Puisi
Tucuxi
dan Jalanan Curam
-Teruntuk Dahlan Iskan
sepanjang tanjakan dan tikungan yang
tajam
indah memang,
seperti jalan ular melingkari gunung
berjalan saja
tak ada yang tahu
semesta pun termangu
jalan-jalan itu adalah misteri
sementara engkau, Dahlan
dalam tunggangan Tucuxi
menaruhkan hidup pada mati
di antara jalan dan tebing
“saya
putuskan tabrak tebing”
tak ada darah yang mengalir
hanya serpihan-serpihan kaca
diambilnya tersenyum
gelegat luas ingin memeluk
seperti sepasang sepatu pada kakimu
tak pernah lelah mengajakku bercerita
ria
tak kali ini
kau berlagak
menyusul leluhurmu yang tenggelam
di tanah-tanah dan berjabat tangan
dengan dedemit, entah malaikat
melihatmu Dahlan
dari bilik rindu yang kesumat
tangan-tanganmu menyongsong waktu
yang tak sama
mutiara yang di laut
kau galinya di tanah
2013
Sepak
Bola Purba
Badan-badanku semakin kurus
bola yang mengarah gawang
tiba-tiba meledak
tak sampai-sampai
ini permainan purba
bukan Indonesia. Kataku
belajar mengejar bola di rumput hijau
menjadi tragedi
berlari di antara pasir dan bebatuan
bola-bolanya adalah angin
lagi-lagi ini zaman purba
bukan masa Indonesia
tim Garuda tak akan terbang di
rerumputan
ia mengawang, melanglang ke awan
melawan para dewa
tak ada gawang
hanya kicau yang meramaikan
malu
kembali
kutangisi badan-badanku yang kurus
menendang bola tak pernah lurus
entah, karena kaki
atau tangan dan otakku yang lumpuh
2013
Jiwa-jiwa
yang Tergagap Baca
-Teruntuk Tirta Nursari
dari
huruf-huruf yang kaku tak dibaca
puluhan jiwa tergagap melihatnya
ibu, kupanggili namamu
membaca huruf-huruf yang tak bisa
kutulis
di warung pasinaon
aku anakmu bermain teka-teki
pada kata hingga kalimat dan paragraf
lewat puisi di jiwamu yang suci
mimpi cahaya
tak akan putus di jalan setapak menuju
sawah
hidup yang tersisa
bukan sia-sia yang sengaja diminta
sebab kata
aku tahu, duka yang luluh lantah
tenggelam sebelum senja
dan saat itu kita telah menanam bunga
2013
Gubuk
Rahasia Densus Ke-13
densus melangkah
pada gubuk yang asing itu
di suatu hutan
padahal, ditertawakan
tak menemukan mentari yang terdiam
gubuk itu
kau bilang seperti teroris
menyimpan rahasia di tikungan tahun ke
13
memendam darah dan tulang-tulang
yang tak sembahyang pada tuhan
dalam hutan
siapa yang tahu
tanah perempuan dan tanah laki-laki
segalanya, rerumputan dan dedaunan
hijau yang terjatuh
sepertimu tak tahu siapa yang dirajam
;manusia atau binatang yang telanjang
dan hari itu.
kau hadiahkan nyawa sebagai tumbal
sembahyang
di ujung tahun yang tumbang
kenangan
2013
Tanah
Airku
Ini tanahku
setalah tergenang air
Hanya dalam kanal bergelegar
Tetap saja terjal dan berkali-kali
menjadi sungai dan kali
Tanahku tanah air
setelah gedung-gedung membubung langit
dan menjatuhkan hujan yang sintal
dari rawa
tanahku menjadi muara
sampah-sampah adalah tanggul pemisah
dengan tetangga
dari pohon dan hutan yang terbakar
sebagai jalan membuat telaga
tempat tanah menjadi air dan tuba
alangkah senangnya
berenang bersama ikan-ikan
di antara tanah dan sampah
2013
Tol
Jagorawi
Sehabis tahun yang lama
entah sudah berapa orang yang tiada
Di tol Jagorawi
ada yang melayang dari anasir-anasir
tanah
barangkali menghampiri matahari
hanya ilahi yang abadi
dan kenang yang terpatri
seorang anak manusia
mengantarkan ke pintu penjara
yang satu di dunia dan yang lain di
surge
tak ada yang istimewa, katanya
pengukur keadailan
menunggu badan-badan itu selesai
dibersihkan
tol Jagorawi
tak ada yang menyangka tempat ajal
Surat
yang Harus Dibaca
Surat yang bertumpukan di atas meja
belum tahu harus kualamatkan pada siapa
Masih aku tulis surat-surat selanjutnya
pada kertas putih
Di bawah pohon sirih yang menjalar ke
pucuk rerantingan
tak tahu pada siapa akan kualamatkan
aku hanya menulis
tanpa berpikir siapa yang akan membaca
Mengapa tiba-tiba kau hadir
bertelanjang meminjamkanku kerinduan
pada kematian
mungkin ke rumahmu
Surat-suratku harus kualamatkan
ini bukan surat rindu
tapi mesti dibaca oleh kesepian
2012
12/00:00/13
Di luar rintik tak pernah habis
Suara riuh menepis hening yang
berjumpalitan dengan sepi
Diantara titik 12/00:00/13
tak jelas apa yang terdengar
Aku di kamar menyaksikan bara api dan
ambisi
meninggalkan titik 12
yang nisbi
Langit tampak bukan dirinya
Ada yang menikahkan jadi pengantin
malam antara 12/13
dari tangan-tangan
melayang bintang membakar yang
terbayang
bunyi terompet yang di mulut dunia
bukan yang di tafsirkan suku maya
pohon masih menjulang
semesta hanya berkemas dalam kolam
waktu
berjubah putih yang ke 13
2012/2013
Kau
tak Seperti Segalanya
-Teruntuk Eliza Kasihku
Aku akan membedakanmu dengan bunga
kelopaknya tak pernah jatuh dan sarinya
dijadikan sesajian di pemandian
aku melihatmu bukan lagi manusia
lebih dari seperti dan segala
yang tertinggal di jalan-jalan
puing-puingnya tak dijaga
Memandang senja
yang tenggelam di matamu
kau tampak semakin anggun
tak serupa yang lain
baju putih yang kau kenakan
semakin kuterikat dalam pelukmu
harumnya masih membekas di leherku
aku tak ingin mengenangmu
seperti malam
izinkan aku mencecap bibirmu
kau tak sama
itu yang membuatku candu
2012
Den
Rasyidi Az, lahir di Sumenep, Madura. Penggerak kajian
filsafat di Lingkaran Metalogi dan
Aktif di MBP (Masyarakat Bawah Pohon) Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta. Karya-karyanya pernah dipublikasikan di beberapa media lokal dan
nasional.