Oleh Ahmad Asrof Fitri
Judul : The
Lodger: Teror Brutal ‘Si Penuntut Balas’
Penulis : Marie Belloc
Lowndes
Penerbit : Tangga Pustaka
Cetakan : I, 2013
Tebal : vi + 414
halaman
ISBN : 979-083-076-9
Robert Bunting dan istrinya, Ellen Green hanya bisa pasrah pada
takdir. Tidak banyak yang tersisa dari uang pinjaman Joe Candler, detektif
Scotland Yard (Markas Kepolisian London) yang merupakan cucu dari teman lama
Robert semasa menjadi kepala pelayan. Uang itu kini tinggal dua shilling
sembilan penny dan diperkirakan akan habis dalam lima hari ke depan.
Dalam kegelisahan, Ellen mendengar pintu rumahnya diketuk dengan keras. Setelah
dibuka, dia mendapati seorang pria tinggi berperawakan kurus yang bermaksud
menyewa kamar. Pria itu bernama Sleuth.
Meski berkelakuan aneh, dalam benak Ellen sama sekali tidak
terlintas rasa curiga pada penyewa kamarnya. Justru, menurut Ellen, pria itu
nampak terhormat dan religius sebab saat pertama kali menginjakkan kaki, Sleuth
langsung meminjam Alkitab. Sepengetahuannya, Sleuth memiliki kebiasaan unik.
Yakni membaca Alkitab dengan nada tinggi di siang hari dan keluar pada
malamnya. Ia memaklumi tingkah Sleuth yang ‘tidak biasa’ karena Sleuth sendiri
menyebut dirinya ‘seorang ilmuwan eksentrik’.
Sementara Ellen disibukkan mengurus Sleuth, Robert semakin asyik
mendengar cerita-cerita pembunuhan berantai di London dari mulut Joe Candler.
Kasus pembunuhan itu sedang menjadi topik pembicaraan di seluruh penjuru kota.
Mulanya, pembunuhan pertama dan kedua dianggap sebagai kasus pembunuhan biasa
yang dilakukan pelaku berbeda. Namun, pada kasus pembunuhan ketiga, anggapan
itu sirna seketika. Kali ini, pelaku meninggalkan kertas berbentuk segitiga
betuliskan “Penuntut Balas” pada pakaian korban.
Pembunuh misterius berjuluk “Jack The Ripper” itu memangsa sebelas
korban yang semuanya adalah perempuan yang kerap menenggak minuman keras dan pemabuk.
Sebagian besar korban memiliki garis luka miring di tenggorokan, dimutilasi di
bagian wajah, perut, kelamin, dan diambil organ dalamnya. Kejadian itu terjadi
pada rentang 3 April 1888 hingga 13 Februari 1891. Bahkan, pihak Scotland Yard
yang telah menurunkan lima ribu petugas polisi, tidak kuasa membendung aksi
teror Jack The Ripper. Terbukti, saat polisi bertugas, terjadi dua pembunuhan
di dua tempat berbeda. Semua saksi mata tidak mampu menggambarkan sosok pelaku
karena kabut yang tebal pada malam terjadinya teror itu.
Berbagai spekulasi mengemuka terkait sosok Jack The Ripper.
Beberapa penyidik dan peneliti kriminal menduga manusia berdarah dingin itu
adalah ahli anatomi atau bedah. Beberapa surat kabar mensinyalir, dia seorang
pria religius pendiam yang salah menafsirkan ajaran agama dan berasal dari
kalangan terhormat di West End. Sedangkan Joe Candler menyimpulkan, sang
Penuntut Balas berprofesi sebagai pelaut yang terbiasa menjalani kerasnya
kehidupan di pesisir pantai.
Karena terpengaruh tulisan surat kabar mengenai sosok si pembunuh perempuan,
hati Ellen dipenuhi syak wasangka terhadap Sleuth. Dia menghubungkan semua
kejanggalan dan aktivitas malam penyewa kamarnya dengan setiap rentetan
pembunuhan. Hilangnya tiga setel pakaian Sleuth setelah peristiwa nahas itu
adalah satu pertanda (hlm. 66). Sementara cerita Robert bahwa dia menemukan
percikan darah di tangan Sleuth di malam terjadinya pembunuhan di Primrose Hill
merupakan pertanda lain yang semakin menguatkan kecurigaan Ellen (hlm. 339).
Kecurigaan itu terbukti saat Ellen dan putri tirinya, Daisy,
diajak berkunjung ke Museum Madame Tussaud oleh Sleuth. Saat hendak memasuki
Kamar Kengerian, mereka bertiga dihentikan oleh penjaga sebab di dalam ruangan
itu masih terdapat Kepala Kepolisian Perancis dan Komisaris Polisi yang sedang
membicarakan kerjasama untuk menangkap si Penuntut Balas.
Secara tidak sengaja, Ellen mendengarkan isi percakapan dua orang
itu bahwa pelaku adalah seorang mania religius yang akut. Seketika, Ellen
terkesiap dan menyadari bahwa dirinya dan Daisy sedang berjalan bersama pelaku
kejahatan terkejam. Karena merasa identitasnya telah diketahui Ellen, Sleuth
berlari keluar lewat pintu darurat dan menghilang di kerumunan orang. Setelah
itu, keberadaan Sleuth tidak pernah diketahui.
Novel ini adalah salah satu versi kisah Jack The Ripper yang
diyakini menjadi aktor utama atas pembunuhan berantai yang disebut “Pembunuhan
Whitechapel”. Namun, hingga saat ini siapa sosok asli Jack The Ripper dan apa
motif tindakannya masih belum terpecahkan.
Ahmad Asrof Fitri,
pengajar di Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Surakarta