Puisi
Fragmen di Jalan Raya
penuh
lalu-lalang pengendara
tubuhku
gigil dan gemetar
pohon
rambutan menatapku saru
sebab
ia tau aku beku
saat
termangu
tak
dapat membaca jarum jam berdetak
semua
mati tanpa kecuali
tapi
mengapa kadal itu meradang?
menerjang
pusar aspal jalan
padahal
bibir roda hampir menciummu
gigilku
saja hampir memucuk api
hampir
pecah nadi dalam nadirku
sampai
paling hulu
dan
semua mengudara perlahan
tersebab
sampai kau di tepian
Purwokerto, 2013
Pecah
Dalam Darah
tapak tilas company
menghampiri perbukitan
perlintasan area hitamku
paling belenggu
_kawanan company kian memburu
lalu hinggap pada benteng nadirku
dan menawan getir paling hulu_
gua dalam ubun membeku
segumpal darah pecah
meruah pada detak-detak
paling menyergap
butiran pelor kian menjuru
pada kutub batin terhening
dan borgol melingkari uburku
tertangkap dalam mortir gelap
Purwokerto, 2013
Riwayat Hujan Senja
kabut
menghitamkan awan kelabu
sementara
aku hilang
tertiup
kesiur angin hujan
dan
terbawa gelombang selokan
hujan
itu lalu mengendap
dalam
gelombang guntur
mengairi
tanah kemarauku
yang
rindu kebasahan
Purwokerto, 2013
Desir Gasir
ladang
sawah di bibir senja
petani
mengeja galengan sawah
puyuh
pun kembali ke tanah
burung
emprit merapatkan barisan
menuju
rimbun pohon waru
larung
meretakan sinarnya
awan
senja menjelma kelam
berganti
rekah bulan
semakin
sempurna
kawasan
ladang sukmaku
kian
memaku
mendengar
lirih suara samar
yang
tak asing kuterka
ku harokati setiap notasimu
hingga
membayi di ibu nadir
dan
kugelar pertapa sunyi
menghantar
desir menjelma gasir
Purwokerto, 2013
Kali
Gung
sebuah pertapa kecil
terhembus bius kali tenang
muaranya membidig
cekungan bendungan hilir
sater air mengendap
dan menarik pelepah pisang yang
mengapung
saat berenang hendak menyebrang
tepian sungai serayu
angin pun berbisik lirih
memompa denyut nadi
pelepah pisang yang setengah mati;
mencapai tepian ‘Kali Gung’
Purwokerto, 2013
Joglo
Jawa
papanmu tegak
dan menopang seisi nadi
yang bersandar dalam nafasku
penegak tulang rusukku
memberikan atap yang keramat
pada usuk yang berderet
dalam anyaman nadirkuper
yang tersentuh dari adi kodrati
pintumu memberikan arah
di setiap langkah kuberjalan
menyusuri gedheg dadaku
yang merambat sampai pada pagar jiwaku
dalam pagar jiwaku kau merayapi
hingga keropos dan berbribik
menghambur-hamburkan butiran kecil
yang merobohkan seisi bangunan
Purwokerto, 2013
Belerang
Tua
denyut nafas nafas kecebong menguning
serupa cahaya
yang terpantul
dasar lumut dari dasar permukaan
tenang kecobong dalam pangkuan
dekapan kasih bau bacin
dalam ruang kebisuan air belerang
yang bermuara hingga ke lorong-lorong
kedalaman sumber tak tertembus
meskipun gantar berkilometer
akupun mencoba tuk meneguk dan
menyelami hingga ke lorong-lorong
Purwokerto, 2013
Adhy
Pramudya, lahir di desa terpencil,
di tepi sungai Serayu (Banyumas), pada 12 Oktober 1993. Kuliah di Prodi Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Muhamadiyah Purwokerto. Bergiat di Komunitas Sastra Pojok Stasiun, dan
Komunitas Penyair Institut.