Puisi
Pemintal Doa
- Achid BS
lelaki yang menjatuhkan daun keningnya ke lantai
telah menuntaskan sakramen di rumah sunyi
di antara detak-detik waktu yang terahasiakan
mengucap ayat pada sembah yang panjang
atau mungkin mantra pekasih
lantaran cinta yang ditanam tak juga menjelma mawar
tapi sehelai sajadah yang menampung guntingan rindu
pasti akan selalu menjadi cahaya
danmengantarnya ke ujung rambut di belah tujuh
untuk menjadi penghuni taman
di mana khuldi pernah tertanam
Purwokerto, 2012
Syair Rindu
bacalah baris rinduku untukmu
kugurat pada garis puisi di sudut batin
meninabobokkan kantuk malam dan gigil subuh
kutulis untuk memujamu yang lebih tinggi dari sunyi
bacalah kekasih,
syair rinduku lebih merdu dari jeritan malaikat
Purwokerto, 2012
Narasi Luka
mulanya ia adalah daun hijau yang jatuh
dihempas angin dan terurai di remah
batin
lalu matahari menghujankan airmata
paling api
yangmeranggaskan kematiannya
dan kau menyihirnya jadi duri paling
pisau
yang tumbuh di angka-angka penanggalan
sehingga menjadi sejarah luka yang
piatu
dibatinku
Purwokerto, 2012
Di Bukit Ini, Aku Mengingatmu
-
Cipendhok
di bukit ini, tumpukan batu-batu selalu
basah meratapi dingin
sebab waktu mengirim kabut dalam iklim
nestapa
sementara daun gugur, seumpama ingatan
tiap helai perjumpaan
yang usianya tak pernah lebih dari
jarak setiap dahan
di sebuah kedai tempat orang-orang
memesan kopi
aku menatap nanar punggungmu yang mulai
hilang
punggung yang sejenak rebah pada
kulit-daging
seperti hujan yang melihai jemari si
perupa
merubahjejaknya menjadi pisau tajam
di bukit ini, sungai membawa jernih
airmata
dari julang-curug yang tak pernah
berbahasa kata
dan dirimu pelan terhanyut oleh sebilah
arus
selembar daun jatuh dengan suara yang
hening
sebab hari-hari hanya tinggal
retak-sejarah
Purwokerto, 2012
M. Portnoy
jari-jaritangannya digetarkan
seperti akan memulai sebuah upacara
melingkar kepal pada gagang stik
yang memeram dendam konser sunyi
permainan dimulai, memecah hening
menyentuh renyah simbal yang lama diam
sementara pijakan kaki pada pedal,
seperti seekor kadal yang lari
dari kejaran hidup yang datang
dengan ketukan ganjil.
mungkin permainan kian hambar
ditusuk runcing bunyi penghianatan
pada pertempuran di atas pertunjukan mimpi.
tapi hidup sebuah pilihan
antara pertama dan kedua
sama-sama menyimpan sesal
bagi diri kita.
Purwokerto, 2012
Tukang Obat
semestinya kau telah belajar menjadi
pemetik daun tanpa melukai dahan
sebabmemetiknya pastilah membuat luka
sayat atau sekadar
gores pada dahan-dahan yang mungkin
sudah terlanjur tua untuk bicara
atau malah terlalu muda sehingga belum
mengerti bahasa luka
barangkali daun itu merupa tukang nujum
yang mengirim hantu
kepada orang-orang sakit lantaran
mengunyah obat yang kau ramu
atau sebenarnya dirimu yang digerogoti
cemas paling rampas
sehingga kau jual segala ramu seharga
keringat yang lahir
dari pemanjat tebing tanpa sehelai tali
sedangkan aku masih di digerimis tanya
kenapa harus ada tebusan dari tiap
gaibnya
Purwokerto, 2012
Lemari
kutitipkan segala pakaian padamu. kecuali luka,
aku masih ingin mengenakannya di tiap pesta
sebab cinta selalu membawa luka seusai perjamuan
dan luka,selalu kembali membawa cinta
yangkurenda dengan airmata paling hati
dan biarlah tubuhmu menyimpan nestapa
karena terlalu banyak beban cinta yang kutitipkan
setiap pulang pesta
Purwokerto, 2011
Irfan M. Nugroho,
lahir di Purwokerto, 16 Agustus 1992. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Purwokerto (UMP). Bergiat di Diskusi
Angkringan Malam Senin dan Komunitas
Penyair Institute.Aktif di Himpunan Mahasiswa Program Studi Bahasa dan
Sastra Indonesia. Tulisannya dipublikasikan pada beberapa media masa seperti Minggu Pagi, Merapi, Suara Merdeka, Tabloid
Cempaka, Majalah Mayara, Satelit Post, Padang Ekspres, Riau Post, Metro
Riau, Majalah Frasa, Banjarmasin Post, Buletin Serayu, dll.Juga terpublikasi
dalam antologipuisi Suara-suara Dari
Negeri Lumpur (Teater Saron, 2008),
Tajam Tatap Mata (Soedirman, 2008)danPilarisme(An-Najah
Press, 2012). Dan sedang menyiapkan antologi puisi tunggalnya yang bertajuk Kereta Yang Menjemput Ruh.