Puisi
Kebisuan Sungai
Melepasmu belum tentu
Lantaran tubuhmu adalah sepucuk
kemarau
Putih matamu adalah kedamaian
Penampung surat hujan yang di
lukiskan awan
Kebisuan sungai
Detak batu-batu yang sejuk
Dzikir dan doa air mata
Kebisuan sungai
Raut penyampai penjanjian yang terabaikan.
Mengaca diri pada batin yang bersih.
Yogyakarta, 2014
Aku Dimatamu
Lebih sempit daripada
dijantung
Mudah
bengkak melucuti segala hasrat
Setelah
kata-katamu lebih kejam menikam
Aku dimatamu
Jauh berbeda
dari yang terangkum dalam dada
Terkadang terus
membakar pada luka
Rela hilangkan
rasa cinta.
Namun dalam riak
nafas yang mengalir
Aku membuka
mata, pada sisa mimpiku yang basah
Lalu berdo’a pada garis hidup agar berbeda.
Sumenep,
2013
Kereta dan Stasiun
/1/
Datang
pergi
/2/
Pergi datang dan
Tak pernah ingat kembali
/3/
Stasiun hanya tempat menulis nama
Setelah itu tak pernah berfikir
Bagaimana? dan dimana?kita akan memarkir
Lokomotif nazib
Yogyakarta,2013
Perempatan
Jalan ramai tidak ada henti
Hujan lirih memecah malam
Aku lihat engkau berdiri sendiri
Tanpa alas kaki
Sepotong roti yang kau bikin
Dibawah rumah kali menjadi sarapan pagi
Semoga ada harap yang berarti.
Dilembaran angka yang berganti.
Yogyakarta
, 2013
Waktu
Terlupakan
Jalan kelam merajut diam pada bola
matamu
Tangis menjadi bahasa
Sejuta kata terbuang sia-sia
Retak rasa bagimu sama saja
Kau biarkan rongga-rongga hatiku kosong
Bersama waktu terlupakan .
Demangan
,2012
___________________________________________
Hariyono
Nur Kholis. Lahir
di Gapura Sumenep, 21 Agustus 1992, sebuah kota kecil
di ujung timur pulau Madura. Mahasiswa
Komunikasi dan Penyiaran Islam
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Kalijaga Yogyakarta. Kini bergiat di Komunitas Sastra Rudal Yogyakarta dan karya puisinya
terkumpul dalam antologi bersama “Kidung Malam” (2010).