Oleh Wahyudi
Judul Buku : Bumi Bidadari
Penulis : Taufiqurrahman al-Azizy
Penerbit : DIVA Press
Cetakan : Pertama, Desember 2012
Tebal : 420 halaman
ISBN : 978-602-7640-59-7
Harga : Rp. 50.000,-00
Penulis : Taufiqurrahman al-Azizy
Penerbit : DIVA Press
Cetakan : Pertama, Desember 2012
Tebal : 420 halaman
ISBN : 978-602-7640-59-7
Harga : Rp. 50.000,-00
Unik dan
menggugah. Itulah kesan yang pertama kali muncul setelah membaca novel ini.
Taufiqurrahman al-Azizy, novelis yang namanya melejit setelah meluncurkan
trilogi novel Makrifat Cinta, kembali mengajak kita untuk merenungkan hakikat
cinta dan perjuangan. Fathimah az-Zahra, tokoh utama dalam novel ini, sejak
kecil suka menutup diri dari keramaian dan memilih mengakrabi sepi sebagai
teman. Di sunyi sepi itulah Fathimah biasa melabuhkan gejolak rindunya pada
sang Maha Kasih.
Penduduk
Arthapura menganggap Fathimah gadis yang aneh. Betapa tidak, ia menolak lamaran dua pemuda sekaligus –suatu kenyataan yang belum pernah
terjadi di Arthapura. Tidak main-main, pemuda itu adalah Pras, anak kepala desa
di sana. Pemuda kedua yang ditolaknya, bahkan seorang
ustadz yang dicintai banyak orang, Labib namanya. Tak heran bila sebagian besar
warga kemudian mencap Fathimah sebagai gadis yang tak tahu diri dan tak sadar
ekonomi. Tapi maksud hati Fathimah, siapa yang tahu?
Sebagai anak
sulung yang membantu Ibunya menafkahi keluarga, Fathimah bercita-cita tinggi
menguliahkan adiknya, Maysaroh. Anehnya, Fathimah tidak mengikuti jejak
teman-temannya merantau menjadi buruh pabrik sepatu atau garmen. Fathimah juga
menolak ajakan Ros untuk menjadi TKW di Hongkong. Fathimah justru memilih
mengayunkan cangkul dan sabit, menggarap sawah dan ladangnya sendiri (hlm. 31).
Belum lagi keinginannya yang kuat untuk mendirikan TPA dan Pesantren di
desanya. Sungguh, sikap nyeleneh yang sukar dipahami orang lain.
Fathimah memang
gadis yang pandai menyimpan rahasia hatinya. Tak seorang pun tahu bahwa
Fathimah telah jatuh hati pada Hasyim, guru ngaji sekaligus guru di sekolahnya.
Kisah cinta antara Hasyim dan Fathimah pun di luar perkiraan banyak orang. Hasyim
baru mengungkapakan perasaan cintanya pada Fathimah sesaat sebelum
menghembuskan nafas terakhir.
Ya, perjalanan hidup Fathimah penuh onak nan berliku. Tapi dengan cinta dan
perjuangan, Fathimah sanggup melalui semua itu dengan penuh kesabaran. Novel
tebal ini berhasil mengaduk perasaan pembaca. Membaca novel ini, kita akan
mengerti bagaimana mestinya menyikapi ragam kehidupan yang keras dan penuh
tantangan. Mereka yang masih terjebak pada anggapan klasik akan perempuan
sebagai korban, penting membaca novel ini. Selamat membaca!
Wahyudi, pecinta buku, tinggal di Yogya.