Puisi
Balada
Akhir Tahun
Biarkan tahun ini meninggalkan
Aku tetap masih di sini
Mungkin terlalu konyol dan edan
Biar, tak mengapa
Hidup ini memang penuh kekonyolan
Dan harus edan untuk sekedar makan
Tak habis kuberpikir tentangmu
Sampai kapan akan terus begitu
Secuil senyum terhalang kabut itu
kian menghilang
Purnama wajahmu telah buram
Ah,,, tak mengapa
Teruskan langkahmu
Biarkan aku di sini
memaknai senyummu siang tadi.
Penghujung 2012
Tangan
Aku tak tahu
mengapa ini dikatakan tangan
Sejak kapan penamaan tangan pada
tangan
Siapa orang yang pertama kali
menamakan tangan
Apakah adam yang menamainya
Bukan, adam tidak menamai ini tangan
Apakah kakekku
yang menamai ini tangan
Kelihatanya juga bukan kakek
Dia juga cuma
mendapat warisan kalau ini namanya tangan
Mengapa tidak dinamakan pedang atau
parang
Karena setiap hari hanya menebas
Hak-hak orang lain
2012
Kesendirian
Rembulan menangis di serambi masjid
Meneteskan air penyesalan
Lolong burung malam
Menusuk jiwa yang sepi
Duka yang lapuk membentur atap-atap
kubah
Jeritan terpantul melawan sepoi
angin
Aku melihat iblis bersorak di pinggir
trotoar
Sambil menertawakan dosa anak
ingusan yang berlalu
Asaku terdampar di pulau
yang aku tak tahu
Bahkan juga,
kau
2012
Jati Blora
Mengenang
tragedi penjarahan hutan blora:
Kakekku menyemai
pohon jati satu demi satu
Kini pohon itu kian tumbuh mengharu
biru
Orang kampungku hidup dari hutan
Cukup menjual daun jati untuk makan
Tiap hari terdengar
kicau burung diiringi rengekan kera
lapar
Hutan blora bagai
surga terdampar
Kau butuh apa di sini
ada
Tanpa harus mencuri,
cukup kau meminta
Tak seperti manusia di kota-kota
Sesama saudara tak saling tegur sapa
Hidup tak ubahnya robot yang tak
punya perasaan dan cinta
Kau butuh apa, datanglah ke pinggiran
hutan Blora
Namun kini betapa hancur
hati kami
Dari kota
Kau hujamkan golok
tepat di jantung pohon jati
Hingga terkuai tak
berdaya
Blora, 19/06/2012
Orde Biru
Sebelum empat belas tahun yang lalu
Selama tigapuluh dua tahun
masyarakat ditindas
Orde baru, dengan penindasan baru
Rakyat miskin digilas, remuk
berkeping-keping seperti gelas
Perselingkuhan penguasa pribumi
dengan antek-antek kapitalis menorehkan luka yang teramat dalam
Menganga seperti bara api pembakaran
Hanoman
Empat belas tahun yang lalu telah
tumbang
Impian reformasi
merubah nasib kehidupan tak kunjung tampak
Konflik berdarah sepanjang sejarah
reformasi
Masih tearasa ninir bau-bau
anyir
Atas nama demokrasi mereka bertindak
semaunya sendiri
Atas nama rakyat mereka khianat
Atas nama Tuhan, mereka
menghancurkan semuanya
Masjid dibakar, gereja dibakar,
restoran dibakar
Sedangkan suap-menyuap langgeng
melenggang
Perselingkuhan teknokrat makin erat
Penindasan yang dilakukan oleh
bangsa sendiri
Penipuan, konspirasi, korupsi
mengubur harapan gelandangan
Orde baru menjelma menjadi
Orde BIRU
Tunggu
Sebentar lagi kau akan tumbang
Yogyakarta, 19/05/2012
Agama Tuhan
Atas nama Tuhan kau hancurkan
segalanya
Atas nama agama kau porak porandakan
semuanya
Dalih membela Tuhan kau tikam hingga
tak bernyawa
Dalih menegakkan agama kau perkosa
ayat-ayat tak berdaya
Tuhan dan agama kau lukis begitu
bengis
Kau berkata demi membela agama Tuhan
yang dilecehkan
Apakah Tuhan beragama
Tanyaku
Yogyakarta, 04/06/2012
Mengejar
Bayang Sendiri
mengejarnya seperti mengejar
bayangan sendiri
tidakkah kau berlari saja menuju
cermin
tangkap saja dia di sana
jika tidak bisa hancurkan saja
biar berkeping-keping dan bertambah
mengejek kebodohanmu
jangan berlari ke utara
jika engkau ingin unggul darinya
karena dia sudah lama berada di utara
pergilah engkau ke selatan,
ke barat, atau ke timur
bahkan engkau tak
perlu lari kemana-mana
bangun saja menara yang tinggi dalam
jejak moyangmu
semua akan terpantau dengan jelas
masih kurang apa dengan negeri ini
air kencingmu pun sanggup untuk
menumbuhkan biji jagung
kenapa masih ada ayam mati di lumbung
padi?
semua masih pada bingung dan limbung
sudah jangan banyak berbicara
keluar sana tantang matahari
jangan takut mati
semua sudah ada waktunya
22/01/2013
Muhtar S. Hidayat, lahir di Blora, pernah aktif di Teater MAGNIT Ngawi, pernah menjadi
aktor dalam teater berjudul: Tuyul
(2006, lomba di UIN Malang), Perewangan
(2007, di Ngawi), Saksi Mata (2006, di Ngawi), Monolog Wong-Wongan Sawah (2009, UIN Suka), dll. Untuk puisi, hanya sebatas konsumsi pribadi dan
komunitas. Belum pernah dimuat media massa. WAWASANews.com
adalah media massa yang pertama kali memuat puisinya. Kini, ia tinggal di Yogyakarta dan aktif dalam komunitas Sanggar Seni Azzahra