Aku Denganmu Sepasang Puisi
aku denganmu adalah
sepasang puisi yang terpasung di dinding kamar tak berjendela itu. dan sesekali cecak menapaki pada ruas-ruas liriknya. mungkin
mencari aroma malam yang menenun kenangan-kenangan sore yang cahanya terbaring
dalam akar akar pohon yang tumbuh rindang di dekat jambatan perempatan jalan
pulang
_panjang dan
kita tenggelam di dasarnya akhirnya petang;
Bandung/16/4/2013
Kita Mekar dari
Hayalan Pada Ikan-Ikan
aku melihatmu dari kejauhan
waktu, dan merayu angin agar sama-sama
merindu pada hangat pelukanmu ibu,
ya... warna sampir corak burung dan bunga bunga itu seolah
menjadi nyawa pada sajak pertemuanku dengan sunyimu
atau nyanyianmu kala malam yang berani mengintip mimpi di
atap rumah kita yang ruang kamarnya tak berjendela itu, sungguh menghadirkan
kehangatan atau lebih tepatnya seperti adukan kopi susu yang asapnya masih
tersenyum manja di tilam yang kau jahit dengan benang doa doa
tapi sekarang ketika kita lihat lekat lekat lentera yang
cahayanya remang remang itu. sudah tak mampu memberi susana romantis pada kamar
di mana aku besar dan menulis sajak masa depan
sesekali cahayanya
redup dan seketika mengundang gerimis atau mungkin karena jagung yang kau
simpan rapat rapat di lumbung telah kau tukar dengan masa depanku?
aku akan cemburu;
ibu,!
masih ingatkah bila senja datang dan kau menyuruhku membaca
sajak pada bulan yang cahayannya belum datang mengantarkan sembahyang?
kita sama sama menggaris halaman dengan mimpi dengan senyum
bahkan sesekali dengan tangis yang tak lagi
memberanda pada laut yang kehilangan gemuruh ombaknya
atau ketika pagi yang pura pura mngintip pada karung
rerumputanmu kita sesekali berteduh di pohon yang daun daunnya gugur pada
perangkap ikan ikan
; sesekali kita menghayal kelezatan itu
akan datang!
kita memang mekar dan semerbak dari hayalan hayalan yang
memaksa tumbuh pada ladang ladang harapan , meski doa dan jalan panjang kita
siram sebab keyakinan telah memahari pada kecadasan batu yang lancip di
pekarangan jiwa
senyum memang enggan bertapa mengharap ke ajaiban datang
pada kamar kita yang tak berjendela itu;
atau bahkan angin sering terhimpit karena terlalu memaksakan
kehendak masuk dari helai helai kamarku yang retak
apa lagi cahaya yang mengaku jantan dan kekar
seketika menjerit terhimpit pintu kamarku yang enselnya__ karat sebab terlalu lama aku
rawat dalam mimpi
begitupun pada pagi berikutnya
dimana kita kita tak lagi menepi pada laut yang asin
garamnya kita tukar dengan doa doa. hanya sesekali angin lewat kemudian tertawa
mengira kamar ku berjendela
Bandung, 12 Feb 2013
Kemudian Ritual Ombak Melaut Dengan
Ikan-Ikan
sebelum angin membawa kita berlayar jauh pada samudera
tempat kita menanam mimpi
maka kita dahului ombak dan ciumi lagi ritual-ritual halaman
rumah berhalaman panjang itu
atau kita basuh lagi ari-ari tunggal
meski sisanya kandas di halaman rumah-rumah tepat di jantung
berandanya
kita masih belum terlalu jauh menggayuh sampan ini pada
jantung kota laut
sebab angin malu-malu mendorongnya
atau cahaya bulannya enggan mengejar
lantas kita tersesat dalam hutan rimba di mana hanya ada
puisi kemudian sunyi
seketika kita hilang hanya ada lukisan yang gambarnya
terbelah menjadi garam yang matangnya sebab cahaya bulan
atau kita besar bukan karena sebab matahari?
kemudian kita menjadi garam yang asinnya nyinyir dan menjadi
danau yang riaknya suara jangkrik yang menangis
kemudian seperti riak hujan yang menapaki kerikil-kerikil di
pekarangan jamban yang pagarnya rapuh sebab angin mengamuk lantaran kehilangan
rupanya
kita benar-benar tersesat di mana hanya ada ikan ikan yang
bernyanyi dengan lagu kematian
dan ritual ombak mengejar burung
kemudian kita melaut dengan ikan-ikan
Bandung, 04
04-2013
Ku Hadiahi, Karena Kau Lahir Sebagai Mawar
_ Pada Eka Sari Marlina wiratmaja
sudah genap
empat hari waktu berlari dari tanggalnya tepat dimana kau lahir dengan selamat;
kubungkus puisi
ini dalam kado merah ke biru-biruan, niatku sebagai kado hadiah ulang tahunmu
yang kesembilan belas tahun katanya;
baiklah tepat di
bagian bait ini aku kan banyak bercerita tentang masa silammu dan kalau boleh
lancang ku coba juga menulis separuh dari apa yang kurasa pada mimpi-mimpimu,
mungkin tentang yang akan datang atau
yang belum juga rampung kau mimpikan, begitulah tawaranku yang mungkin
kau anggap ini adalah kekonyolanku atau bahkan kau akan bilang kegilaanku tapi
terserahlah kau mau bilang apa
seperti yang kukatakan
di bagian bait ini aku akan banyak bercerita
tentangmu tentang mawarmu yang mungkin kau sengaja lupa menaruk di
halaman rumahku tepat dibagian jantung atau memang kau benar-benar lupa bahwa
kau pernah menanam bunga-bunga sejenis mawar yang tumbuh indah, dan sekarang
sudah sampai waktunya kau memanen aronya. mungkin sebagai pengharum rumah atau penghias ruang hati kecilmu yang
keadaannya sangat sederhana, tidak perlu repot-repot buat pot atau sejenis
wadah yang berharga mewah kau hanya cukup menjaga, merawat ,siapa tau akan
tumbuh bunga-bunga lagi sebagai simpanan kala bunga yang satunya layu duluan
tepat pada
perayaan ulang tahunmu, pasti teman dekat teman jauhmu datang dengan sekantong
kado atau sebungkus makanan, walaupun kau pura-pura diam tak mau menceritakan
akupun juga pura-pura tau akhirnya kau tersenyum malu juga ,
akhirnya aku
tidak perlu pura-pura tersenyum atau pura-pura malu karena terlalu berat
membawa hadiah ulang tahun yang ku beli jauh-jauh hari sebelum kabar kau akan
lahir sebagai mawar
Bandung, 2013
Slem Reog, nama lain dari Slamet
Riyadi, mahasiswa STSI Bandung Jurusan Teater, lahir Desa Lesong Daya Batumarmar, Pamekasan, Madura,
Jawa Timur, pada 12 Januari 1993. Kegiatan
kesenian dan penulisan dimulai di pesantren Darul Ulum
Banyuanyar Pamekasan. Aktif di Sanggar Sastra Teater Kertas, Samba (Sastrawan Muda Banyuanyar). Di Pontianak, mendirikan kelompok Teater Laguna. Menulis puisi cerpen, karyanya pernah dibukukan antara lain: “Sepasang
Telaga Berkisah (2010)”, “Sore Di Tepi Kali” (2012), “Indonesia Dalam Titik 13, Antologi Bersama (2013)”. Beberapa
karya pernah dimuat Pontianak Post,
Radar Madura, blog-blog kolom sastra Majalah Al-Ikhwan, Oni, Orion, On The Wall.