Oleh Tajussyarofi
Sampai
detik ini, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) tampak disibukkan kegiatan uji publik terkait Kurikulum
2013.Kurikulum ini merupakan revisi atas Kurikulum Satuan Pendidikan (KTSP
2006).Bukan kurikulum yang baru.Basisnya tetap kompetensi.
Idealnya, perubahan kurikulum terjadi
sekali dalam satu dasawarsa.Kali ini revisi terjadi lebih cepat karena KTSP
kurang lebih baru berusia enam tahun.Jika menghitung dari embrio lahirnya KTSP,
yakni Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, maka kurikulum ini baru delapan
tahun terselenggara.
Perkembangan kurikulum di negeri ini
diawali pada tahun 1947, dua tahun pasca kemerdekaan.Tahun 1964 ada Rencana
Pendidikan Sekolah Dasar yang kemudian muncul Kurikulum Sekolah Dasar tahun
1968.Pada tahun 1973 muncul Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP) yang kemudian menjadi Kurikulum Sekolah Dasar 1975.Seterusnya, lahir
Kurikulum 1984.Sepuluh tahun kemudian muncullah Kurikulum 1994 dan direvisi
menjadi Revisi Kurikulum 1994 pada 1997.Perkembangan terus terjadi sehingga
muncul Kurikulum 2004 atau KBK yang menjadi embrio lahirnya KTSP tahun 2006.
Seputar Kurikulum
2013
Jejak perkembangan kurikulum yang
demikian itu menunjukkan betapa pengkajian kurikulum terus dilakukan.Adanya
pandangan skeptis "ganti menteri ganti kurikulum", kurang
beralasan.Pemerintah berhak melakukan pengembangan kurikulum.Perlunya melakukan
pengembangan kurikulum 2013 juga memiliki landasan konstitusi yang jelas,
yakni, pertama penjelasan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang
menjelaskan bahwa strategi pembangunan pendidikan nasional dalam undang-undang
ini termasuklah pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.
Kedua, rencana pembangunan jangka
menengah nasional/RPJMN (2010-2014) bidang pendidikan mengacu pada aspek
perubahan metodologi pembelajaran dan penataan kurikulum.Ditegaskan pada Inpres
No. 1 tahun 2010 bahwa percepatan pelaksanaan prioritas pembangunan nasional
meliputi penyempurnaan kurikulum dan metode pembelajaran aktif berdasarkan
nilai-nilai budaya bangsa untuk membentuk dayasaing dan karakter.
Rasionalitas penambahan jam pelajaran
menjadi hal yang penting dipertimbangkan dan menjadi elemen yang direvisi.
Kecenderungan ke arah itu juga terjadi di negara lain seperti AS dan Korea
Selatan. Meskipun jam tatap muka di Finlandia tampak lebih singkat misalnya,
namun di sana ada pembelajaran tutorial. Perubahan orientasi proses
pembelajaran (siswa mestinya mencari tahu, bukan diberi tahu) dengan penilaian
yang berbasis kemampuan baik dalam penilaian proses dan output, menjadi alasan penambahan jumlah jam belajar pada kurikulum
ini.
Selama ini, konten kurikulum yang
dijalankan, jumlah mata pelajaran serta luas cakupan dan tingkat kesukaran
materi terasa melampaui tingkat perkembangan usia peserta didik. Proses
pembelajaran terkesan masih berpusat pada guru. Akibat yang dirasakan adalah
beban belajar yang berat, materi sangat luas, namun tidak mendalam. Oleh karena
itulah maka perlu mengurangi jumlah mata pelajaran namun jam belajar tatap muka
perlu ditambah.
Sains dan Mulok
Pada jenjang Sekolah Dasar, perubahan
struktur kurikulum terjadi untuk mata pelajaran IPA dan IPS yang integratif ke
Mapel Bahasa Indonesia dan Matematika di kelas I, II, dan III.Oleh karena siswa
dianggap mampu berpikir abstrak dan mampu memahami konsep-konsep keilmuan
secara sederhana, maka IPA dan IPS itu dibuat terpisah pada kelas IV atau kelas
V dan VI.Muatan lokal (mulok) juga bukan lagi mata pelajaran yang berdiri
sendiri, melainkan tematik-integratif ke mapel yang lain seperti Seni Budaya
&Prakarya.
