Puisi
Sesiang Ini
Sesiang ini matamu memberatkan mataku
Menerjemahkan awan yang berenang di kolam
Aku membiarkan lidah dipenjara gelisah
Sempit kata, tidak meluaskan mimpiku merakit
asma senja
Masih gemuruh suara menghimpit lidahku, senyum memberat
Mengeraskan kecupan matahari di lembah pipiku
Aku membiarkan keluh mengerami harapan, akan menetas
di pucuk malam
Siang yang
merampas
kelembutan embun
tidak menyisakan sunyi menghampar sajadah bumi di hatiku
TanahPuisi 6/10/12
Ruang Apa Aku Menikmati Luka
Sajak lain di lembah matamu
Aku telah menghindar dari rayu matamu yang senja
Tidak kembali menepi ke pelabuhan tempatmu menyepi
Sekian kali aku redami gelisah luntur kecamuk di dada
Semakin risih saat sesiapa menghuni ruang di hatimu
Aku menggali kenangan di senyum yang memberatkan langkah
Kejalan gemerincing angin memetik dedaun, tidak
menyisakan debu
Mengecup bibir kemarau di hentak musim yang memucat
Segala kubiarkan melengang sampai kunikmati luka rerumput
Masih biru dedaun di tetangkai menghardik mataku
Seluas langit aku memandang menyirami bebukit
Tidak peduli ruang di hatimu berpenghuni mengekalkan anyir
tanah
Aku temukan maut mengibarkan bendera kematianku
TanahPuisi 8/10/12
Sisa Tabrakan Kapal
Masih adakah ruang tempatku menyulam gelisah, merakit luka
Agar aku nikamati senja seluas laut menghampar sajadah
airmata
Atau kecamuk tidak berhenti meniduri dongeng
Dongeng kanak-kanak sebelum kantuk menginjak mimpi
Aku temukan ombak melahirkan sunyi didermaga gemuruh pecahan
tangis
Tidak ada tanda berhenti merenungi badai, sejenak mengiba
Bahkan di teras hati senantiasa aku bersihkan menjelang pagi
Menyambut embun serta nasib yang menggantung di tetangkai
matahari
Kesetiaan mengeras menciptakan rindu di helai kemarau memucat
Harap luka meluaskan hening di ketiak senja yang gemetar
Agar ombak dapat aku nikmati seluruhnya.
Dengan tadabbur yang bagaimana bisa memecahkan takdir bumi
Bahkan laut tidak meluaskan kelembutan maut meronda di
hatiku
Tidak ada pelaut kapal menyepi menuntasi kenangan di rahang
ikan-ikan
TanahPuisi 8/10/12
Menyimak Kata
Sebuah ruang dengan buk dosen
Aku telah menyimak kata serta seruan ghaib berlumpuran di bibir
senja
Sedalam laut aku menyelami kalimat, kisah pemberontak yang
unik
Menekuni duri usia di helaan fajar yang merakit senyum
matahari
Embun tidak menetes di dedaunan sisa subuh mengekalkan sujud
ombak
Tetapi dengan anggukan yang bagaimana aku isyaratkan
kepadamu
Sebagai tanda suaraku tidak sanggup melunasi kunkungan
Bahkan suaramu kandas di pantai tempat pemberontak merakit
bahasa
Disana aku menyirami bianglala agar hunian tidurku lebih
nikmat
Dari cerita kanak-kanak yang senantiasa kau nyanyikan sebelum
bubar sekolah
Aku mencoba tenggelam di kolam mimpimu serta helaan dengus
nafasmu
Menikmati seruan ghaib ke jalan menuju sungai, bebatu di
sana kerikil
Seperti loncatan kalimat aku terhenyak dikibaran airmatamu
Membakar matahari menyulut ombak dalam diri
TanahPuisi 7/110/1
Ombak Lain
Seamsal laut tubuhku melahirkan beribu gelombang
Tidak bisa kau jamah dengan hening memberatkan gelisah tanah
Di mataku risih membatu mengekalkan sujud rerumput
Gemetar merajai hati akan meronta dikibaran angin
Pada siapa kecamuk merebahkan hening matahari
Merahasiakan dengus yang melahirkan beratus airmata
Aku menyuarakan luka pada ketukan ghaib di ubun senja
Terasa maut merayap di dinding menebalkan gelisah tanah
Maka hunian musim selalu menghardikku
Mencemoh langkah kejalan bianglala menggali senyum bumi
Sampai lupa mengejar bebayang lari dari kejaran mimpiku
Hilang arah kemana angin pernah menuliskan kenangan
4/10/12