Ditulis Ari Sulanjana
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Semalam sewaktu perjalanan saya dari Bandung menuju Semarang di daerah Tegal, sekitar pukul 00.30 setelah
saya selesai shalat Isya di suatu masjid dan akan makan di sebuah rumah makan
di depan gudang Bulog setelah kota Tegal, tiba-tiba terjadi keributan di seberang
tempat saya akan makan. Saya pun keluar dari mobil dan menyeberang untuk melihat
keributan tersebut. Ternyata ada 2 orang laki-laki yang memakai atribut rompi FPI
sedang adu mulut dengan 1 orang pemuda yang dituduh sebagai anak jalanan yang
sukanya minum minuman keras. Padahal pemuda tersebut sedang duduk beristirahat
di sebuah warung yang sudah tutup, yang kebetulan di warung sebelahnya juga
sudah tutup tapi ada beberapa anak punk sedang minum minuman keras. Entah
bagaimana awalnya sampai terjadi keributan, soalnya waktu pertama saya datangi
dan beberapa sopir truk serta kernet truk, keributan itu sudah terjadi.
Setelah banyak orang
melihat apa yang terjadi, mereka yang ribut diajak ke warung yang masih buka
untuk menyelesaikan dan ditanyakan oleh beberapa warga kampung sekitar tentang
keributan yang terjadi. Pemuda yang memakai jaket kulit dan menenteng tas
gendong menceritakan awal muasal sampai terjadinya keributan:
Pemuda: “Awalnya saya
sedang beristirahat di warung depan seberang jalan, dari jam 8 malam saya sudah
beristirahat di warung tersebut. Saya dalam perjalanan syiar jalan kak pulang
pergi Banten Madura dari pondok pesantren di Pandeglang Banten. Saya istirahat
karena sudah lelah berjalan dari mulai Comal Pemalang jam 6 pagi sampai di sini
jam 8 malam. Saya putuskan istirahat di warung yang tutup, kebetulan ada
dipannya (semacam tempat tidur dari papan kayu), ya saya istirahat saja di
warung itu.”
Warga: “Lah terus ada
masalah apa sampai terjadi keributan Anda dan 2 orang ini (FPI)?”
Pemuda: “Saya tidak tahu
awal mulanya terjadi keributan. Saya bangun karena mendengar keributan itu.
Saya lihat 2 orang ini mengusir beberapa anak yang rambutnya gak karuan, ya
saya diam saja karena pada saat saya istirahat mereka belum ada. Saya tadi
hanya sendiri, saya berdiri untuk melihat ada apa. 2 orang ini mengusir anak
jalanan yang tadi sudah pergi. Tiba-tiba tanpa menanyakan saya ini siapa, kok
maen tendang. Kebetulan tas yang saya bawa posisinya di depan. Saya tidak
menyangka akan ditendang seperti itu, ya saya terjatuh. Mereka bilang ke saya
pakai bahasa Jawa yang saya tidak mengerti apa yang mereka ucapkan. Lalu saya
bilang maaf ada apa ini kok maen tendang, dan jangan pakai bahasa Jawa karena
saya bukan orang Jawa. Terus mereka marah-marah kepada saya menyuruh saya pergi
dari sini untuk ikut anak jalanan tadi. Saya bilang saya bukan teman mereka.
Belum sempat saya jelaskan mas yang satu ini nendang lagi tas saya. Ya saya
marah karena di dalam tas saya ada Kitab Suci al-Quran.”
FPI: “Kenapa kamu gak bilang
dari awal kalau di tas kamu ada al-Quran?”
Pemuda: “Apa mas tadi
bertanya kalau mau nendang saya? Kan Anda langsung nendang saya tanpa
menanyakan saya ini siapa. Anda jangan menilai setiap orang itu sama hanya
karena saya memakai kaos oblong bercelana pendek, terus Anda dengan enaknya
main tendang aja.”
Warga: “Dengar dulu
pembicaraan masnya ini.” (Warga berkata sama anggota FPI). Terus gimana mas?”
Pemuda: “Ya saya tanya ke
orang ini, kenapa menendang saya dan apa salah saya, mereka tetap bilang sudah
ikuti teman kamu dan jangan bikin kotor kota saya sama anak berandalan kaya
kamu.”
FPI: “Saya tidak bilang
seperti itu.”
Pemuda: “Saya pegang
al-Quran, Anda berani bersumpah di atas al-Quran ini kalau Anda tadi bilang
seperti itu?”
FPI diam tidak berani
jawab.
Pemuda: “Nah mas yang
nendang saya ini orangnya kok emosian. Saya tanya tadi sama Anda kan, kenapa
Anda menendang saya? Anda tetap saja bilang saya berandalan dan Anda menarik
tas saya untuk menyuruh saya pergi. Karena saya tidak mau pergi, Anda mencoba
menendang saya lagi. Ya sudah saya lawan, saya dorong dia sambil saya bilang
kalau di tas saya ada Kitab Suci al-Quran. Mas yang satu ini sudah siap mau
memukul saya, saya cepat buka tas saya dan saya keluarkan al-Quran dari dalam
tas saya. Saya jelaskan saya anak pesantren yang lagi jalan, tapi mas yang ini
emosi karena saya dorong sampai dia terjatuh. Saya terangkan Anda sudah berbuat
dzalim kepada saya dan Kitab Suci umat Islam, karena Anda tadi menendang saya
pas mengenai tas saya, saya simpan tas dan al-Quran di dipan. Saya ajak mereka
duduk bicara baik-baik, tapi mas ini (menunjuk orang yang menendang tasnya)
emosinya gak bisa dikendalikan. Dia terus berteriak menantang saya untuk
berkelahi. Saya heran apa dia tidak melihat apa yang saya bawa?”
