Cerpen
Oleh Sutono Adiwerna
Kalau kau melintas di Karanganyar
tepatnya tiga kilo meter dari gerbang perbatasan antara Kota dan Kabupaten
Tegal dan engkau mendapati seorang perempuan dengan tubuh ramping berwajah ayu
yang tak henti memaki pengguna jalan yang melintas, bisa jadi perempuan yang
kau jumpai itu Kemuning.
***
Kemuning menerima ajakan Sari untuk
bekerja menjadi pelayan warung lesehan di area alun-alun dengan setengah hati.
Seminggu setelah ibunya menyatu dengan tanah, dengan tanpa perasaan,
Jarwo, bapak tirinya menjual
rumah yang selama ini mereka tempati bertiga. Mau tak mau Kemuning
akhirnya tinggal dengan keluarga Lik Daunah.
Lik Daunah dan Lik Parman sebenarnya sayang sekali dengan Kemuning, tapi apa
daya ekonomi yang jauh dari mapan dengan selusin anak yang masih kecil- kecil
membuat Lik Daunah mewajibkan Kemuning ikut membayar beban listrik dan lain-lain
setiap bulan.
Kali pertama bekerja, Kemuning membantu
Mba Ipah, pemilik warung,
menyiapkan menu yang dipesan pelanggan, mencuci perkakas seperti piring,
sendok, garpu dan gelas. Sesekali matanya yang indah mengamati cara Sari
menyajikan pesanan, berbasa-basi dengan pelanggan. Kemuning hanya bisa menelan
ludah menyaksikan Sari yang terlihat genit dan sedikit nakal pada pembeli laki-laki.
Andai bisa bekerja di tempat lain? Kata hati Kemuning. Matanya menerawang,
nelangsa.
Waktu berlari cepat. Meski dibetah-betahkan,
tak terasa Kemuning sudah tiga bulan bekerja di warung Mba Ipah. Kini dirinya
menjelma menjadi kembang lesehan. Meski tidak genit, Kemuning yang cantik
menjadi magnet di warung yang buka mulai bakda magrib dan tutup dini hari
tersebut. Kecuali mengobrol, dengan halus dan sopan Kemuning selalu menampik
setiap ajakan pembeli berhidung belang.
Ada dua orang yang datang ke warung
Kemuning dan tidak pernah mengutarakan niat macam-macam selain alasan untuk mengganjal perut dan
minta ditemani ngobrol. Dua lelaki itu datang pada hari yang berbeda. Danu,
tentara yang tinggal tak jauh dari alun-alun selalu datang pada malam Minggu.
Satunya lagi Pras, mahasiswa tingkat akhir universitas terkenal di Tegal,
mengunjungi Kemuning tiap Minggu malam.
Lelaki memuja kesuburan. Sedang
perempuan mendamba kematangan dan kemapanan. Meski dua-duanya menarik, tentu
saja kalau diminta, Kemuning akan menjatuhkan pilihan kepada Danu yang sudah
punya pekerjaan dan penghasilan tetap tinimbang Pras yang meski terlihat dewasa
tetapi masih menadahkan tangannya kepada orang tua.
Dan malam itu, Kemuning yang biasanya
pulang bersama jompleng milik Mba Ipah, kali ini tak bisa menolak ketika
Danu ingin mengantarnya pulang. Ditemani cahaya gumintang, Kemuning tersipu malu menerima
Danu sebagai kekasih.
Setelah itu, Danu hampir tiap hari
mengunjungi warung Kemuning. Untuk menjaga perasaan kekasihnya, Kemuning
berusaha menjaga jarak dengan lelaki lain termasuk Pras. Kepada Pras, dirinya
bahkan berterus terang telah menjadi kekasih Danu. Pras terhempas. Seketika itu
cintanya kepada Kemuning menguap
terganti menjadi benci yang menggunung. Dan kemuning kurang bisa menangkap
isyarat itu.
Kalau kau melintas di Karanganyar
tepatnya tiga kilo meter dari gerbang perbatasan antara Kota dan Kabupaten
Tegal dan engkau mendapati seorang perempuan dengan tubuh ramping berwajah ayu
yang tak henti memaki pengguna jalan yang melintas, bisa jadi perempuan yang
kau jumpai itu Kemuning.
Kemuning kembali merengguk luka. Danu
yang biasanya datang ke warung tenda untuk mengantar pulang ke rumahnya, malam
itu tetap datang, tetapi kali ini tidak sendirian, ia ditemani
seorang wanita yang ternyata istrinya.
Entah bagaimana muasalnya, bisa saja
Kemuning memanggil tukang becak atau ojek yang
mangkal tak jauh dari alun-alun. Tapi Kemuning memilih menelphone
Pras untuk datang menjemputnya pulang.
Kalau kau melintas di Karanganyar
tepatnya tiga kilo meter dari gerbang perbatasan antara Kota dan Kabupaten
Tegal dan engkau mendapati seorang perempuan dengan tubuh ramping berwajah ayu
yang tak henti memaki pengguna jalan yang melintas, bisa jadi perempuan yang
kau jumpai itu Kemuning.
Karena menganggap
Pras orang baik, Kemuning manut saja ketika motor mereka tak melaju menuju arah rumah Lik
Daunah.
Kalau kau melintas di Karanganyar
tepatnya tiga kilo meter dari gerbang perbatasan antara Kota dan Kabupaten
Tegal dan engkau mendapati seorang perempuan dengan tubuh ramping berwajah ayu
yang tak henti memaki pengguna jalan yang melintas, bisa jadi perempuan yang
kau jumpai itu Kemuning.
Karena menganggap Pras orang baik,
Kemuning bagai kerbau di cocok hidungnya ketika motor di-rem di sebuah rumah yang katanya milik teman
lamanya. Kemuning juga tanpa pikir panjang meneguk segelas kopi yang entah
telah dibubuhi apa. Yang jelas setelah isinya kosong, kepala Kemuning dipenuhi
kunang-kunang yang berputar-putar, beberapa menit kemudian tubuh rampingnya tak
sadarkan diri.
Kalau kau melintas di Karanganyar
tepatnya tiga kilo meter dari gerbang perbatasan antara Kota
dan Kabupaten Tegal dan engkau mendapati seorang perempuan dengan tubuh ramping
berwajah ayu yang tak henti memaki pengguna jalan yang melintas, bisa jadi
perempuan yang kau jumpai itu Kemuning.
Kemuning menemukan dirinya dengan
pakaian dan tubuh yang tak lagi utuh. Dan sebelum kesadarannya benar-benar
pulih empat laki- laki dengan seringai serigala kembali menerkam, mengoyak
paksa mahkotanya lagi.
Kalau
kau melintas di Karanganyar tepatnya tiga kilo meter dari gerbang perbatasan
antara Kota dan Kabupaten Tegal dan engkau mendapati seorang perempuan dengan
tubuh ramping berwajah ayu yang tak henti memaki pengguna jalan yang melintas,
bisa jadi perempuan yang kau jumpai itu Kemuning.
Oiya,
kalau kau bertemu dengan dia, sampaikan salam untuknya. Katakan kepada dia, aku
akan datang untuknya suatu hari nanti.
Sutono
Adiwerna,
penulis
buku kumpulan cerpen Baju untuk Lili, aktifis FLP Tegal