Esai
Oleh Hendra Sugiantoro
Merry Riana |
Capaian
Merry Riana bisa dikatakan fenomenal. Dalam usia muda, ia memiliki pendapatan
materi yang melimpah dari kerja kerasnya berwirausaha. Prestasi dan kiprah yang
dilakukannya menempatkan Merry sebagai motivator nomor satu di Asia dan di
Indonesia. Ketika berusia 26 tahun pada 2006 silam, ia bisa meraih penghasilan
1 juta dolar. Ia berhasil mewujudkan resolusinya untuk mencapai kebebasan
finansial sebelum usia 30 tahun.
Perjuangan
Merry sukses berwirausaha bisa menjadi inspirasi bagi siapa pun. Ada keberanian
membuat keputusan dan mengambil risiko dari seorang Merry, sehingga perempuan
keturunan Tionghoa yang “terpaksa” kuliah di
Nanyang Technological University (NTU) Singapura ini mengecap kesuksesan.
Pertama, keberaniannya untuk tak
bergantung kepada orangtua meskipun terbelit kesulitan finansial ketika
menempuh studi. Peristiwa Mei 1998 yang mencekam warga keturunan Tionghoa
memang menggagalkan keinginan Merry kuliah di Universitas Trisakti. Demi
keamanan, orangtua Merry memintanya kuliah di Singapura. Fasilitas utang
pendidikan di NTU sebesar 40.000 dolar (300 juta rupiah dalam kurs dolar
Singapura ketika itu) bisa dimanfaatkan. Uang untuk biaya
kuliah, biaya asrama, dan uang saku itu ternyata tak cukup memenuhi kebutuhan
keseharian di Singapura. Menyadari keuangan orangtuanya yang terbatas, Merry
diam seribu bahasa meskipun pernah rela makan mi
instan dan minum dari air keran ketika kuliah.
Kedua,
keputusannya terjun berwirausaha ketika lulus dari NTU pada tahun 2002.
Prestasi akademiknya di jurusan Electrical&Electronic Engineering sangat
memuaskan, bahkan ia memiliki peluang bekerja di perusahaan terkemuka dengan
gaji besar. Gaji fresh graduate
biasanya berkisar antara 2.500 sampai 3.000 dolar atau sekitar 17,5 juta sampai
21 juta rupiah. Keputusannya ini menjadi bahan tertawaan teman-teman kuliahnya,
namun Merry tetap bersikukuh. Kompromi juga dibuat dengan ibunya yang
menghendaki dirinya menjadi pegawai di perusahaan.
Keputusan
berani yang dibuat Merry memang berisiko. Tak sekadar hidup hemat dalam keprihatinan,
ia pun bekerja konkret. Ia terus menjajaki berbagai peluang pekerjaan. Awalnya
ia menjadi pembagi brosur untuk biro jodoh, pembagi brosur untuk perusahaan laundry, menjadi pelayan di toko bunga
dan pelayan banquet. Bukannya tanpa
tantangan dan kesulitan, pekerjaan yang dilakoninya menguras energi dan
mempengaruhi mental. Dengan impiannya yang besar, ia menepis rasa malu dan
belajar dari setiap kegagalan. Ia pernah tertipu ketika mencoba multilevel marketing berbasis online. Bisnis saham pun ia jajaki dan
mengalami kerugian. Merry tetaplah manusia biasa yang merasakan kesedihan dan
keterpurukan. Namun, orientasinya ke masa depan mampu memberikan spirit. Ia tak
berlarut-larut dalam kedukaan, namun secepat kilat bangkit. Sampai akhirnya ia
mencoba peluang menjadi sales asuransi dan produk bank (di Singapura disebut financial consultant). Keputusan ini
tetap didasarkan pertimbangan matang.
Merry pun terjun menjadi sales
asuransi dan produk bank pada Oktober 2002. Kegagalan dan seribu penolakan tak
menyurutkan langkahnya. Ia berpikir lebih keras, bergerak lebih tangkas, dan
bekerja lebih giat. Strategi-strategi terus dirumuskan untuk menghasilkan
inovasi dalam pekerjaan. Merry bekerja ekstra keras dengan kedisiplinan yang
ketat.
Dalam sehari target ditetapkan
dengan melakukan 20 presentasi. Belajar dari pengalaman, dari 20 kali
presentasi biasanya sekitar 5 orang menunjukkan keseriusan. Dari 5 orang itu, 3
orang bersedia melakukan follow up.
Dari 3 orang itu, 1 orang deal.
Pertimbangan yang matang ini membuat Merry tak mau bermanja-manja. Ada
peraturan baku bahwa seorang sales bisa menjadi manajer ketika berhasil
memperoleh 100 ribu dolar dana investasi selama dua tahun berturut-turut. Merry
terus berhemat dan menabung. Utang pendidikan di NTU sebesar 40.000 dolar
akhirnya berhasil dilunasi. Bahkan, tak sampai 2 tahun, Merry berhak menjadi
manajer dan merekrut anak buah pada akhir tahun 2003. Saat itu pencapaian
investasinya mencapai 900 ribu dolar. Menginjak tahun 2004, ia pun mendirikan
Merry Riana Organization.
Merry mengakui bahwa yang dicapainya
tak terlepas dari campur tangan Tuhan. Tuhan adalah partner dalam bekerja. Capaian yang diraih Merry memberikan
pelajaran bagi siapa pun untuk tak menyerah pada kemiskinan. Menjadi kaya tentu
hak setiap orang, namun harus dengan cara dan tujuan yang benar. Tujuan yang
sebenarnya bukan menumpuk-numpuk kekayaan, tetapi mampu memberdayakan sesama
dengan kekayaan itu. Kisah Merry di atas semoga bisa menjadi inspirasi dan
motivasi siapa pun untuk berwirausaha.
Hendra Sugiantoro,
pegiat Pena Profetik, tinggal di Yogyakarta