Oleh Hendra Sugiantoro
Penulis : Kunal Basu
Penerjemah: Reni Indardini
Penerbit : Bentang,
Yogyakarta
Cetakan : I,
2012
Tebal : viii+380 halaman
ISBN :
978-602-8811-78-1
Mungkinkah
pernikahan terjalin dari jarak jauh tanpa pernah bersua? Meskipun terkesan
mustahil, hal itu dilakukan seorang laki-laki asal India dengan seorang
perempuan Jepang bernama Miyage. Snehamoy Chakrabarti, nama laki-laki India
itu. Kisah pernikahan dua sejoli yang “janggal” itu terpapar dengan tajuk The Japanese Wife—yang dijadikan judul
dari buku kumpulan cerita pendek ini.
Snehamoy
memiliki istri perempuan Jepang bermula dari surat-menyurat. Mereka telah
menjadi sahabat pena sejak Snehamoy kuliah di Kolkata. Lewat surat pula, mereka
mengikrarkan diri menjadi pasangan suami-istri. Setelah lulus kuliah, Snehamoy
menjalani hari-harinya dengan mengajar. Ia menjadi guru SMP di desanya (hlm. 4). Awalnya, pernikahan Snehamoy dengan perempuan Jepang itu memunculkan tanda
tanya, namun perlahan diterima oleh masyarakat sekitar. Rumah tangga Snehamoy
dan Miyage pun terjalin hanya lewat surat-surat! Coba bayangkan!
Snehamoy
sebenarnya diminta agar menghadirkan istrinya. Sejak orangtuanya meninggal,
Snehamoy diasuh oleh bibinya. Kata sang bibi, “Kapan dia akan datang? Kau harus
bertemu istrimu. Dia harus tinggal di rumah suaminya. Surat tidak bisa
menghasilkan bayi, kau tahu!” (halaman 14). Hebatnya, meskipun bersua hanya
lewat surat, Snehamoy dan Miyage saling percaya satu sama lain. Usia pernikahan
mereka mencapai 20 tahun tanpa pernah bertatap muka. Miyage justru mulai
menginjakkan kaki di desa asal Snehamoy ketika suaminya itu meninggal (hlm. 33).
Selain The Japanese Wife, cerita pendek lainnya
dalam buku ini berjudul Gelora Gangga,
Kafe Lenin, Naga-Teratai, Pawang Ular,
Hidup Imelda Marcos!, Sang Akuntan, Harimau! Harimau!, Onion Ring Bapa
Tito, Miss Annie, Dalang Terakhir, dan Pencari Mutiara. Ada
warna-warni kehidupan yang tersaji dalam rangkaian cerita pendek tersebut.
Menariknya, kita kerapkali diajak untuk menjejaki berbagai bagian negara. Tak
terkecuali Indonesia lewat Dalang
Terakhir yang mengisahkan laki-laki keturunan Tionghoa bernama Johann Bosco
Novi. Ia menikah dengan perempuan pribumi dan memiliki toko yang salah satu
jualannya adalah wayang. Kisah pewayangan pun dipelajarinya bertahun-tahun
sampai menguasai tujuh babak Ramayana. Kemampuan mendalangnya lumayan mumpuni
(hlm. 324-350).
Kunal Basu
yang pernah menjadi profesor di McGill University, Montreal, Kanada memang
lahir dari ayah seorang sastrawan dan ibu seorang penulis. Mungkin latar
belakang ini turut mempengaruhi kelincahan pena Kunal Basu. Ia pun lebih
cenderung ke “fiksi sejarah romantis” karena ketertarikannya pada sejarah.
Hendra
Sugiantoro,
Pegiat Pena
Profetik, kini tinggal di Yogyakarta