WAWASANews.Com-Teknologi
Jika langit malam cerah dan tidak
berawan pada pertengahan November nanti, kita bisa menikmati pertunjukan
kembang api alam, hujan meteor Leonid. Hujan
meteor ini berlangsung antara tanggal 10–23 November, namun puncaknya akan
terjadi pada tanggal 17–18 November nanti. Hujan meteor ini dapat dinikmati pengamat langit di belahan bumi
utara dan selatan, termasuk Indonesia.
Meteor adalah
lintasan cahaya di langit yang terjadi saat meteoroid—partikel-partikel kecil
di ruang angkasa yang berasal dari komet atau asteroid—memasuki atmosfer bumi.
Kecepatannya yang tinggi, bahkan bisa melebihi kecepatan peluru yang
ditembakkan, membuat udara di depannya memanas dan membakar meteor pada suhu
lebih dari 1.650oC sehingga menghasilkan pancaran cahaya indah yang
bisa dilihat dari bumi. Meteor juga dikenal dengan sebutan bintang jatuh.
Komet Siding dan Mars, 19 Oktober 2014 (Foto: Damian Peach) |
Sebenarnya meteor terjadi tiap
malam, namun lokasi dan waktu kemunculannya di langit sangat acak, tidak dapat
diprediksi. Jadi, cukup sulit untuk menyaksikannya. Berbeda halnya dengan hujan
meteor atau meteor shower. Peristiwa ini
berlangsung pada waktu yang sama tiap tahunnya. Lokasi kemunculan meteor-meteornya
juga dapat diprediksi karena wilayah kemunculannya tampak berasal dari titik di
langit dari arah rasi bintang tertentu. Titik asal kemunculan meteor itu disebut
radian. Hujan meteor diberi nama sesuai dengan rasi bintang tempat
kemunculannya. Tapi, yang paling asyik dari hujan meteor adalah banyaknya
meteor yang dapat disaksikan. Kita berkesempatan untuk menyaksikan lusinan
meteor dalam semalam.
Hujan meteor
Leonids akan tampak bermunculan dari arah rasi Leo. Meteor-meteor ini adalah partikel
debu yang berasal dari komet 55P/Tempel-Tuttle. Komet ini ditemukan oleh William
Tempel pada akhir 1865 dan secara independen oleh Horace Tuttle pada awal 1866.
Namun, komet ini telah teramati pada tahun 1366 dan 1699. Komet 55P/Tempel-Tuttle
mengitari matahari setiap 33 tahun.
Dimulai ketika
berada lebih dekat dari orbit Jupiter, partikel-partikel debu komet 55P/Tempel-Tuttle
akan terlepas ketika gas beku komet menguap saat komet mendekati Matahari. Setiap
November, bumi melintasi wilayah partikel-partikel debu itu tersebar. Sebagian
serpihannya masuk ke atmosfer dengan kecepatan mencapai 72 km/detik. Bandingkan
dengan peluru dari senapan yang kecepatannya hanya 1.000 m/detik!
Hujan meteor
Leonid paling menarik terjadi pada tanggal 12–13 November 1883. Itu adalah saat
ditemukannya hujan meteor Leonid. Masyarakat saat itu panik melihat langit
menjadi terang. Beberapa orang bahkan sampai berpikir dunia akan berakhir. Diperkirakan,
saat itu ada 100.000 meteor tiap jamnya.
Badai meteor Leonid selanjutnya terjadi pada tahun 1866 dan 1867.
Para
astronom menyebut suatu hujan meteor sebagai badai meteor jika meteor
yang muncul tiap jamnya mencapai 1.000 meteor. Namun, pada puncak hujan meteor
Leonid nanti, diprediksikan kita hanya akan dapat menyaksikan 10–15 meteor tiap
jamnya. Saat terbaik untuk menikmati fenomena hujan meteor ini adalah antara
tengah malam dan subuh. Rasi Leo akan tampak di timur. Bulan yang menjelang
fase kuartir awal akan terbenam sebelum tengah malam sehingga tidak akan
menggangu pengamatan. Selain hujan
meteor, kita juga bisa mengamati planet Jupiter yang bersinar di depan si
singa Leo.
Untuk menyaksikan hujan meteor cukup
menggunakan mata kita, tidak perlu menggunakan teleskop atau teropong. Pilihlah
tempat gelap, jauh dari perkotaan dan jauh dari polusi cahaya (lampu). Pilih
juga tempat dimana kita dapat menyaksikan wilayah langit yang luas, tidak
terhalang gedung, pepohonan, atau apapun. Jangan lupa untuk menggunakan pakaian
yang hangat supaya tidak terganggu oleh udara malam yang dingin. Kita juga bisa
berbaring di atas kursi kebun atau tikar supaya lebih nyaman dan lebih leluasa memandang
langit. (Ninuk Purwanti, Jakarta Selatan)