Oleh Sam Edy Yuswanto
Judul Buku : Jokowi-Ahok
Penulis : Rangga Warih Adiguna
Penerbit : Palapa
Cetakan : I, Januari 2013
Tebal : 188 halaman
ISBN : 978-602-255-029-7
Jokowi-Ahok adalah dua sosok baru
pemimpin Jakarta yang memiliki karakter kalem, bersahaja, namun tegas dalam bersikap.
Karakter inilah yang menjadi pembeda dengan mayoritas para petinggi negeri ini.
Mereka berani turun ke lapangan, mencari dan mendengar secara langsung ke titik
grass root yang terkenal dengan ‘blusukan’nya. Mereka menyaksikan (sekaligus
berinteraksi) dengan kondisi yang dialami rakyat kecil, sekaligus memikirkan
solusi yang tepat untuk mengatasi masalah yang dialami mereka. Pasangan duet
pemimpin ini menjadi babak baru pendobrak kekakuan yang terjadi pada wajah
birokrasi selama ini.
Buku setebal 188 halaman ini mengajak kita
untuk mengenali lebih dekat tentang sosok Jokowi-Ahok yang begitu membumi dan
mampu menyihir jutaan rakyat, bukan hanya warga Jakarta, melainkan rakyat
Indonesia secara umum. Banyak kalangan berasumsi: karakter serta gaya
kepemimpinan Jokowi-Ahok menjadi ‘spirit baru’ bagi seluruh rakyat agar bersikap
lebih terbuka, transparan, dinamis, komunikatif, turun langsung, tidak ada batasan
atas dan bawah, pejabat atau rakyat, dsb (hlm. 8).
Selama ini, mayoritas rakyat negeri ini
telah muak dengan penyakit bangsa yang selalu diterjang beragam masalah.
Kebobrokan (kemunafikan) lembaga-lembaga dan instansi-instansi pemerintahan,
mulai tingkat atas hingga tingkat paling bawah, membuat rakyat merindukan
format baru dalam bentuk kepemimpinan. Rakyat berasumsi bahwa instansi dan
lembaga yang seharusnya menjadi penjaga moral dan penegak hukum masyarakat,
ternyata sudah terjangkit penyakit kronis stadium empat dengan korupsi yang
dilakukan. Kendati Jokowi-Ahok termasuk bagian dari instansi itu, namun masyarakat
menilai bahwa mereka memiliki kompetensi berbeda dengan yang mereka lihat pada
sosok-sosok pemimpin kebanyakan (hlm. 16-17).
Joko Widodo (Jokowi) terlahir di Solo,
dari keluarga sederhana dengan kehidupan serba pas-pasan. Kesulitan hidup yang
pernah dialami membuatnya tumbuh menjadi sosok luar biasa dalam memaknai
kehidupan ketika telah menjadi pemimpin. Pembentukan karakter sederhana serta
kedekatannya dengan masyarakat bawah sejak kecil yang mempengaruhi cara
berpikir dan gaya kepemimpinannya setelah menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur
Jakarta. Begitu juga dengan Basuki Cahaya Purnama (Ahok). Sosoknya yang
bersahaja telah menghantarkan dirinya menjadi pemimpin ideal dan tegas. Awal
kariernya sebagai bupati Belitung Timur, membuat daerah tersebut sukses
menjalani pemerintahan daerah yang efisien untuk kepentingan rakyat (hlm. 18).
Berbekal keberhasilan Jokowi-Ahok di
daerah masing-masing, keduanya diyakini memiliki karakter nyaris seragam dalam
mengayomi masyarakat. Para pengamat pun berpendapat, bahwa keberhasilan
Jokowi-Ahok sebagai gubernur dan wakil gubernur Jakarta, menjadi indikasi nyata
bahwa Jakarta tidak hanya milik orang Jakarta, melainkan milik seluruh rakyat
Indonesia. Bila Jakarta memiliki beban berat dengan beragam masalah yang
dihadapi, maka bukan hanya rakyat Jakarta saja yang memikirkan, melainkan seluruh
rakyat Indonesia juga turut memikirkannya. Inilah keistimewaan Jakarta sebagai ibu
kota negara (hlm. 19-20).
Pada dasarnya, rakyat Indonesia
butuh model-model pemimpin seperti Jokowi-Ahok. Sudah selayaknya gaya-gaya
kepemimpinan lama kita tinggalkan dalam peta pemerintahan di era ini. Indonesia
butuh pemimpin yang tak hanya duduk santai, ongkang-ongkang kaki di balik kursi
empuk. Indonesia butuh pemimpin yang tahu kondisi rakyat dengan
sebenar-benarnya, bukan hanya sebatas laporan yang terkadang fiktif. Dan, itu
semua dijawab Jokowi-Ahok dalam kepemimpinannya saat ini. Sungguh, banyak pihak
mengharapkan, pola dan gaya kepemimpinan mereka diapresiasi dan ditiru banyak
pemimpin di negeri ini (hlm. 85-86).
Sam Edy Yuswanto, penulis lepas, bermukim di Kebumen.