Puisi
Orang-orang bergandengan tangan, sepasang burung menambah erat pelukan, keluarga terkumpulkan, musim kawin telah datang. Gerimis menjadi romantis dan hujan menjadi lem antar lapis.
Sajak
Yang Lahir dari Hujan
Aku mendengar rintik hujan, turun di
tempatmu. Bersama angin, membawa kabar yang belum kau pahami. Bisik daun yang
masih rancu dan atau bau tanah yang belum tentu. Kita tidak akan tahu jika
belum menjadi genteng atau dinding. Betapa gigil begitu menyiksa. Membuat gigi
saling beradu, tangan saling berpangku.
Mungkin (jika) kau bayanganku, kau
tidak harus bertanya tentang aku yang menerobos hujan. Aku (mungkin) tubuhmu. Buktinya, aku menggigil menahan dingin yang membatu.
Bukankah kita pernah satu jok motor di
bawah hujan. Juga satu ruang didekapan pagi yang dini. Kenapa kau masih
bertanya tentang isi dada: cinta.
Semarang, 27 Desember 2012
Yang
Dibawa Merpati
Kita musti bertanya pada pepohonan di
tepi jalan. Tentang kepercayaan dan kesetiaan. Tak usah kau tanyakan kepada
merpati, sebab mereka satu sarang pasti. Dan kita, masih sendiri.
Semarang, 27 Desember 2012
YANG
LAHIR DARI CACAT
Kepada pelukis tuli yang mencintai
pianis buta.
Denting piano dari tuts yang diinjak
jemari pianis buta, apakah cinta lahir dari nada? Atau estetika tinta yang
dirangkai jemari, apakah hati pernah tuli? Sayang, aku telah menjadi buta, bisu dan tuna telinga. Dengan apa harus ku sampaikan?
Semarang, 27 Desember 2012
Satu
(Pintu) Kelamin
Masihkah kau membuka-buka pintu itu? Di
saat jembatan terputus oleh lemah dan hanya ruang itu yang menghubungkan kita.
Menemuiku yang mempertanyakan keragu-raguan. Membiarkan kepalaku terlempar ke dadamu
untuk mendengarkan nyanyian sunyi. Dan kita saling memeluk hingga orang-orang
kebingungan. Aku atau kau yang perempuan.
Semarang, 27 Desember 2012
Kota
di Lahan Kosong
Di tanah kosong, kita membangun kota
kecil. Kota kosong. Tidak mati, tetapi memang benar-benar kosong. Entah kita
yang akan menempati atau salah satu dari kita. Siapapun yang menempati, saat
ini aku memilihkan material yang baik. Ku beli material itu dengan uang yang ku
punya. Saat habis uangku, aku menabung untuk membeli. Mengapa kau masih
mempertanyakan, aku sedang berbuat apa?
Semarang, 29 Desember 2012
Harmony
Di kamarku, orang-orang membicarakan
tentang menyetel gitar. Gitar bersenar lima juga bersenar tiga. Kepada mereka
aku tanyakan, cara menyetel gitar bersenar dua. Kepada mereka juga ku tanyakan
cara, jika satu senar telah putus. Mungkin kau pernah mendengar bunyinya.
Simpanglima, 29 Desember 2012
Phobia
Tiba-tiba aku ingin keluar dari ruang
tunggu. Melewati pintu belakang. Pergi menuju hujan. Mencoba menjadi pawang
dengan tidak mengalihkan, tetapi, menghentikan.
Kau tahu, hujan tidak lagi menjadi
sesuatu yang dirindukan oleh tanah retak. Sebab rintik yang buta mencipta musim
panas yang berkepanjangan. Aku takut jika perlahan menjadi kemarau dan kau
hujan yang hilang.
Simpanglima, 29 Desember 2012
Hujan,
Ku Namai Lem
Orang-orang bergandengan tangan, sepasang burung menambah erat pelukan, keluarga terkumpulkan, musim kawin telah datang. Gerimis menjadi romantis dan hujan menjadi lem antar lapis.
Simpanglima, 29 Desember 2012
Susu
Untuk Lail
Kau sudah tidur? Mengapa pesan yang ku
kirim membuatku menjadi penunggu? Apakah hujan telah kau hapus dari papan tulis
kita? Dan kau sudah melupakan pertengkaran yang membuatmu membutuhkan selimut.
Seraya menunggu, aku sedang membuatkan
susu terpanas untukmu. Yang tidak akan dingin, hanya saja menjadi hangat ketika
kau terbangun. Jika (benar) kau
tertidur, akan kuletakkan di meja fajar kamarmu. Esok kala kau membuka jendela,
hujan sudah reda.
Simpanglima, 29 Desember 2012
Yang Kunikmati di Pagi Hari
Jalan menjadi mulur. Semakin panjang.
Sedang waktu mengerut seperti kulit di dahi. Berapa rokok lagi yang harus ku
hisap agar aku, bisa menemuimu dalam asap? Berapa kopi lagi yang harus ku sesap
agar aku, bisa merasaimu dalam gelap?
Semarang, 30 Desember 2012
Mubaqi Abdullah,
nama pena dari Abdullah Mubaqi. Anak dari seorang ayah Guru SD dan Ibu rumah
tangga ini di lahirkan di Tegal, pada tanggal 09 Juli 1991. Masih menjadi
mahasiswa aktif di IKIP PGRI Semarang dan ikut ngaji di Pondok Pesantren Ad-Dainuriyah
2 Semarang, diasuh oleh K.H. Drs. Dzikron Abdullah. Selain itu juga sebagai
pegiat sastra lepas, beberapa tulisan opininya pernah dimuat di media massa Harian Semarang dan beberapa puisinya
pernah dimuat di majalah Keris (UKM KIAS IKIP PGRI Semarang), majalah Frasa (2013). Pusinya ada dalam antologi
bersama Dari Sragen Memandang Indonesia (2012), Pinangan (2012, Dapur Sastra Jakarta), Ketika Daun Jatuh (2013, Kelompok Alinea Baru) dan Indonesia
dalam Titik 13 (2013).
Cerpennya pernah dimuat buletin Ulyatul Kubro (Pon Pes Ad-Dainuriyah II Semarang).
Cerpen berjudul “Orang-Orang Yang
Memperkosa Hujan” terbit di majalah digital Frasa (2012).