FPI: “Kalau kamu anak
pesantren kenapa kamu tidak berpakaian sejatinya anak pesantren?” (dengan nada
emosi).
Pemuda: “Loh saya kan
jalan kaki mas, bukan pakai kendaraan seperti Anda. Saya berpakaian seperti ini
karena pakaian yang paling bersih untuk kupakai shalat, dan tidak ada salahnya
saya berpakaian seperti ini. Yang saya pakai masih sopan kok.”
FPI: “Kamu kenapa gak
istirahat di masjid malah tidur di warung, katanya anak pesantren!”
Pemuda: “Maaf mas, saya
tadi sudah bilang, pakaian saya kotor. Saya tidak ingin mengotori masjid
meskipun itu hanya tidur di serambinya saja. Masjid itu tempat untuk ibadah bukan
tempat untuk tidur. Anda seharusnya mengerti kan Anda orang dari organisasi
keislaman. Apa anda tidak diajarkan amir Anda?”
FPI diam tak bisa ngomong.
Pemuda: “Musafir itu
jangan dilihat dari pakaiannya. Kami para musafir justru berpakaian seadanya. Kenapa?
Karena bagi saya dan rata-rata musafir yang berjalan kaki, pakaian yang paling
bersih, sarung yang bersih, itu untuk kami pakai di saat kami menunaikan ibadah
kepada Allah Swt. Anda mengerti itu.” (Sambil nunjuk ke orang FPI).
Ane di sini juga jadi malu
sama pemuda ini, belakangan diketahui namanya Muhammad Ilham. Ane malu sama
pemuda ini, ane yang pakai mobil aja kaga pernah berpikir seperti itu. Padahal
guru ngaji ane juga pernah mengajarkan kaya gitu
Pemuda: “Lain kali mas
tanya dulu siapa, orang mana, jangan maen tendang aja. Di agama Islam tidak
diajarkan kekerasaan seperti yang Anda lakukan. Anda gak pandang bulu langsung
maen tendang aja hanya karena saya berpakaian seperti ini. Anda masih mending
saya tidak membalas tendangan Anda. Tanya dulu baik-baik, pakai cara persuasif
(di sini ane mulai berpikir ini pemuda latar belakang pendidikannya pasti
tinggi). Anda jangan maen tendang maen teriak aja. Coba kalau Anda jadi saya
bagaimana? Tersingung tidak? Apa lagi dengan emosi yang seperti anda.”
Warga, FPI dan ane juga
pada terdiam semua.
Pemuda: “Apa perlu anda
saya ajarkan dari awal ajaran agama Islam? Apa perlu Anda saya ajarkan
hadits-hadits? Anda memakai atribut seorang muslim, Anda seharusnya malu dengan
pakaian Anda tapi kelakuan Anda tidak mencerminkan seorang yang beragama.
Bolehlah kita marah sama orang ygan suka mabuk, maksiat, tapi bukan dengan cara
seperti kekerasan yang Anda pakai. Ada orang mabuk, ajak mereka baik-baik
kembali ke jalan yang benar, bukan dimusuhi dan dianggap sampah masyarakat. Ada
yang suka bermaksiat jangan dibilang orang-orang murtad. Justru itu kesempatan
kita untuk beribadah dengan cara mengajak mereka kembali ke jalan yang benar.
Jangan pernah bosan mengajak mereka.”
FPI diam aja, mereka malah
berdiri mau pergi.
Pemuda: “Anda mau ke mana?
Duduk dan dengarkan saya. Saya nyantri bukan 1, 2 atau 5 tahun mas, saya
nyantri sudah lebih dari 15 tahun. Duduk, saya ajarkan ajaran agama yang
betul.”
FPI: “Tidak perlu, sudah
kalau memang tidak ada masalah saya mau pergi.”
Warga: “Loh kenapa gak mau
mas mendengarkan masnya ini taushiyah?”
FPI: “Tidak perlu. Sudah
saya mau pergi aja.”
Pemuda: “Sudah pak biarkan
saja kalau mereka mau pergi, gak ada gunanya berbicara dengan orang emosi.
Biarkan saja kalau mereka mau pergi. Saran saya sama mas mas ini, belajar lagi
agama yang baik dan benar. Jangan hanya bisa berpakaian seperti ini tapi tindak
tanduk Anda jauh dari ajaran AGAMA. sekali lagi saya bilang, agama tidak
mengajarkan kekerasan.”
Pade pergi tuh 2 orang FPI
itu. Kayaknya malu sama mas Muhammad ini. Ane malah jadi ingin ngobrol sama mas
ini. Herannya dia gak mau dipanggil ustadz, kata dia kyai, gus, ustadz itu
hanya panggilan aja, panggil nama saja sudah cukup. Guru saya pun tidak mau
dipanggil seperti itu kata mas Muhammad ini, gurunya cukup dipanggil abah aja.
Kaya gitu kejadiannya, ya
obrolan antara ane, warga setempat, sama mas Muhammad malah berlanjut sampai
menjelang Shubuh. Terus kita sama-sama ke masjid kampung setempat. Mas Muhammad
yang adzan dan yang jadi imam ketua RT setempat.
Maaf obrolan yang lainnya
gak saya sampaikan di sini, kepanjangan soalnya. Foto-foto tidak ane lampirkan
di sini karena ane takut dituduh menyudutkan FPI. Yang jelas, 2 orang itu
anggota FPI dari Pemalang, berdasarkan keterangan 2 orang tersebut.
Sumber: Generasi Muda NU
Sumber: Generasi Muda NU
------------------------------------
Ini tanggapan Muhammad Ilham, si Musafir asal Jepara yang ditendang tas isi Al-Qur'ann-nya, di Kaskus. Klik sini