Semarang-WAWASANews.com
Awalnya, Demo Berlangsung Damai |
Senin siang (18/2),
jadi catatan penting birokrat kampus IAIN Walisongo Semarang. Pasalnya, gedung
rektorat yang biasa digunakan ngantor
Rektor Muhibbin Noor, rusak parah akibat aksi anarkhis ratusan mahasiswa menuntut
perpanjangan masa registrasi semester gasal 2013, tak kunjung menemukan solusi.
WAWASANews.com mencatat, ada dua meja kaca yang pecah,
dua kursi tamu digulingkan, beberapa tong sampah, keset, poster dan lainnya, dibakar massa.
Kaca pintu ruang khusus rektor, pecah terurai. Kaca berserakan dan air pemadam melicinkan
lantai. Itu tidak terjadi di depan gedung, namun di lantai II Rektorat (in door). “Kalau Rektor mau menemui
kami, kami tidak akan membakar rektorat,” kata Munji, salah satu demonstran.
Keluar dari ruang sidang setelah tak ada rektor |
Ya, kepada WAWASANews.com, para mahasiswa korban kebijakan
rektor tersebut mengaku kesal, gerah, dan jengkel karena sejak jam 9 pagi hingga
10.30 siang menggelar orasi di depan gedung rektorat lantai dasar, Muhibbin
sulit ditemui. Hanya beberapa pejabat teras yang menemui mereka. Padahal, kata
Munji, yang mau mereka temui adalah rektor, bukan yang lain.
“Saya tidak tahu
pak rektor sekarang di mana?” Ujar Darori Amin, Pembantu Rektor III IAIN
Walisongo. Jawaban serupa juga diungkapkan oleh Ruswan (PR II) dan Musa Hadi
(PR I). “Pak Rektor sebetulnya tidak perlu menemui karena hal ini sudah
dijelaskan berkali-kali. Namun bisa dicarikan solusinya, yang penting intinya
bisa registrasi,” kata Musa Hadi, yang juga dosen Fakultas Syari’ah ini.
Musa Hadi, Ruswan dan Imam Yahya di Lokasi |
Sekitar pukul 11
siang, salah seorang peserta demo berusaha menenangkan massa dengan menelepon
salah satu nomor Muhibbin, langsung ingin bertanya posisi. “Huuu…..,” sorak demonstran
saat mendengar dering telp yang diperkeras suaranya, dan diperdengarkan itu, direject.
Kepada Musa Hadi,
ada yang bertanya apa ruginya memperpanjang registrasi mahasiswa? Musa disoraki
ramai karena menjawab dengan diam. Begitu pula kala ditanya untungnya
bersikukuh dengan keputusan rektor tersebut, dijawab diam.
Api Menyala di depan Kantor Rektor |
Suasana makin tak
terkendali. Walau sudah diajak ke ruang sidang lantai III rektorat untuk
berdialog dengan pimpinan, massa mahasiswa yang terus bertambah tidak mau nurut
karena Muhibbin belum muncul jua menemui mereka. “Kami hanya ingin ketemu
rektor, bukan anak buahnya,” kata salah satu demonstran.
Mediasi
di WMC
Beberapa saat
kemudian, setelah ruang rektorat tak dijamin aman dari anarkhisme mahasiswa
yang sudah kian banyak, ditambah wartawan cetak, online dan elektronik yang
terus berdatangan dengan kamera dan pena masing-masing, Musa Hadi tiba-tiba
berkata kalau Rektor Muhibbin yang sedang dicari tersebut, posisinya saat itu
sedang di kampus III IAIN Walisongo Semarang menghadiri acara LPKBHI Fakultas
Syari’ah.
Asap mengepul, polisi masuk kampus. |
Massa hendak
merangsek langsung ke kampus III, namun dicegah karena semua masalah yang
dituntut akan diselesaikan lewat Walisongo
Mediation Center (WMC), sebuah lembaga mediasi dan resolusi konflik milik
IAIN. “Pak Muhibbin minta agar diselesaikan di WMC,” kata Imam Taufiq, mediator
dari WMC.
Prinsipnya, konflik
yang diselesaikan antara kedua belah pihak yang sedang bertikai, kalau sudah masuk
di WMC, harus bisa dinegosiasi. Dan keputusan akhirnya tidak bisa dinego balik
kembali.
Beberapa perwakilan
mahasiswa dan pimpinan rektorat, sekitar pukul 10.30 WIB, masuk untuk mendialogkan
masalah yang tidak bisa diatasi oleh rektornya sendiri itu. Sementara, peserta
demo lainnya dan puluhan wartawan, menunggu di depan kantor WMC yang jaraknya
hanya beberapa meter dari gedung rektorat.
