Esai
Oleh Indra
KS
Gairah
sastra anak di kota ngapak sepertinya tidak bisa lepas dari nama Heru
Kurniawan. Ia lahir di Brebes, pada 22 Maret 1982. Geliat bersastranya dimulai
tahun 2002, saat ia masih duduk di bangku kuliah. Tepatnya di Universitas
Muhammadiyah Purwokerto (UMP). Pada awalnya ia menulis puisi dan membuahkan
hasil tiga antologi puisi bersama; Jiwa-jiwa Mawar (Buku laela: 2003), Untuk
Sebuah Kasih Sayang (Buku Laela: 2004), dan Jogja 5,9 Skala Richter (2006).
Selain
menulis puisi, Heru kurniawan juga menulis cerpen, esai, dan cerita anak yang
terpublikasikan di Kompas, Suara Pembaruan, Seputar Indonesia, Pikiran
Rakyat, Suara Merdeka, Sinar Harapan, Kedauatan Rakyat, Jawa Pos, Minggu Pagi,
Wawasan, Majalah Bobo, Kids Fan, Solo Pos, dll. Heru Kurniawan juga aktif
mengelola Komunitas Taman Pelangi dan Rumah Ajaib
(Purwokerto-Banyumas).
Saat
ini Heru Kurniawan menjadi pengajar tetap di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Purwokerto dan pengajar tamu di Universitas Muhammadiyah Purwokerto
(UMP). Di sela-sela pengajaran, Heru Kurniawan selalu memberikan motivasi
kepada peserta didiknya untuk menulis. Itulah hebatnya Heru Kurniawan, hampir
setiap generasi yang diajarnya selalu tumbuh penulis-penulis baru.
Dari
keseluruhan kemampuan menulisnya, Heru Kurniawan lebih dikenal sebagai praktisi
anak ketimbang sebagai penyair, cerpenis, atau esais. Kemampuan menulis cerita
anaknya memang tidak diragukan lagi, terbukti dari banyaknya kumpulan cerita
anak yang diterima oleh media massa dan penerbit. Sekedar contoh Tujuh
Kebaikan Dido Lebah di Negeri Kesedihan (Yogyakarta: Pustaka Anak, 2012)
dan masih banyak lagi.
Sebagai
praktisi anak, Heru Kurniawan selalu terbuka terhadap peserta didiknya untuk
belajar menulis cerita ataupun dongeng anak. Dari hasil kerja kerasnya kini
telah lahir beberapa penulis anak sekelas Mulasih Tary. Dan baru-baru ini
muncul nama baru seperti Ais Rahmatika dan Endah Kusumaningrum yang karyanya
mulai diterima penerbit ataupun media massa.
Hasil
Penggodokan
Orang
pertama yang berhasil berguru kepada Heru Kurniawan adalah Mulasih Tary.
Penulis cernak kelahiran Pemalang, 6 Juni 1990 ini, tercatat sebagai mahasiswi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) di Universitas Muhammadiyah
Purwokerto (UMP). Cerita dan dongeng anaknya telah menembus Yunior Suara
Merdeka, Wawasan, Bobo, Mentari Jawa Pos, Lampung Pos, Korcil Kedaulatan
Rakyat, Kompas Anak, dan lain-lain.
Selain
surat kabar ataupun majalah, beberapa karya cerita anaknya juga telah
diterbitkan. Seperti Ensiklopedi Dongeng Fauna (Yogyakarta: Pustaka
Anak: 2012), Kisah Dari Negeri Dongeng (Pustaka Anak: 2013), Kerajaan
Pohon Ceria (Pustaka Anak: 2013), dan lain-lain.
Keberhasilan
Mulasih Tary tentunya tak lepas dari peran Heru Kurniawan sebagai guru
menulisnya. Selanjutnya dari diri Mulasih Tary memang tercermin pekerja keras
jadi wajar saja kalau ia begitu betah barlama-lama didepan laptop untuk
menulis. Tidak seperti mahasisiwi lain yang mungkin betah didepan laptop hanya
untuk bermain facebook, twitter, ataupun jejaring sosial lainnya.
Selanjutnya
adalah Ais Rahmatika, lahir di Tegal, 22 Juli 1992. Pada gebrakan pertamanya,
mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas
Muhammadiyah Purwokerto (UMP) ini berhasil menembus salah satu penerbit di kota
Semarang yang saat ini dalam proses terbit. Belum ada satu tahun Ais Rahmatika
dalam berguru kepada Heru Kurniawan, tetapi kemampuan menulisnya tidak perlu
diragukan lagi.
Dan
yang terakhir adalah Endah Kusumaningrum yang cerita anaknya telah menembus Suara
Merdeka pada hari minggu tanggal 5 Mei 2013 dengan judul "Boneka
Manisan Pepaya". Endah juga merupakan mahasiswi PBSI UMP, yang
membedakan dari ketiganya yaitu masalah angkatan. Mulasih Tary angkatan 2009,
Ais Rahmatika angkatan 2010, dan Endah Kusumaningrum angkatan 2011.
Kalau
diamati pada setiap angkatan selalu muncul penulis cerita anak baru berkat
kerja keras Heru Kurniawan dalam menggodog peserta didiknya menjadi seorang
penulis cernak yang handal. Jadi dapat dikatan Heru Kurniawan bagaikan air yang
merangsang benih pada lahan yang tandus di kota ngapak untuk tumbuh dan pada
akhirnya berbuah manis.
Indra KS, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia (PBSI)
Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP).
Bergiat
di Komunitas
Penyair Institute dan Penamas.