Oleh Achmad Marzuki
Judul : Tan Malaka, The Leadership
Secrets of
Penulis : Argawi Kandito
Penerbit
: Oncor Semesta Ilmu, Depok
Cetakan : I, 2012
Tebal : x + 115 Halaman
ISBN : 978-602-96828-9-2
Konsekuensi sebagai pemikir akan dijunjung
tinggi-tinggi atau diasingkan ke pulau tak bernama bahkan dihilangkan tanpa jejak.
Tan Malaka adalah salah satu bapak bangsa yang jejaknya cukup kontroversial dan
radikal. Hal ini karena pemikirannya yang jauh ke depan. Pemahamannya dalam
dunia ide sangat cemerlang, saking cerdasnya mengenai politik kebangsaan, ia
menjadi penasehat presiden Sukarno, tanpa jabatan formal.
Bagi Tan Malaka, kekuasaan adalah hal yang
sangat luar biasa. Kekuasaan bukan sekadar memimpin dan memerintah orang lain.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang untuk menerjemahkan keadaan dan
menguasainya. Orang yang belum mampu melakukannya bukanlah penguasa sejati,
meskipun ia mempunyai jabatan. Seorang penguasa harus mampu memayungi rakyat dan
melindunginya, termasuk melindungi diri sendiri. Orang yang memiliki jabatan
tidak ada artinya jika ia tetap diintervensi oleh orang lain. Jabatan memang
memiliki jalinaan erat dengan kekuasaan.
Tan Malaka ahli dalam bidang filsafat, ilmu
sosial, dan politik. Penguasaan dalam tiga bidang tersebut memberikan pemahaman
tersendiri bagi Tan Malaka. Pemimpin politik, menurut Tan Malaka, tidak harus
duduk dalam posisi teratas, melainkan harus mampu membaca dan menerjemahkan
keadaan sekitar yang kemudian dikendalikan. Prasyarat ini tidak boleh hilang
dalam diri pemimpin bangsa.
Sebagai seorang pemikir, ia berpendapat bahwa
untuk menjadi bijak mengambil keputusan tidak mesti berpendidikan tinggi.
Pendidikan bukan satu-satunya syarat mutlak bagi manusia untuk mengembangkan
dirinya atau menjadikannya memiliki kemampuan yang terspesialisasi. Lingkungan
menjadi determinasi yang kuat dalam membentuk kesadaran (hlm. 80).
Buku ini terbagi menjadi dua bagian. Yang
pertama mengenai kehidupan Tan Malaka. Seperti pemuda Minang lainnya, Tan
Malaka gemar bepergian. Kesenangannya ini bertujuan untuk pengalaman dan
menambah wawasan, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Ia sempat ke Eropa,
Russia, dan Asia, terutama Asia Tenggara. Kiprah politiknya semakin lama
semakin membuatnya diburu sehingga ia sering berganti nama. Salah satu nama
yang sering ia pakai adalah Ilyas Hussein.
Dua hal yang tidak bisa lepas dari Tan Malaka; Partai
Murba dan Madilog (Materialisme, Dialektika, dan Logika). Selama ini Partai
Murba dikenal sebagai partai yang tidak mau tunduk pada Pancasila. Lebih
ekstrim lagi Partai Murba menantang Pancasila. Bagi Tan Malaka sendiri tidak
demikian. Dalam Partai Murba terdapat banyak pembahasan tentang Pancasila
dengan aksen dan pemikiran tersendiri. Ia menyatakan bahwa Pancasila bukanlah
sebuah jalan, melainkan tujuan.
Sedangkan Madilog adalah kristalisasi dari
pemikiran Tan Malaka. Sebenarnya ada buku lanjutan setelah Madilog yang
nantinya akan menjembatani antara Madilog dan Pancasila. Namun hal ini belum
terlaksana (ditulis) karena tidak ada yang benar-benar mempelajari Madilog
serta kurangnya respon positif dari masyarakat tentang Madilog.
Bagian kedua tentang kepemimpinan Tan Malaka. Lokus
kepemimpinan Tan Malaka sebagian besar dicurahkan dalam ranah pemikiran dan
dinamika sosial politik bangsa, baik sebelum kemerdekaan atau setelahnya.
Arahan dari kepemimpinannya tertuju pada pembentukan mental dan daya pikir
bangsa. Tan Malaka menyebutnya sebagai pengembangan sumber daya manusia atau human
capital.
Namun jika dicermati secara untuh antara bagian
satu dan kedua, memiliki satu bagian khusus yang mengerucut, yaitu pikiran Tan
Malaka terhadap kepemimpinan bangsa Indonesia. Pikirannya bernuansa ide dan
gagasan yang berujung pada euphoria.
Gagasan dan ide memang harus euphoria,
karena jika realitas lebih tinggi daripada ide, itu namanya bukan gagasan
tetapi komentar.
Argawi Kandito, penulis buku ini, adalah salah
satu orang yang istimewa. Dia dapat berkomunikasi dengan orang yang telah
meninggal dunia. Sudah beberapa buku yang ia lahirkan berdasarkan pengalaman
metafisik-spiritualnya. Seperti bukun Ngobrol Bareng Gus Dur dari Alam Kubur
dan Berjumpa dengan 26 Nabi. Setidaknya pengakuan dari orang yang sudah
wafat tidak akan berbohong. Tan Malaka pernah berujar “Ingatlah! Dari dalam
kubur saya akan lebih keras daripada dari atas bumi!”.
Achmad Marzuki, Ketua Demisioner Ikatan Keluarga Arek Jawa Timur (Ikajatim) IAIN
Walisongo Semarang