Opini Pendidikan
Oleh Nur
Setyaningrum
Program akselerasi proses pembelajaran pada dasarnya
merupakan bentuk dari pendidikan yang demokratis. Pemberian pelayanan kepada
siswa sesuai dengan jenjang dan kemampuan, maupun kecepatan berpikirnya. Dalam komunitas kelas disadari atau tidak,
selalu didapati beberapa siswa yang memiliki kemampuan belajar di atas
rata-rata. Penelitian menyebutkan jumlah mereka sekitar 10 persen dari
keseluruhan anggota kelas. Program akselerasi dan kurikulum
terdiferensiasi pada sebuah lembaga pendidikan pada dasarnya adalah program
khusus yang diperuntukkan bagi peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan
dan/ atau bakat istimewa.
Saat
ini mulai tumbuh benih-benih program
akselerasi yang tersebar di kota-kota kecil maupun kota besar. Meskipun
program tersebut sudah dicanangkan, namun hanya minoritas kalangan yang bisa
memperolehnya. Hampir dipastikan penikmat atau pengguna program ini
lebih banyak didominasi oleh siswa-siswa dari kalangan menengah ke atas. Hal
itu tentu dipengaruhi oleh banyak faktor. Salah satu yang terpenting adalah
masalah finansial maupun akses dan kerjasama antar jenjang sekolah, antar wali siswa dengan lembaga pendidikan.
Hubungan baik antara wali siswa dengan lembaga pendidikan
selama ini hanya bisa diakses oleh mereka yang tinggal di wilayah perkotaan.
Sedangkan wali siswa yang hidup di pedesaan ataupun wilayah pingiran tidak bisa
mendapatkan akses maupun informasi program tersebut. Apalagi terkait masalah
finansial, yang mengindikasikan jelas masyarakat kelas bawah tidak mampu
menjangkau program tersebut.
Hakikatnya, tujuan
khusus dari program akselerasi adalah untuk
menciptakan pendidikan yang demokratis di sekolah, menghargai
peserta didik yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa untuk dapat
menyelesaikan pendidikan lebih cepat, pemberian kesempatan pendidikan yang sama
atas semua siswa untuk mengembangkan dirinya, memacu kualitas atau mutu siswa
dalam meningkatkan kecerdasan spiritual, intelektual, dan emosional secara
berimbang, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses pembelajaran.
Mengingat hal itu, biaya pendidikan yang dikeluarkan pun harusnya lebih bisa
diminimalisir. Apalagi bagi kalangan bawah, yang anak-anak usia sekolah mereka
memiliki kecerdasan luar biasa. Tentu masalah finansial akan menjadi kendala
utama sepanjang biaya pendidikan program
akselerasi belum bisa merakyat.
Alangkah baiknya, mengatasi siswa-siswa yang berbakat dan
memiliki kemampuan di atas rata-rata dari teman seusianya tersebut justru harus
lebih diperhatikan. Jika memungkinkan, melalui program akselerasi biaya pendidikan
adalah gratis. Mereka adalah aset negara yang perlu dikembangkan dan diperdayakan sebaik mungkin sebab keberbakatan (talented)
tumbuh dan berkembang melalui interaksi dengan
lingkungan. Karenanya, perlu pengembangan
yang dimulai sejak awal usia baik melalui program akselerasi atau pun program
pengayaan sebagaimana Peraturan Pemerintah no. 17/ 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan Khusus pada
pasal 135 ayat 3.
Pendidikan anak-anak bangsa sudah sewajarnya menjadi
tanggung jawab kita bersama sebagai bangsa Indonesia yang
berkeadilan sosial. Mengatasi anak Cerdas Istimewa dan/ atau Berbakat
Istimewa (CI+BI) seyogyanya bisa
dilakukan melalui berbagai program, baik itu program tambahan di luar jam
sekolah, program kelas liburan, program hari Sabtu ataupun program-program
lainnya yang menunjang tumbuh kembangnya kemampuan peserta didik, baik formal
maupun nonformal.
Karena itu, pembangunan kesadaran dari pendidik dan
lembaga pendidikan maupun pendukung pendidikan
sangat perlu sekali. Dengan adanya kesadaran aktor intelektual dari masing-masing
pengelola pendidikan, diharapkan mampu turut
serta mengidentifikasi (menjadi subjek identifikasi) siswa-siswi Cerdas Istimewa
dan/atau Berbakat Istimewa (CI+BI).
Seringkali, masyarakat pinggiran yang notabane-nya menyerahkan sepenuhkan
pendidikan ke sekolah justru sama sekali tidak bisa mengarahkan dan membantu eksplorasi kecerdasan si anak. Seluruh anak dianggap memiliki kemampuan yang
sama, sisi kelebihan-kelebihan yang dimiliki sang anak tidak disadari. Mereka
hanya berharap si anak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana siswa
lainnya. Padahal, seharusnya layanan pendidikan tersebut disesuaikan dengan
kemampuan peserta didik, dimana pada intinya
nanti sekolah harus bertanggungjawab terhadap jenis layanan yang
demokratis pada masing-masing peserta didik. Di sinilah akan tampak betapa pentingnya bahwa
akselerasi bisa diharapkan terjangkau semua kalangan.
Peserta didik program
akselerasi selama ini masih didominasi oleh kalangan elit dan penyelenggaraannya pun
masih di sekolah-sekolah yang
memenuhi Standar Nasional dengan beberapa persyaratan plus yang harus terpenuhi.
Alternatif untuk tetap melindungi siswa CI+BI dan mewujudkan pendidikan yang demokratis tak lain adalah
penyelenggaraan program-program gratis secara khusus di luar jam sekolah oleh
masyarakat ataupun pemerintah atau dengan akselerasi yang lebih merakyat dan
menjangkau semua kalangan.
Selain itu, sosialisasi tentang kecerdasan,
keberbakatanan (Gifted and Talented) antar lembaga pendidikan dengan masyarakat
luas pun harus bisa diwujudkan. Dengan demikian, hakikat dari mutu pendidikan
akan program akselerasi bisa tercapai, karena mampu dimanfaatkan oleh
kalangan yang benar membutuhkan.
Nur Setyaningrum,
peneliti Pendidikan Program
Akselerasi, alumnus
Fakultas Agama Islam Universitas Wahid Hasyim Semarang (Unwahas) dan MPPS IAIN Walisongo Semarang