Berpose: Siswa kelas sanggar menulis FAM Indonesia di Pare, Kediri. Kartini masa kini. (Foto: Rel/WAWASANews.com) |
Lewat
surat-suratnya, Raden Ajeng Kartini telah membuka mata banyak perempuan
Indonesia untuk bangkit dari kemiskinan, kebodohan, keterkungkungan adat, serta
menjadi perempuan merdeka. Lewat surat-suratnya pula, Kartini telah mengubah
pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan-perempuan pribumi Indonesia,
khususnya di Pulau Jawa.
“Semangat menulis (surat) yang dilakukan
R.A Kartini ini sepatutnya kita tiru, khususnya kaum perempuan Indonesia
sebagai Kartini-Kartini masa kini,” ujar Aliya Nurlela, Pengurus Pusat Forum
Aktif Menulis (FAM) Indonesia menyikapi pentingnya meneladani sosok R.A Kartini
yang hari lahirnya diperingati setiap tanggal 14 April.
Dia menyebutkan, pemikiran-pemikiran Kartini
yang tertuang dalam surat-suratnya, Habislah Gelap Terbitlah
Terang,
juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia, antara
lain W.R. Soepratman yang menciptakan lagu berjudul Ibu Kita Kartini.
“Secara fisik, sebagai anak priyayi
seorang bangsawan Jawa, mungkin saja R.A Kartini terkungkung. Tetapi karena ia
menulis, pikirannya lepas-bebas, dan ia dapat menuangkan segala gagasannya
untuk kemajuan perempuan Indonesia,” ujar Aliya Nurlela.
Dengan menulis pula, ungkap Aliya,
perempuan-perempuan akan memiliki aura kecantikan di wajahnya walau mungkin
saja secara fisik biasa-biasa saja. Artinya, perempuan yang menulis, dari
tulisan-tulisannya itu, orang akan melihat kalau ia orang terpelajar, cerdas, senang
dengan kemajuan dan tentu saja memiliki posisi penting di tengah masyarakat.
Membiasakan menulis menurut Aliya tidak
menjadikan seseorang kelak akan menjadi sastrawan, tidak harus. Apa pun profesi
yang dilakoni, dengan membiasakan diri menulis lalu mempublikasikannya lewat
media apa saja, akan mendukung profesionalitas profesi yang dimiliki.
Dia mencontohkan, seorang pelajar yang
membiasakan menulis, ketika duduk di bangku perguruan tinggi dan menjadi
mahasiswa ia akan menghadapi dosen-dosen yang memberikan tugas menulis makalah.
Jika sudah punya bekal yang cukup semasa menjadi siswa, maka menulis makalah
akan menjadi pekerjaan yang ringan baginya.
“Berbeda jika sedang dini seorang siswa
tidak membiasakan diri menulis, maka ketika menjadi mahasiswa, dapat tugas
menulis skripsi, biasanya ia akan keteteran, lalu melakukan tindakan yang
tercela, misal copy-paste tulisan
orang lewat google, lalu mengganti
nama penulisnya dengan namanya sendiri. Jika ini yang dilakukan, maka sejak di
perguruan tinggi, mereka sudah membiasakan perbuatan tercela, bagaimana nanti
ketika mereka lulus dan menjadi orang penting, bisa saja mereka melakukan
tindakan culas dan semacamnya,” papar Aliya.
Begitu juga, tambah Aliya, seorang
dokter yang menulis, maka ia akan menulis buku tentang dunia kedokteran,
bagaimana cara menyembuhkan penyakit misalnya. Seorang guru yang menulis, ia
akan menulis tentang dunia pendidikan, bisa saja ia menggagas lewat tulisannya
tentang ide-ide pendidikan agar Ujian Nasional ke depannya tidak lagi
bermasalah seperti tahun ini. Begitu juga dengan profesi-profesi lainnya.
“Jika semua orang memahami pentingnya
menulis, maka Indonesia akan menjadi negara hebat,” ujar Ibu dari Hibah dan
Najla ini.
Sementara itu, Ketum FAM Indonesia
Muhammad Subhan menyebutkan, perkembangan teknologi hari ini semakin memudahkan
siapa saja menuangkan gagasannya lewat tulisan. Berbeda di masa lalu, orang
yang ingin menulis tapi terkendala dengan alat tulis.
“Dulu orang menghasilkan tulisan lewat
mesin tik, sekarang sudah ada komputer, laptop, bahkan di handphone juga bisa menulis. Sudah seharusnya, generasi masa kini
lebih aktif menulis dari generasi masa lalu,” ujar penulis novel “Rinai Kabut
Singgalang” ini.
Dia menambahkan, FAM Indonesia sebagai
salah satu wadah kepenulisan nasional, berupaya bersama-sama untuk
menyemarakkan dunia kepenulisan. Sejak berdiri pada 2 Maret 2012 tahun lalu, ujar
Muhammad Subhan, FAM telah melebur ke sejumlah sekolah dan kampus-kampus dalam
berbagai kegiatan kepenulisan, dan mengajak siapa saja untuk aktif menulis.
“Menulis adalah terapi bagi jiwa yang
membutuhkan ketenangan, sebab lewat menulis, apa pun yang tersumbat di dalam
diri dapat dilepaskan dan menjadi karya yang luar biasa, dan mudah-mudahan
memberi manfaat bagi banyak orang,” ujarnya. (Rel)