Oleh Sam Edy Yuswanto
Judul
Buku : Menyingkap Perjalanan Hidup Tokoh-tokoh Diktator Kejam Dunia
Penulis : Ahmad Bahaudin
Penerbit
: Buku Pintar, Yogyakarta
Cetakan
: I, 2012
Tebal
: 208 halaman
ISBN
: 978-602-7881-04-4
Siapa
sangka 1889 menjadi tahun bersejarah lahirnya jabang bayi yang kelak akan
menggetarkan sejarah peradaban manusia. Tanggal 20 April 1998, lahir bocah
laki-laki yang kemudian diberi nama Adolf Hitler. Ia (pada masa itu) termasuk anak
keluarga bangsawan. Alois Hitler, ayahnya, bekerja di salah satu kantor bea
cukai negara. Klara Polzl, ibu kandung Hitler, merupakan istri ketiga ayahnya. Semasa
kecil, Hitler tak menampakkan gelagat bahwa kelak ia akan menjadi pemimpin
besar. Bahkan ia mendapat stigma anak bodoh. Ia pernah tak naik kelas saat
duduk di bangku SMA.
Cita-cita
Hitler yang waktu itu ingin menjadi pelukis, tentu berseberangan dengan harapan
ayah yang ingin putranya kelak bekerja di kantor bea cukai. Kondisi ini membuat
pendidikan Hitler kacau. Terlebih, saat ayahnya meninggal dunia pada 1903. Ia
merasa terpukul, kehidupannya kian tak karuan. Ia memilih berhenti sekolah di
usia 16 tahun. Lalu, saat usia 21 tahun, lagi-lagi ia kehilangan orang yang
dicintainya. Ibunya, yang selama ini selalu memotivasi dan mendukung cita-citanya
menjadi pelukis, meninggal dunia akibat mengidap kanker payudara. Sejak saat itu,
ia mengisi hari-harinya dengan melukis dan bertahan hidup dari sisa warisan
keluarga (hlm. 5-7).
Mei
1913, Hitler hijrah ke Munich, kota yang sekarang menjadi ibu kota Jerman. Di
sana perjalanan hidupnya dimulai. Dan sebuah loncatan besar ia lakukan saat
perang dunia I sedang memanas. Ia mulai menancapkan karier politiknya dengan
merapatkan diri bersama angkatan militer Resimen Bavaria. Setelah resmi
bergabung, ia ditugaskan di negara Prancis dan Belgia. Ia terlibat dalam
beberapa peperangan besar, seperti keikutsertaannya dalam pertempuran Ypres, Somme,
dan Passchendaele. Ia bahkan disebut-sebut memiliki peran besar dalam
peperangan tersebut. Atas keberhasilannya, ia memperoleh hadiah istimewa; dua
buah bintang jasa (hlm. 8-9).
Setelah
menjadi orang nomor satu di Jerman, benih-benih untuk menjadi seorang diktator
mulai tumbuh. Dengan kekuatan politik, ia bisa melakukan berbagai hal sesuai
kepentingan ideologinya. Tak tanggung-tanggung, ia menjelma menjadi diktator
bengis yang ditakuti banyak orang. Berbagai pelanggaran hak asasi manusia ia
lakukan. Mendirikan kamp-kamp untuk menyiksa orang-orang yang membungkam
kebebasan pers. Ia mencetuskan ide Perang Dunia II di seluruh Eropa (hlm.
10-18).
Tokoh
pemimpin diktator berikutnya adalah Augusto Jose Ramon Pinochet Ugarte. Augusto
lahir pada 25 November 1915. Valparaiso, Chili, tempat ia dilahirkan, juga
menjadi tempat yang dipimpinnya kelak. Berangkat dari keluarga mapan, ia
dibesarkan serba kecukupan. Ayahnya adalah salah satu pegawai bea cukai di
Chili. Ia anak pertama dari 6 bersaudara. Ia menjadi harapan tulang punggung
keluarga kelak. Saat memasuki Akademi Militer, usianya baru 18 tahun. Jiwa
militansi serta ketegasan sikap, mengantarkannya menjadi sosok keras dan tak
pandang bulu (hlm. 58-60).
Titik
awal melejitnya karier politiknya terjadi ketika ia bertemu Salvador Allende, salah
satu senator terkemuka di Chili. Setelah menjalin hubungan baik cukup lama,
pada tahun 1970, Salvador terpilih menjadi presiden Chili. Ini tentu menjadi
pertanda baik bagi Augusto untuk melebarkan ambisinya dalam kancah politik. Totalitasnya
dalam mendukung pemerintahan Augusto membuatnya mendapat penghargaan bergengsi.
Augusto diangkat menjadi panglima perang bagi seluruh Angkatan Bersenjata
Chili. Jabatan tersebut merupakan jabatan prestisius dalam dunia militer (hlm.
61-62). 11 September 1973 menjadi hari paling bersejarah bagi Augusto. Tak
butuh waktu lama, setelah diangkat menjadi panglima perang, dengan sangat mudah
ia melakukan kudeta terhadap Salvador. Ia berhasil mendeklarasikan diri sebagai
pemimpin baru Negara Chili. Salvador dipaksa turun jabatan dari kursi
kepresidenan (hlm. 63).
Dan
masih banyak tokoh-tokoh pemimpin diktator yang dipaparkan buku ini. Seperti; Alfredo
Stroessner, pemimpin Paraguay yang terkenal memiliki gaya kepemimpinan kejam
dan pekerja keras. Ia mulai bekerja sejak jam empat pagi dan memberi perintah
dari tempat tidurnya (hlm. 84-95). Kisah Saddam Hussein, pemimpin diktator dari
negeri 1001 malam yang berakhir tragis (hlm. 161-176), hingga nasib tragis yang
menimpa Muammar Gaddafi, pemimpin diktator militer Libya. Betapa tidak? Selama
dua pekan, jenazahnya dipamerkan di sebuah pasar di Sirte, sebelum akhirnya
dimakamkan pada hari Selasa, 25 Oktober 2011 di sebuah gurun pasir yang
dirahasiakan keberadaannya (hlm. 194-206).
Tentu,
buku biografi singkat ini masih jauh dari kata sempurna. Namun, membaca buku
ini, akan semakin memperkaya wawasan kita tentang kisah sosok-sosok pemimpin
diktator di berbagai belahan dunia. Kepemimpinan mereka (yang sewenang-wenang
serta gemar menindas kaum lemah) pada akhirnya selalu berakhir tragis dan
dihujat banyak orang. Menjadi buronan, mati diracun, hukuman gantung, hingga
bunuh diri terpaksa menjadi pilihan getir di akhir hayat mereka. Tentu ini menjadi
bukti nyata, bahwa kezaliman sampai kapan pun tak akan pernah bisa memenangkan
kebenaran.
Sam Edy Yuswanto, penulis lepas, bermukim di
Kebumen.