Meja pecah, kursi digulingkan |
Dalam dialog yang
diwakili oleh Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema), Senat Mahasiswa Institute (SMI),
Pembantu Rektor I, II, dan III, dengan mediator Muhsin Jamil dan Imam Taufiq,
banyak muncul problem berkaitan dengan kebijakan rektor yang digugat tersebut. “Intinya,
konflik bermula dari sosialisasi kebijakan rektor yang kurang luas kepada
mahasiswa dan sistem registrasi yang terkendala teknis,” ujar Imam.
Dalam dialog
tersebut, Musa Hadi juga menjelaskan kalau kebijakan rektor bukan semata untuk
kepentingan pimpinan agar laporan masuk keuangan ke Badan Pengaudit Keuangan
(BPK) akurat, melainkan juga untuk kepentingan mahasiswa agar bisa disiplin dan
taat aturan. “Pendisiplinan masa registrasi sebetulnya sudah dimulai sejak
semester lalu,” jelas Musa.
Wartawan mendokumentasikan Senin kelabu Rektorat |
Busyro, Ketua Dema yang
ikut dialog menyatakan apresiasi atas niatan baik pimpinan. Namun, fakta di
lapangan menunjukkan ada kendala teknis yang dihadapi mahasiswa dalam proses
registrasi tersebut. Dia menyontohkan salah seorang mahasiswa yang terancam
dicutikan gara-gara telat 2-5 menit dari jam buka Bank di lingkungan IAIN
Walisongo, yakni Bank Jateng dan Bank BTN. “Katanya boleh dibayar besoknya lagi
oleh Bank, namun ternyata tidak, karena Pak Rektor tidak membolehkan,” ujarnya.
Tajuddin, mahasiswa
Fakultas Ushuluddin, salah satu peserta dialog mediasi dari SMI, juga
menyatakan fakta ada satu kelas di Fakultas Ushuluddin, yang terancam dicutikan
massal akibat sistem registrasi mereka kompak dibayar secara berkelompok.
“Pada hari Senin
(11/2), mereka menyerahkan semua uang registrasi kepada Pak Miftah, yang memegang
keuangan Ushuluddin, untuk kemudian diserahkan ke Bank di kampus I. Namun,
karena pada hari akhir registrasi, yakni Rabu (13/2), beliau di luar kota, maka
diserahkan pada Kamis (14/2). Sayangnya hal itu tidak diterima,” terang
Tajudin.
Kendala-kendala
teknis lain juga nampak di raut muka mahasiswa lainnya. Ada yang gara-gara kebijakan
tersebut mengaku kepada WAWASANews.com
tidak berani pulang takut kena marah orang tua. Ada juga yang mengaku menangis,
pasrah, dan siap-siap pindah ke kampus lain hanya karena telat 2 menit di Bank.
Ada juga salah satu aktivis teater yang berencana mau tidur di depan rumah
Muhibbin untuk mengemis iba.
Berasap, Musa Hadi mencoba berkomunikasi. |
Fakta-fakta seperti
itulah, yang, menurut Ichwan, salah satu peserta demo, membuat mereka berbuat
anarkhis. Apalagi, menurutnya, di tengah demo sedang berlangsung, berseliweran
para intel. “Polisi masuk kampus, sempat ada mobil polisi parkir di dekat
gedung rektorat,” tuturnya.
Registrasi
Diperpanjang
Setelah dialog di
WMC, kedua belah pihak, antara mahasiswa dan pimpinan rektorat sepakat dalam
beberapa hal, yakni: 1). Sepakat untuk memperpanjang masa registrasi semester
gasal 2013 dari 1-13 Februari 2013 menjadi 1-19 Februari 2013. 2.) Pihak
pimpinan meminta kepada perwakilan mahasiswa untuk menyosialisasikan
perpanjangan masa registrasi ini kepada 700-an mahasiswa yang telat registrasi.
3) Semester depan (genap), dan seterusnya, masa registrasi adalah 18 hari,
bukan 10 hari seperti sekarang. 4). Untuk selanjutnya, soal registrasi,
mahasiswa kudu taat aturan dan disiplin, tidak ada negosiasi dan demonstrasi seperti
semester ini.
Suasana masih tegang sebelum akhirnya ke WMC |
Kepada khalayak
wartawan yang sudah menunggu, Munji, Kordinator Lapangan (Korlap) aksi, mengumumkan kesepakatan tersebut. Demo
ricuh diakhiri dengan kesepakatan tanpa tanda tangan Prof. Dr. Muhibbin, pimpinan
puncak yang belum berhasil ditemui. Mereka bubar pukul 11.30 WIB dengan menyisakan
serakan kaca di lantai gedung rektorat, bukti awal untuk rencana mempolisikan demonstran yang anarkhis. Begitu kabar terakhir yang diterima WAWASANews.com dari salah satu mahasiswa yang ikut demo di rektorat
Senin kelabu itu. (Aan, Rahman, Badri)