WAWASANews.Com-Solo
Menifesto: Monolog Rahim |
Rahim adalah akta
keindahan dari tubuh perempuan. Perempuan secara performatif, secara menerus,
meyakini kesucian simbol dan meneruskan wacana ini sebagai warisan pada anak-anaknya. Peradaban mengenal nama-nama Ibu dalam
mitologi mereka, seperti Bachue, Bithiah, Demeter, Yashoda, Dewi Sri, Hawa,
Gaia, Isis, Jocasta, Juno, Kwa Yin, Mary, Parvati, Ratu Maya, Sita, Venus, dan
lain-lain.
Nama-nama tersebut
adalah representasi dari glorifikasi ibu dan simbol fertilitas. Dalam seluruh perjalanan dan ziarah itu,
saya membekukan wajah-wajah rahim. Mereka adalah pohon-pohon,
Beringin-beringin, wajah-wajah ibu, wajah-wajah ayah yang rahim, tubuh-tubuh
yang mengaduh karena kekerasan seksual, dan lain-lain.
Sebagai sebuah
manifestum, sketsa-sketsa rahim ini adalah semacam deklarasi visual atas niat,
motif, pandangan dunia, perspektif yang hampir semua perempuan merasakan. Dan
apa-apa yang tercipta adalah pengalaman eksistensial tak terbeli yang
melahirkan kebahagiaan estetik, yang sampai sekarang masih membuat takjub tanpa
henti. Ini adalah ikrar ibu. Ikrar penciptaan Dr.Phil.
Dewi Candraningrum pada Jumat, 20 Desember
2013, membuka pameran sketsanya yang bertajuk “ Wajah Rahim” di Lobi Hotel Solo
Paragon pada pukul 20.00 WIB.
Dalam acara
yang dihadiri lebih dari 30 orang tersebut, pameran sketsa berlangsung meriah
dan mewah dengan tatanan sketsa yang apik dipadu dengan bunga white Chrysanths yang
cantik.
“Rahim, siapapun yang ada disini, yang
mempunyai anak, yang mempunyai rahim namun tak punya anak, yang memilih untuk
tidak punya anak, yang menolak untuk menikah, yang mempunyai rahim atau tidak,
mereka adalah sama. Jika mereka melahirkan keadilan, kesetaraan dan perdamaian
dan rahim dipunyai kita semua” monolog Dewi Candraningrum membuka
pamerannya.
Dalam acara
tersebut Dewi Candraningrum menceritakan secara detail di mana tempat-tempat dia melukiskan
karyanya dan siapa saja yang
dilukisnya lengkap dengan alasan
memilih obyek-obyek yang menjadi dasar buah sketsanya. Dewi, sapaan akbrabnya, memulai monolognya
dengan sketsa pohon beringin yang digambarkannya yang dilukisnya di Gunung Merbabu, beberapa tokoh penting yang
beliau lukis waktu di Jerman, tubuh perempuan, Widji Thukul, Van Gogh, dan
tema-tema sketsa lain yang lahir dari Charcoal dan kertas putih.
Dalam penjelasan Dewi, dikatakan “kerut
itu indah, bagi saya kerut itu indah...” berulang kali Dewi Candraningrum
mengungkapkan kata itu saat bercerita pengalamannya menggambar sketsa yang ia pamerkan. Yang
menarik, pada sketsa bertemakan Wiji Thukul, Dewi mengaku memang memaksakan
dirinya sekuat mungkin untuk tidak menggambar seorang Widji Thukul dengan wajah
yang penuh dengan penderitaan atau siksaan. “Saya menggambar sketsa Widji Thukul dengan gaya rambut yang indah agar
terlihat bahagia”, ungkapnya. Penjelasan Dewi disaksikan langsung oleh
istri Widji Thukul, Dyah Sujirah yang familiar dengan nama Sipon
yang kebetulan hadir.
Monolog dari
Dewi Candraningrum ditutup dengan pemberian Lukisan dari Dewi dan Ivan kepada
General Manager Hotel Solo Paragon, Dadang Setiawan. Pameran sketsa bertajuk “ Wajah Rahim” akan
digelar hingga tanggal 5 Januari 2014 mendatang. (Kinanti Anggrani)