Oleh Armawati
Judul Buku : Kutunggu Jandamu di Jakarta
Penulis :
Budi Anggoro
Penerbit : Laksana, Yogyakarta
Cetakan : I, Januari 2013
Tebal :
293 halaman
ISBN : 978-602-7665-73-6
Kondisi ekonomi yang kurang berkecukupan kerapkali
menimbulkan permasalahan pelik. Masyarakat yang pendapatannya minim selalu
terpontang-panting untuk sekadar memenuhi kebutuhan pokoknya. Wajah kemiskinan
memang mengundang kegetiran. Dalam sebuah rumah tangga, pemenuhan kebutuhan
pokok tentu tak bisa ditawar-tawar lagi. Bagaimana jadinya apabila orangtua
memiliki banyak anak sementara pemasukan ekonominya amat kurang?
Harus diakui apabila
faktor ekonomi mempengaruhi bangunan sebuah keluarga. Karena penat harus
mendapatkan uang yang memadai, seorang ayah sebagai kepala keluarga
dimungkinkan emosinya tak terkendali. Kekerasan dalam rumah tangga pun tak
terhindarkan. Yang menggelisahkan, anak kerapkali dikorbankan.
Begitulah yang diceritakan
dalam novel ini. Penghasilan Pak Iwan sebagai buruh pabrik, bahkan terancam
di-PHK, belum cukup memenuhi kebutuhan istri dan kelima anaknya. Sari sebagai
anak sulung terpaksa putus sekolah, bahkan dipaksa ayahnya menanggung beban
ekonomi keluarga. Ada dua pilihan bagi Sari: menjadi buruh migran atau menikah
dengan laki-laki kaya raya (hlm. 1-11).
Jiwa Sari memberontak. Rumah tak lagi nyaman bagi Sari. Untuk
menemukan ketenangan jiwa, Sari lebih memilih bergabung dengan geng X-Dancers.
Anak-anak yang tergabung dalam sebuah geng ini rata-rata berasal dari keluarga
yang terpinggirkan secara status sosial. Sebagaimana Sari, ada juga yang
berasal dari keluarga yang broken home
(hlm. 23-32).
Akhirnya, konflik Sari
dengan ayahnya kian menajam. Pak Iwan tak suka Sari bergabung dalam geng yang
menurutnya hanya hura-hura dan tak jelas masa depannya. Pak Iwan bertambah
marah ketika Sari justru memiliki kekasih dari sesama anggota gengnya bernama
Satrio.
Pak Iwan yang menginginkan Sari menikahi laki-laki kaya demi
bisa membantu keperluan ekonomi keluarga tak tinggal diam. Tanpa persetujuan
Sari, Pak Iwan memutuskan secara sepihak calon suami Sari. Haydar, diterima
lamarannya. Hari pernikahan Sari dengan Haydar sudah ditentukan. Sari yang
mendengar kabar itu hanya bisa menangis pilu. Kesedihan menggoncang jiwanya.
Dengan segala siasat, Sari yang sudah beberapa hari minggat dari rumah dicari
sampai ketemu oleh Pak Iwan (hlm. 173-197). Tak tanggung-tanggung, Sari
dipingit di dalam rumah sampai hari pernikahannya dengan Haydar tiba.
Novel ini menggambarkan pergulatan batin seorang perempuan akibat
sikap otoriter ayahnya. Kebutuhan ekonomi keluarga memang harus dipenuhi, namun
sikap Pak Iwan justru membuat hati Sari tercabik-cabik. Pernikahan Sari dan
Haydar yang dipaksakan pun akhirnya kandas. Ketidakbahagiaan dirasakan Sari
karena Haydar justru merendahkan martabatnya sebagai seorang istri sekaligus
seorang perempuan.
Apa yang tersaji dalam
jalinan cerita novel ini tak dimungkiri kerapkali terjadi di tengah masyarakat
kita. Himpitan ekonomi memberikan dampak tak sederhana. Sebagaimana Sari,
banyak anak di negeri ini sering menjadi korban dari kemiskinan orangtuanya.
Novel ini sedikit banyak bisa menjelaskan fenomena sosial di sekitar kita,
seperti kekerasan dalam rumah tangga, anak putus sekolah, anak yang tak kerasan
di rumah, dan anak yang lebih enjoy
menyatu dengan teman-teman gengnya. Sebagian penyebabnya adalah faktor
kemiskinan dan sikap otoriter orangtua.
Armawati,
Pembaca novel, bermukim di Purworejo