Puisi
Peluh dalam Kata
Terasa lelah ku bertahan
Menyusuri jalan-jalan
kerinduan
Dalam janji terbuai mimpi
Terbalut rayu terangkai
sunyi
Aku dan jiwaku adalah satu
Namun keinginan dan
kenyataan tak lagi mampu menyatu
Nalarku menggerutuk semu
Pada janji kepala-kepala
batu
Ego dan harga diri
membumbung jauh
Mengekor pada kebijakan
lusuh
Demi meneguk setetes
nikmat yang membasuh
Meski kesejukan hanya
sebatas keringnya peluh
Tiada kata mampu terlukis,
mengurai beban derita yang mengakar
Dalam sunyi letih menyapa,
dalam gemuruh kehidupan raga terbakar
Tanpa sanggup berteriak
lantang pada kemelaratan
Tanpa daya berkuasa pada
kesenjangan
Ini lah potret penghuni
alamku
Lukisan peluh tak
berwajah, nyanyian derita tak bernada
Bagai pilu bersemburat
tawa, enggan menyerah pada jalan terjal nan berliku
Dengan keringat terkucur
mereka melangkah tanpa mau mengalah
Aku dan Kehidupan
Hidupku hanyalah sekeping
raga yang terbuang
Dilempar kemewahan dari
istana kemapanan
Hidupku cerminan ribuan
orang
Yang mengais janji dalam
kepasrahan
Aku adalah secercah cerita
untuk anak-cucu generasi penerus bangsa
Kehidupanku menjelma kisah
yang tak habis ditelikung masa
Disebar dalam buaian
mimpi-mimpi penuh tawa
Harapan tulus teriring
jua, agar kelak tiada lagi tunas pupus sia-sia
Rinduku pada kehidupan
menggores jejak bersanding do’a
Pada langit yang
mendengar, pada Bumi yang menyaksikan
Aku dan kehidupan tak kan
terberai terhempas luka
Luka kemelaratan berbalut
keterbatasan.
Kala Sajak Sunyi Menyapa
Siang dan malam adalah ketentuan alam
Masa dan kehidupan suratan Tuhan
Kala mentari menjejak
bumi, peluh tertarik pagi
Bulan menghalau sunyi,
dalam sajak do’a berkepanjangan
Kenikmatan adalah ujian,
Kesengsaraan bagian dari
cobaan
Tak kan ada hidup tanpa
rintangan
Meski kenyataan terhampar
jalan, lurus nan datar
Kesemuan tak kan selamanya
menjejal nalar
Sajak Sunyi lambat laun
kan menyapa
Pada raga-raga letih
berpeluh durja
Tuk panjatkan do’a dalam
untaian dzikir bersendi asa
Dalam gelap menjalar sepi
Kehampaan sirna tersebab
datang cahaya-Nya
Uluran kasih tak kan mampu
tertangkap indra
Hanya hati yang kan
membaca bait-bait rahmat-Nya.
Membimbing diri tuk menuju
Jalan
Meski duri dan kerikil
tajam senantiasa terinjak
Namun, Tuhan tak kan berpaling
Dari hamba-hamba-Nya yang
tak lelah bermunajat do’a di sepanjang malam
Semarang, 2013
--------------------------------------------
M. Adib Susilo, mahasiswa
IAIN Walisongo Semarang. Anggota Forum Lingkar Pena Semarang. Beberapa karyanya
telah dimuat di beberapa media, Purnama di Kota Atlas (dibukukan dalam Antologi
Cerpen Mutiara Berdebu), Rumah Kertas (dimuat Majalah Santri), Puing
Kelam Kota Lama dan Langit Muram di Atas Tanah Tak Bertuan (dimuat
di Majalah Magesty). Puisi Parade Mimpi di Negeri Dongeng pernah dimuat
di Media Mahasiswa dan Puisi Embun Pun Kehilangan Tempat Berpijak dimuat
di Eramadina.