Satu Malam Seribu Cinta
aku dengar rancak irama dzikir
dari dengkur yang kau tabuh sangat teratur
mencipta suasana magis penuh debar
serupa madah tafakur para musafir
yang hendak singgah di telaga kautsar
aku lihat sekuntum senyum
yang kau sembulkan dari mimpi-mimpimu yang ranum
bersama igauan yang
tak sanggup kurekam
tapi kuyakin kau
sedang bertukar senyum
dengan Tuhanmu yang
Maha Anggun
aroma nafasmu lezat
menujah rongga dada
menebar benih rindu dalam lapar dan dahaga
di sebentang oase sebulan puasa
kelak bisa kembali kau ziarahi sebagai peta
pemandu menuju
pintu-pintu surga
malam ini
benar-benar hening tapi penuh nyala
bulan yang sabit
tetap memendar pesonanya
bintang-gemintang
meluruh sayap-sayap cinta
bagi hamba-hamba
yang berjiwa
Jember, 2013
Siklus Ritus
Percumbuan Laron
hujan akhirnya
bertandang juga
setelah sekian
kurun dirindu-rindu
aroma tanah
seketika membakar gairah
membuncah ke basah
puncak-puncak kubah
lalu dengan satu
komando yang entah
ribuan laron serentak beterbangan
mencari sejengkal tempat percumbuan
di antara pijar lampu-lampu taman
“musim kawin telah
tiba
musim kawin telah
tiba”
mereka berbaris
beriringan
mencari
masing-masing pasangan
ada getar
mahsyahwat
perlahan merambat
ke sekujur tubuhnya
yang gilap
hingga berguguran
sayap-sayap
berahi meraung di
ruang mesum yang lembab
lupa pada kubangan
air yang menyiapkan kuburnya
“musim kawin telah
usai
musim kawin telah
usai”
serupa prajurit
pulang dari medan perang
mereka beriringan
mengusung kemenangan
sambil mengenang
setiap pengorbanan
kembali ke sarang
untuk membiakkan
nimfa yang diperjuangrindukan
demi
bersinambungnya sebuah peradaban
Jember, 2013
Merajut Kenangan
:dinda
entah berapa juta
lagi energi yang mesti kupersiapkan
menelanjangi dan
melukis sepotong matahari di dadamu
matahari yang kelak
erat dalam genggaman pangeran kecil kita
menyuluh di sekujur
taman jiwa
padahal masih nyata
terekam dalam ingatan
cahaya di
persimpangan antara ketakutan dan harapan
yang sempurna kau
sembunyikan
di serpihan senyum
dan kerling kelembutan
tapi selalu ada
gelora gairah
setiap mengeja
abjad ajaib di pelangi matamu
yang bening dalam
hening penuh pasrah
entah berapa juta
lagi energi yang mesti kupersiapkan
menelanjangi dan
memetik sebiji mutiara di dadamu
mutiara
yang kelak melingkar di leher bidadari kecil kita
padahal
masih terngiang di sunyi haruku
erangan
malam ketika sepi menikammu
dan
luka basahmu kubasuh dengan secawan anggur merah bungur
tapi
selalu ada gairah baru
menjelma
dari seteguk madu
yang
kusesap dari kelopak mawar bibirmu
sepotong matahari dan sebiji mutiara
berpadu berbagi rahasia
berbaur
bertukar ikrar setia
jangan
lagi ada hembusan dusta
bahkan
di setiap desah resah kita
Jember, 2012
Sami’an
Adib,
lahir di Bangkalan, 15 Agustus 1971. Lulus Strata I pada jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Jember. Semasa SMA di Bawean sudah
hoby menulis dan menjadi koordinator penerbitan buletin sekolah selain majalah
dinding. Tulisan-tulisan berupa opini terpublikasikan ke media massa sejak
tahun 1992. Pernah memenangkan juara III
lomba mengarang cerpen yang diadakan BEM Fakultas Sastra Universitas Jember.
Karya sastra puisinya terpublikasikan di tabloid kampus dan media massa lokal.
Sampai saat ini masih aktif menulis di media lokal (puisi dan opini
kependidikan dan budaya). Aktivitas sekarang adalah sebagai tenaga pendidik di
sebuah Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif, di Jember.