Semarang-WAWASANews.Com
Dani Sriyanto
(Caleg Demokrat)
|
Panwaslu Kota Semarang
mendata, hingga akhir Januari pelanggaran APK mencapai hampir 6 ribu buah.
Tercatat 32 APK jenis baliho dan 5.974 APK non baliho yang melanggar aturan.
Demokrat Terbanyak
Masih seperti pendataan
terdahulu, pelanggaran baliho terbanyak dilakukan oleh Caleg Partai Demokrat.
Menurut Anggota Panwaslu Kota Semarang Mohammad Ichwan, baliho bergambar tandem
calon anggota DPR RI Agus Hermanto-Calon Anggota DPRD Jateng AS Sukawijaya
alias Yoyok Sukawi, mendominasi pelanggaran baliho. Juga Dani Sriyanto (Calon
DPR RI) dari Partai Demokrat.
Pelanggar terbanyak kedua
berasal dari Caleg PDI Perjuangan, baik calon DPR RI, DPRD Jateng maupun DPRD
Kota Semarang. Mereka adalah Dede Indra Permana, diikuti Romadhon dan Juliari
P. Batubara.
“Pelanggar baliho
terbanyak masih seperti dulu, Caleg Partai Demokrat. Di bawahnya, Caleg PDI
Perjuangan,” tuturnya.
Adapun caleg parpol lain,
lanjut dia, rata-rata memasang baliho antara satu hingga tiga buah. Namun
pelanggaran APK selain baliho, hampir semua caleg parpol melakukan pelanggaran.
Selain melanggar APK
berbentuk baliho, tambah Ichwan, para Caleg memasang APK dalam ukuran kecil
yang disebut poster/banner atau spanduk di tempat-tempat terlarang. Termasuk
membuat papan reklame liar dengan tiang besi permanen.
Ia sebutkan, tempat
terlarang adalah di sekitar lembaga pendidikan, tempat ibadah, gedung
pemerintah, tempat layanan kesehatan umum, serta di pinggir sungai, jembatan
sungai, jembatan penyeberangan, taman kota, jalan protokol. Selain itu, di
pohon, tiang listrik, tiang telepon, maupun dibentangkan melintang di
jalan.
Pihaknya pada Rabu (29/1)
telah mengirim surat rekomendasi pelanggaran APK tersebut ke KPU Kota Semarang
untuk ditindaklanjuti.
“Sesuai kewenangan kami
saat ini, data pelanggaran kami rekomendasikan ke KPU untuk ditindak lanjuti,”
ujarnya.
Bermula Dari PKPU 15/2013
Pelanggaran sebanyak itu
diduga terjadi karena Caleg sengaja melanggar bahkan terkesan menyepelekan
aturan. Sebab penegakan aturannya lemah mengingat Panwaslu tidak menjadi
eksekutor dalam penindakan pelanggaran APK.
Ketua Panwaslu Kota Semarang
Sri Wahyu Ananingsih menyatakan, para Caleg semakin berani melanggar aturan
pemasangan APK karena sejak diberlakukannya Peraturan KPU Nomor 15/2013,
penindakan terhadap pelanggaran APK tidak tegas.
Ketidaktegasan itu,
jelasnya, karena melalui prosedur yang rumit dan melibatkan beberapa instansi
pemerintah kota sehingga membutuhkan koordinasi. Sementara untuk koordinasi
lintas instansi itu membutuhkan waktu dan proses yang tidak cepat.
Ia terangkan, Peraturan
KPU tersebut mengatur, pelanggaran APK diawasi oleh Panwaslu, tapi Panwaslu
hanya boleh mendata dan merekomendasikan ke KPU. Lalu KPU menyurati parpol
maupun Caleg yang melanggar untuk mencopoti sendiri APK-nya.
Kenyataannya hampir tidak
ada pelanggar yang mau mencopoti sendiri APK nya. Jika sudah begitu, berarti
surat KPU tidak diindahkan para pelanggar. Mekanisme selanjutnya Panwaslu akan
menyurati Pemkot untuk menertibkan APK yang melanggar. Sekali lagi Surat dari
Panwaslu tersebut, membutuhkan proses di Pemkot.
Berdasarkan pengalaman
selama ini, untuk pelaksanaan penertiban APK, didahului dengan rapat. Rapat
biasa digelar berkali-kali dan terkadang tidak langsung menghasilkan putusan
yang tegas kapan ada penertiban APK. Semisal mufakat telah dibuat, tim
penertiban pun belum tentu bisa bekerja maksimal.
Pengalaman di penertiban
pada 27 Desember lalu, Satpol PP selaku eksekutor lapangan, tidak bisa
membersihkan APK yang melanggar secara keseluruhan, karena jumlah personelnya
terbatas, serta hanya satu kali dalam durasi waktu beberapa jam saja. Padahal
yang harus ditertibkan mencapai ribuan karena tidak pernah dilakukan penertiban
secara periodik.
“Satpol PP tidak bisa
maksimal menertibkan APK yang melanggar karena alasan personilnya terbatas,
juga waktunya. Semestinya melibatkan aparat Trantib di tiap kecamatan agar
efektif. Jika hanya regu Satpol PP tingkat Kota, apalagi hanya satu hari dan
dalam beberapa jam saja maka sudah bisa diyakini penertiban tidak akan tuntas,”
ujarnya.
Lebih lanjut Ana,
panggilan akrab Ananingsih, menyampaikan, penertiban APK harus dilakukan secara
periodik. Sebab jika hanya satu kali, APK yang ditertibkan hanya sedikit,
sehingga bisa mengundang masalah dan akhirnya tidak terjaga kondusifitas antar
peserta Pemilu.
Para Caleg atau Parpol
akan protes, menuduh Satpol PP tidak adil bahkan dianggap tebang pilih, karena
dianggap hanya menertibkan sebagian APK, membiarkan APK yang lain. Itu terjadi
jika kebetulan Satpol PP semisal mencopoti APK milik Caleg A di satu tempat,
sementara APK milik Caleg B di lokasi lain tidak diambil karena waktu
penertiban sudah habis.
Namun akar semua masalah
itu, jelas Ana, karena wewenang Panwaslu yang dipangkas. Andai Panwaslu tetap
diberi wewenang penuh seperti dahulu, dia pastikan Kota Semarang besih dari APK
yang melanggar.
Bagi masyarakat Kota
Semarang Ana berpesan agar cerdas mengamati para caleg yang melakukan
pelanggaran. Menurutnya, para caleg yang melanggar aturan sebaiknya tidak usah dipilih.
Bagaimana kelak mau menjadi wakil rakyat kalau dalam pemilihannya saja mereka
berlaku curang dengan melakukan pelanggaran hukum.
“Belum jadi anggota
legislatif saja sudah curang apalagi kelak kalau terpilih sebagai wakil
rakyat,” tandasnya. (Iwan)