Semarang-WAWASANews.com
Asyik: mahasiswa STAB Syailendra mendengarkan uraian Erham Budi soal terosrisme (Foto: WAWASANews/Asroni) |
Kendati hujan deras mengguyur Kopeng dan sekitarnya, namun tidak
menghalangi antusiasme puluhan mahasiswa Sekolah Tinggi Sekolah Tinggi Agama
Buddha (STAB) Syailendra, Kopeng, Kabupaten Semarang, untuk menonton dan mendiskusikan
film ‘Mata Tertutup’ karya sutradara kondang Garin Nugroho pada Rabu (27/2). Bertempat di Aula Kampus,
acara nonton bareng dan diskusi yang berlangsung pukul 13.00 hingga 16.00
WIB tersebut menghadirkan narasumber Ahmad Asroni, M. Hum., Direktur Tolerance Institute Yogyakarta dan Erham
Budi Wiranto, M.A. Deputi Direktur Tolerance
Institute. Acara ini terselenggara berkat kerjasama Tolerance Institute,
Maarif Institute, STAB Syailendra Semarang, dan WAWASANews.com
Diskusi yang dimoderatori Suranto Ananda, M.A., staf pengajar STAB
Syailendra berjalan sangat dinamis. Itu dapat disimak dari banyaknya pertanyaan
seputar Islam yang dilontarkan peserta, terutama menyangkut isu terorisme.
Pada mulanya, tidak sedikit mahasiswa STAB Syailendra yang
mempersepsikan keliru tentang Islam. Banyak mahasiswa STAB Syailendra yang
mengidentikkan Islam sebagai agama teroris. Sebab, teroris acapkali menggunakan
ayat-ayat jihad untuk melegitimasi terorisme dan radikalisme. Menanggapi hal itu, Erham Budi Wiranto, M.A.
menyatakan bahwa Islam tidak membenarkan terorisme. Ia tidak membantah bahwasannya
ayat-ayat jihad acapkali dibajak kelompok teroris dan radikalis untuk melegitimasi
tindakan terorisme-radikalisme. “Jihad memiliki dimensi dan makna yang sangat
luas. Menurut Erham, kaum teroris banyak yang menginterpretasikan secara keliru
ayat-ayat jihad. Kaum teroris dan
radikalis merupakan orang-orang yang pemahaman keislamannya dangkal,” ujar
Erham.
Senada, Ahmad Asroni, M. Hum. Juga menyatakan bahwa penafsiran yang keliru
terhadap ayat-ayat jihad merupakan salah satu penyebab munculnya terorisme dan
radikalisme atas nama Islam. Dalam pandangannya, qital (perang) merupakan salah satu bagian dari jihad. Namun, Islam
tidak membenarkan umatnya memerangi kelompok agama lain tanpa alasan yang
dibenarkan. Berjihad atau “berperang” hanya diperbolehkan manakala umat Islam
diperangi.
“Penafsiran keliru tentang ayat-ayat jihad dan qital karena kelompok teroris dan radikalis menafsirkan teks-teks
agama secara literal dan tidak kritis. Mereka menelan menatah-mentah teks
agama, sehingga pemahaman keislaman mereka sangat dangkal dan hitam-putih,”
katanya.
Atas terselenggaranya acara tersebut, pihak STAB Syailendra sangat
mengapresiasi. Bahkan, pimpinan STAB Syailendra berharap acara semacam itu
dapat sering diselenggarakan di kampusnya, sehingga dapat memperluas wawasan
mahasiswa dan kian mengokohkan rajutan persaudaraan antar umat umat beragama. (Ali)