Oleh Muh. Fardan N
Orang Mukmin bukanlah sekedar orang yang percaya kepada
Allah, tetapi ia juga seorang mujahid yang berjuang menegakkan keadilan dan
melawan serta penindasan, apalagi kalau ia justru mendukung sistem dan struktur
masyarakat yang tidak adil, walaupun ia percaya kepada Tuhan, orang itu masih
tergolong kafir (Asghar Ali Engineer )
Islam
muncul pertama kali sebagai agama paripurna pada abad 7 M dan berkembang luas.
Secara umum, Islam dipahami sebagai agama yang dibawa oleh seorang nabi bernama
Muhammad SAW. Untuk memahami Islam dan ajarannya, tidak bisa dipisahkan dengan
sejarah (sosio-historis) yang
menyertainya. Islam hadir tidak hanya menyerukan kalimat tauhid Laa ilaaha illa-Allah, tetapi juga
melakukan praktik pembebasan terhadap ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi
yang terjadi pada saat itu.
Telah
terbukti melalui sejarah, Islam hadir dan mengembangkan ajarannya senantiasa
membela kepentingan kaum mustad’afin yang
dirugikan. Praktik perbudakan yang terjadi pada masyarakat Makkah pada saat itu
secara perlahan mulai dikikis dengan hadirnya ajaran Islam yang didakwahkan
oleh Nabi Muhammad SAW kepada masyarakat Makkah.
Ajaran
Islam yang dibawa oleh Rasulullah mengandung nilai tauhid dalam kalimat Laa ilaha illa-Allah memiliki spirit
pembebasan dari penindasan dan tirani oleh kafir Quraisy yang menguasai
struktur sosial dan ekonomi masyarakat Makkah.
Dalam
beberapa literature, konsep tauhid dipahami sebagai konsep kepercayaan dasar
dalam Islam. Namun, apa yang kita lihat dalam potret pengajaran nilai tauhid
dalam pendidikan kita hanya memandang tauhid sebagai aspek teologis yang seakan
terpisah dari realitas sosial masyarakat. Sehingga hal ini hanya dijadikan
sebagai dogma yang tertanam tanpa bisa memberikan kesadaran (consciousness) kepada umat Islam dalam
menjawab berbagai problematika umat dan bangsa yang makin kari kian kompleks
saja.
Tauhid Sosiologis
Lantas apa relevansi konsep tauhid yang
diajarkan oleh Islam dan disebarluaskan oleh Nabi Muhammad SAW pada saat itu? Hal
ini dapat kita telaah dengan melihat implikasi sosial yang timbul seiring
dengan berkembangnya Islam. Tauhid yang dipahami secara teologis hanya mampu
menunjukkan dan menyatakan bahwa hanya Allah-lah Tuhan yang patut disembah.
Akan tetapi merujuk kepada sejarah perkembangan Islam yang terjadi di Mekkah
pada Abad 7 M, nilai tauhid tidak hanya sebagai konsep ideal dan ajaran
teologis. Nilai tauhid benar-benar menjadi alat pembebasan dan mampu
menggerakkan umat muslim menegakkan keadilan dan menghapus penindasan pada
zaman itu. Hal ini terlihat dari peran
Islam yang pada saat itu melakukan pembebasan terhadap praktik perbudakan.
Implikasi
sosial yang terjadi yakni, pertama, dengan
hadirnya pemahaman nilai tauhid yang mengakar pada masyarakat Islam yang
dibangun oleh Rasulullah SAW, akan menghapus sistem feodal masyarakat Mekkah
yang pada saat itu. Meskipun kehadiran Islam pada saat itu mendapat kecaman keras
dari pemimpin kafir Quraisy, tapi umat Islam mampu melawan dan menegakkan
kebenaran yang diyakininya meskipun dengan jumlah yang masih sedikit.
Kedua,
Ajaran Islam juga tidak membenarkan adanya penumpukan kekayaan kepada
segelintir orang. Hal inilah yang tercermin pada kondisi masyarakat Makkah yang
didominasi oleh para pemimpin kafir Quraisy sehingga Islam sangat mengecam
tindakan tersebut yang menyebabkan ketimpangan ekonomi dalam masyarakat dan
akan menyuburkan penderitaan yang mendalam bagi masyarakat.
Masa depan Umat Islam
Secara
kuantitatif jumlah umat Islam di Indonesia merupakan kaum mayoritas. Namun persentase
yang besar itu tak lantas membuat kita sebagai umat berbangga. Karena hal itu
bukan merupakan yang membanggakan bagi umat Islam ketika melihat peran sosial
ekonomi yang dijalankan. Terdapat beberapa paradoks yang terlihat jika melihat
kondisi umat Islam saat ini. Umat Islam dengan kondisi jumlah yang mayoritas
pada saat ini masih belum bisa memberikan sumbangsih apa-apa bagi tegaknya
keadilan sosial dan kesejahteraan ekonomi.
Di mana-mana,
kita menyaksikan kemiskinan, keterbelakangan, penggusuran, perampasan tanah dan
hal ironis lain yang menimpa umat dan bangsa. Namun, belum ada gerakan advokasi
yang kuat untuk mengawal kepentingan umat dalam pemenuhan haknya yang dirampas
oleh penguasa dan korporasi. Berapa banyak petani di desa dirampas tanahnya
karena proyek tambang yang akan dibuka oleh korporasi? Ada banyak lagi
peristiwa yang menimpa masyarakat kecil dan butuh advokasi namun luput dari
pengamatan umat Islam, utamanya Ormas Islam yang hari juga masih sibuk
mengurusi politik.
Umat
Islam akan senantiasa bisa membangun dan membentuk ukhuwwah dan persatuan yang
kokoh apabila mampu mempertahankan nilai tauhid yang diyakininya sebagai sebuah
sistem kepercayaan. Umat Islam tidak boleh apatis terhadap realitas sosial yang terjadi.
Munculnya kekuatan korporasi dan tirani tidak boleh dibiarkan begitu saja
menggurita dan menguasai kehidupan umat Islam.
Tentunya
kita berharap bahwa peran ulama dan kaum intelektual muslim dapat memberikan pencerahan
dan dorongan kepada umat Islam untuk dapat membangun ukhuwwah dan kekuatan
dalam membangun tatanan masyarakat yang berkeadilan sebagai cita-cita mulai
yang ingin ditegakkan seperti perjuangan Rasulullah SAW beserta para sahabatnya
ketika menyebarkan ajaran Islam pada masyarakat Mekah. Semoga.
Muh. Fardan N, mahasiswa UIN Alauddin Makasar,
Pustakawan Rumah Buku CaraBaca.