Di jenjang SMP mengalami hal yang sama
(pembelajarannya dilakukan secara integratif) untuk mapel TIK, Mulok dan
Pengembangan Diri. Banyak negara yang menerapkan sistem pembelajaran integratif
seperti Finlandia, AS, dan Singapura.Upaya ke arah ini ditempuh guna
meringankan beban guru kelas yang harus mengampu sejumlah mata pelajaran.
Adapun mapel Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn), setelah melalui pengkajian dan banyaknya masukan dari berbagai kalangan,
maka pada Kurikulum 2013, Pendidikan Pancasila dipandang sangat penting
dikembalikan seperti nama mapel ini sebelumnya yakni menjadi Pendidikan Pancasila
& Kewarganegaraan (PPKn).
Jumlah mata pelajaran di SD yang semula
10 berubah menjadi 6 dengan penambahan 4 jam tatap muka/minggu. Di SMP, semula
ada 12 mapel berubah menjadi 10 mapel dengan penambahan 6 jam tatap
muka/minggu. Sementara itu, perubahan di SMA terjadi dengan adanya sistem mata
pelajaran wajib dan pilihan yang pada prinsipnya hal ini juga mengurangi mata
pelajaran yang diikuti siswa, namun dari aspek jam tatap muka tetap bertambah 2
jam/minggu.
SMK mengalami penyeragaman mata
pelajaran dasar umum.Penyesuaian jenis keahlian berdasarkan spektrum kebutuhan
saat ini.Produktif disesuaikan dengan tren perkembangan industri dan adanya
pengelompokan mata pelajaran produktif sehingga tidak terlalu rinci
pembagiannya.
Empat Standar
Jika dicermati, revisi kurikulum yang
terjadi kali ini menyangkut empat standar nasional pendidikan terkait, yakni
standar isi, standar kompetensi lulusan, standar proses dan standar penilaian.
Revisi empat standar ini tentu saja akanberkaitan dengan standar yang lain,
misalnya standar sarana dan pengelolaan.
Standar isi mengarahkan agar di kelas-kelas
permulaan (SD) guru mampu memahami dan menerapkan pembelajaran yang
holistik-integratif yang berfokus pada alam, sosial dan budaya.Di SMP kembali
ditegaskan bahwa IPA dan IPS masing-masing diajarkan secara terpadu.
Pada standar proses, harapannya, guru
mampu melakukan pendekatan sains dalam pembelajaran. Proses pembelajaran yang
semula fokus pada kegiatan eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, kini
diharapkan guru mampu membawanya ke ranah yang lebih ilmiah berbau riset
melalui langkah-langkah kegiatan mengamati, bertanya, lalu mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan dan mencipta. Adapun kompetensi sikap yang perlu
diimbaskan ke siswa seharusnya tidak melalui penjelasan melainkan melalui
contoh keteladanan yang dilakukan guru.
Standar penilaian tidak hanya berkutat
untuk pengukuran kemampuan kognisi siswa, karena yang wajib diukur adalah
kompetensi (yang merupakan kompilasi dari kognisi, skill/keterampilan dan
sikap). Penilaian yang dilakukan mestinya benar-benar otentik mengukur
kompetensi siswa (authentic assessment)
yang dilakukan lewat proses dan hasil yang ingin dicapai. Oleh karena itu,
dipandang perlu menganalisis portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama
penilaian.
Untuk standar kompetensi lulusan perlu
kembali ditegaskan bahwa fokus yang perlu dicapai ada tiga kata kunci yakni
kemampuan, watak dan kecerdasan.Itulah fungsi dan tujuan pendidikan nasional
yang tercantum dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional (Sisdiknas).
Beragam tanggapan atas wacana revisi
kurikulum ini mewarnai dunia pendidikan kita hari ini.Sikap pro-kontra tak bisa
dilepaskan.Bahwa kekhawatiran kalangan tertentu ada yang tertuju kepada guru.
Opini yang berkembang mengatakan, jika guru tidak disiapkan, maka dikhawatirkan
kebijakan revisi ini akan menuai masalah.
Di sinilah tantangan itu dialamatkan
kepada guru.Pelatihan bagi guru merupakan keniscayaan yang harus dibuat oleh
pemerintah (pusat dan daerah). Jika implementasi Kurikulum 2013 ini mulai pada
tahun pelajaran yang akan datang, maka sosialisasi dan diklat bagi guru
bersifat mendesak meskipun penerapan kurikulum ini dilakukan secara bertahap.
Tajussyarofi, Ketua HMI Bakdo Jateng-DIY,
Mahasiswa
Pascasarjana Undip Semarang,
Kandidat Ketua Umum
PB HMI