Oleh
Junaidi Khab
Judul : Pernikahan Hybrid Studi Tentang
Komitmen Pernikahan Wong Nasional di
Desa Patokpicis Kecamatan Wajak Kabupaten Malang
Penulis : Dr. Ahmad Junaidi
Penerbit : Pustaka Pelajar
Cetakan : I, Mei 2013
Tebal : 268 halaman
ISBN : 978-602-229-207-4
Pernikahan
merupakan ikatan untuk membangun bahtera keluarga dengan satu suami dan satu
istri atau beberapa istri lalu mendapatkan keturunan. Yang lumrah dalam doktrin
keagamaan, laki-laki boleh menikah sampai orang perempuan, itu jika masih mampu
berlaku adil di antara para istri-istrinya. Namun, seorang perempuan dalam
doktrin keagamaan dilarang untuk menikah lebih dari satu orang suami. Itu sudah
menjadi aturan yang mutlak dan menjadi pedoman umat seluruh dunia.
Namun
sangat unik dan ganjil jika ada seorang perempuan memiliki lebih dari satu
orang suami (poliandri). Ini menjadi polemik yang seakan menurunkan citra
seorang perempuan yang dengan fitrahnya hanya boleh memiliki satu orang suami
saja. Kali ini, buku yang berjudul Pernikahan Hybrid ini akan mencoba
menganalisa bagaimana pernikahan seorang perempuan dengan lebih dari satu orang
suami. Salah satu tempat yang menjadi objek analisa yaitu desa Patokpicis Kabupaten
Malang yang mayoritas masyarakatnya menjadi TKW dan menikah dengan sistem
poliandri.
Mayoritas
di desa ini merupakan penduduk yang selalu bekerja ke luar daerah, atau
sebutannya menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja ke beberapa negara.
Ada yang ke Malaysia, Hongkong, dan juga ada yang bekerja di dalam negeri, Bali.
Dari
sekian persoalan yang terjadi di desa Patokpicis, Malang ini, dipicu oleh dua
faktor yang menyebabkan seorang perempuan melakukan poliandri. Pertama,
disebabkan oleh faktor lemahnya agama sebagai kontrol sosial. Kedua,
disebabkan oleh faktor ekonomi dengan bukti mereka banyak yang merantau dan
bekerja ke luar daerah bahkan ke luar negeri (hlm. 200-203).
Memang
sudah lumrah jika ekonomi tergolong kurang memenuhi kehidupan seseorang bisa
menyebabkan banyak persoalan dan hal-hal yang tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku. Dalam penelitian ini, ketidakseimbangan ekonomi menjadi faktor
para wanita di Patokpicis merantau lalu menikah lagi dengan pria lain. Namun
uniknya dari pernikahan itu sang suami biasa-bisa saja dan menerima apa yang
dilakukan oleh istrinya dengan bersuami dua.
Sebuah
pasangan suami-istri, Ksm dan Spt. Ksm tahu kalau Spt bersuami lagi ketika
bekerja di Bali dengan seorang bule dan dibelikan sebuah rumah, namun Ksm
biasa-biasa saja. Ksm hanya mengaku sebagai kakak dari Spt dan sebagai tukang
ojek ketika Spt mau berkunjung ke rumah suami bulenya ketika dibutuhkan.
Suatu
ketika, Ksm pernah mengunjungi Spt di rumah yang diberi oleh suami bulenya.
Ketika sedang asyik berbincang-bincang, tiba-tiba suami bulenya tersebut
datang. Ksm langsung ke kolong dipan. Suami bulenya terus masuk ke kamar dan
mengajak Spt untuk berhubungan badan. Sementara Ksm tetap berada di kolong dipan
tempatnya tadi (hlm. 203-204) Beberapa kasus lain yang terjadi pada TKW ada di beberapa
dusun di desa Patokpicis. Seperti Dusun Klakah, Sumbersuko, dan Patokpicis
Krajan.
Buku
ini mencoba untuk menganalisa sebuah percaturan tentang pernikahan yang langka
terjadi sebagaimana biasanya, yaitu poliandri. Ulasan dalam buku ini dengan
beberapa teori yang digunakan mencoba untuk menemukan alasan utama yang
menyebabkan poliandri terjadi di desa Patokpicis Malang. Sebagai sebuah riset,
buku ini dimulai dengan basa-basi macam teori yang akan dibahas layaknya sebuah
penelitina-penelitian sebagaimana biasanya. Mulai dari latar belakang,
signifikasi studi, pandangan TKW terhadap komitmen pernikahan dan hingga pada
persoalan pernikahan poliandri yang terjadi dalam objek penelitian itu sendiri.
Junaidi Khab, mahasiswa Jurusan Sastra
Inggris
Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel Surabaya