Puisi
Madura
Musim Waria
Tropis Madura
Telah kehilangan manajer
Sejak lalu dua ribu sebelas
Hingga sekarang
Tak lagi terjadwal
Penari sawah
Gundah gulana tanam
Status tropis
Pun ikut meragukan
Entah hujan
Atau kemarau
Hijau dedaun
Bergoyang ilalang
Kekuningan ba’ terbakar
Banyak rupa
Nampak di lensa mata
Tegal tak lagi asri
Tak lagi bersemi
Berbaris rapi
Seperti pasukan TNI
Di depanku,
Terlihat sayu
Kacang mengadu
Dikananku,
Meronta-ronta
Tembakau berdo’a
Dibelakangku,
Linglung
Jagung berdukun
Dikiriku,
rumput bergoyang
Kemarau
Atau hujan
Sama saja
September, 2013
Salam Rindu
: buat
Mursyid para Mursyid
Oh…
Kepalamu
botak
Licin
bagai mika
Oh…
Matamu
satu
Dengan
kaca mata
Oh…
Senyummu
lebar
Bagai
kucing ceria
Oh…
Rupamu
lucu
Bagai
pitruk setengah baya
Meihatmu
saja
Tawaku
lepas sahaja
Tapi,
Syiirmu…
Buatku
banjirkan air mata
bongkah
tak bersisa
Setelah
aku tahu
Bahwa
kau…
Sang
mursyid
dari
para mursyid,
Lumpuh
kakiku
Tertunduk
lunglai
Bagai
tak berurat
Detik
kepergianmu
Kau
masih saja
Buat
suasana aneh
Cerita
aneh
Gosip
aneh
Kenyataan
aneh
Bahkan,
Hadir
dan wujudmu
Pun
aneh…
Salam,
Rinduku
padamu…
Wahai,
Sang
mursyid
Dari
para mursyid
Bragung,
2013
Rengekku Buat Sang
Prabu
Aku
sempat menangis
Orang
bilang,
Aku
itu lemah
Tapi
ibu berkata,
Aku
itu kuat
Bergulat
Walau
pincang
Aku
bermimpi
Apa
aku bisa duduk manis dijabat megah?
Ibu
berkata,
Aku
pasti mampu
Kenapa
mesti lama-lama bersimpuh di pasir
Jika
aku bisa tersenyum
Melambai
tangan ke bawah
Lantas,
Kenapa
sapi-sapi saja yang dikembala, Prabu
Bagaimana
dengan kambing kembalaan kami
Kau
buang saja?
Akhhh…!
Kamu
terlalu bodoh
Bragung,
2013
Sehidup Semati
:buat Matsura,
Jani
1969,
Aroma
kembang melati
Menyesaki
belukar kasih
Dimana
sang merpati
Terbaptis,
sah
Bermahkota
pucuk bahagia
Sebagai
raja dan raka
Permaisuri
cinta
Rentetan
waktu mengalir
Tak
berjeda
Penuh
dengan senyum
Bagai
mawar merekah
Yang
lama terbaring
dikuncup
pelaminannya
2004,
Seteguk
kisah
Cerita
Suka
Dan
lara
Mulai
memudar
Berganti
sejarah keraton
Senin,
Fajar
beraut mendung
Menghalangi
mata cahaya
Akan
haus embun
Dibatang
pagi,
Sayap
putih menggelepar
Dari
langit raga
Menyisakan
isak tangis
Untuk
Jani,
Kepergian
sang raka
Matsura
Rotasi
bumi tiada henti
Memutar
hari
Hingga
diujung senja
Separuh
tertutup duka
Sayap
putih itu
Kembali
menggelepar
Kali
kedua
Untuk
Jani
Sendiri
pulang
Bragung,
2013