kurikulum
pengasuhan yang tidak baku
4. Sekolah
dan asrama terletak dalam satu lokasi
e.
Pendekatan
Menyeluruh Sebagai Solusi
Ada
beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi probelamtika yang
dihadapi boarding school, yaitu:
1. Perlu
di desain boarding school yang menarik, nyaman, dan menyenangkan,
sehingga peserta didik akan merasa senang dan nyaman ketika berada di boarding
school
2. Perlu
adanya pendekatan yang menyeluruh, terutama dalam memahami peserta didik,
karena setiap peserta didik mempunyai karakter yang berbeda-beda.
3. Konsep
boarding school tidak cukup hanya dengan menyediakan fasilitas akademik
dan fasilitas menginap tetapi juga menyediakan guru yang bisa berperan
menggantikan orang tua ketika berad di boarding school untuk membentuk
watak dan karakter.
4. Perlu
adanya sosok guru yang mempunyai keteladanan, ketulusan, dan kesigapan 1 x 24
jam, serta memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik.
5. Manajemen
sekolah dan model pengelolaanya harus lebih efektif, dan menerapkan manajemen
berbasis sekolah secara konsisten.[13]
D. Karakter
a. Pengertian
Karakter
Akar dari semua tindakan kejahatan dan keburukan
terletak pada hilangnya karakter. Karakter yang kuat akan memberikan kemampuan
kepada manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian dan membentuk dunia yang
dipenuhi dengan kebaikan dan kebijakan, yang bebas dari tindakan-tindakan yang
tidak bermoral.
Karakter dimaknai sebagai cara
berpikir dan berperilaku setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik
dalam lingkup keluarga maupun masyarakat. Individu yang mempunyai karakter baik
adalah individu yang bisa membuat keputusan dan mampu bertanggung jawab dengan
keputusannya. Karakter dapat dianggap sebagai sebuah nilai perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri dan orang lain yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan yang
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat, dan estetika.
Karakter adalah perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.[14]
E Mulyasa menyatakan bahwa,
“karakarter adalah sifat alami seseorang dalam merespons situasi yang
diwujudkan dalam perilakunya. Karakter juga dapat diartikan sebagai ciri-ciri
pribadi yang melekat dan dapat temukan pada
perilaku individu yang bersifat unik, dalam arti secara khusus,
ciri-ciri ini dapat membedakan antara satu invidu dengan individu yang lain”.[15]
Karakter berasal dari suatu nilai
yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak. Jadi suatu karakter melekat dengan
nilai dari perilaku yang diwujudkan oleh anak tersebut, tidak ada perilaku anak
yang tidak bebas dari nilai. Dalam kehidupan manusia, sejak dahulu sampai saat
ini, begitu banyak nilai yang ada di dunia. Kita dapat mengidentifikasi
beberapa nilai yang penting bagi kehidupan anak, baik saat ini maupun di masa
yang akan datang, baik untuk dirinya maupun untuk kebaikan lingkungan.[16]
Jadi menurut pengertian di atas,
karakter adalah sebuah sifat dan ciri-ciri nyata yang dimiliki seseorang, yang
berasal dari pembentukan yang didapatnya, melalui pengaruh lingkungan di
sekitarnya, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari.
KESIMPULAN
Di era saat ini dakwah dapat dilakukan berbagai macam cara, baik secara
langsung lewat mimbar ke mimbar, sekolahan, maupun lembaga lainnya, dan ada
juga yang berdakwah melalui media sosial. Dakwah juga dapat dilakukan dengan
hal-hal yang sederhana seperti memberikan contoh kegiatan maupun peraturan-peraturan
yang ada di dalam boarding school. Untuk membentuk karakter kepribadian seorang
siswa. Pembentukan
karakter merupakan suatu tujuan yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak yang baik serta melibatkan perasaan dan tindakan. Di samping itu, pembentukan
karakter memang harus mulai dibangun dari lingkungan rumah, dan dikembangkan di
lembaga pendidikan sekolah.
Proses pembinaan
karakter seseorang dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah
melalui sistem boarding school. Boarding school adalah sistem
sekolah berasrama, dimana peserta didik, guru dan juga pengelola sekolah
tinggal di asrama yang berada dalam lingkungan sekolah tersebut dalam kurun
waktu yang telah di tentukan.
Seperti sistem
pembelajaran boarding school yang di terapkan di MA Negeri Demak, karena
selain mendapatkan ilmu di sekolah, peserta didik juga mendapatkan
pengetahuan-pengetahuan lain yang di berikan oleh guru di asrama. Dimulai dari
pembinaan yang sederhana seperti dalam hal merapikan tempat tidur dan mencuci
pakaian sendiri. Selain itu peserta didik juga dilatih untuk melakukan ibadah
bersama-sama seperti sholat 5 waktu berjamaah, mengaji dan hafalan Al-Qur’an.
[1] Muhammad
Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), 9-10.
[2] Muhammad
Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan Implementasi, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2014), 5.
[3] Andri
Septilinda Susiyanti dan Subiyantoro, Manajemen Boarding School dan
Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam di Muhammadiyah Boarding School
(MBS) Yogyakarta, (Jurnal Pendidikan Madrasah, Vol. 2, No.2, November
2017), 331.
[4] Husaini,
Happy Fitria, Manajemen Kepemimpinan Pada Lembaga Pendidikan Islam,
JMKSP, Vol 4, No 1, 2019, Hlm. 45.
[5] Ahmad
Khori, Manajemen Pesantren sebagai Khazanah Tonggak Keberhasilan Pendidikan
Islam, Jurnal Manajemen Pendidikan
Islam, Vol 2, No 1, 2017. Hlm. 131-132.
[6] George R.
Terry, L.W. Rue, Dasar-Dasar Manajemen. (Jakarta: Bumi Aksara, 2019),
Hlm.1-8.
[7] Zulkarnaini,
Dakwah Islam Di Era Modern, Jurnal Risalah, Vol. 26, No. 3, 2015, Hlm.
154.
[8] Hasan
Bastomi, Dakwah Bil Hikmah Sebagai Pola Pengembangan Sosial Keagamaan
Masyarakat, Jurnal Ilmu Dakwah, Vol. 36, No. 2, 2016, Hlm. 340-341.
[9] Zulkarnaini,
Dakwah Islam Di Era Modern, Jurnal Risalah, Vol. 26, No. 3, 2015, Hlm.
155.
[10] Hendriyenti,
Pelaksanaan Program Boarding School dalam Pembinaan Moral Siswa di SMA
Taruna Indonesia Pelembang, (Jurnal Ta’dib, Vol. 19, No. 02), 208.
[11] Andri
Septilinda Susiyanti dan Subiyantoro, Manajemen Boarding School dan
Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Islam di Muhammadiyah Boarding School
(MBS) Yogyakarta, (Jurnal Pendidikan Madrasah, Vol. 2, No.2, November
2017), 331.
[12] Irfan
Setiawan, Pembinaan dan Pengembangan Peserta Didik pada Institusi Pendidikan
Berasrama, (Yogyakarta: Smart Writing, 2013), 8-9.
[13] Hendriyenti,
Pelaksanaan Program Boarding School dalam Pembinaan Moral Siswa di SMA
Taruna Indonesia Pelembang, (Jurnal Ta’dib, Vol. 19, No. 02), 210-211.
[14] Muchlas
Samani, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2017), 41-42.
[15] Amirullah
Syarbini, Pendidikan Karakter Berbasis Keluarga, (Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016), 29.
[16] Dharma
Kesuma, Pendidikan Karakter: Kajian
Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 11.