Oleh Hendra Sugiantoro
Helen Keller |
Hidup memang penuh dengan perjuangan. Setiap kita hendak berjuang
mendekap apa yang kita impikan. Keberhasilan adalah konsekuensi logis dari
perjuangan yang kita lakukan itu. Namun, perjuangan akan menampakkan makna
berbeda pada individu-individu yang berada dalam keterbatasan. Salah satu
individu itu adalah seorang perempuan bernama Helen Keller
(1880-1968).
Helen Keller bisa menjadi contoh luar biasa dari perjuangan seorang perempuan dengan
keterbatasan fisik. Sejak berusia 19 bulan, ia mengalami kebutaan dan ketulian.
Ia juga mengalami kebisuan. Keadaan buta, tuli, dan bisu harus dihadapi Helen
Keller akibat suatu penyakit.
Menghadapi kondisi seperti Helen
Keller, apa yang kita bayangkan? Helen Keller tetaplah manusia biasa. Ia pun
menampakkan sisi manusiawi ketika harus berhadapan dengan kondisi yang tak
diduganya. Ia merasa benci dengan kondisinya, marah, tak terima, dan
semacamnya.
Perempuan yang lahir pada 27 Juni
1880 di Tuscumbia, Amerika Serikat, itu akhirnya menemukan kehidupan kembali
ketika datang seorang guru bernama Annie Sullivan. Saat usia Helen Keller
menjelang 7 tahun, Annie Sullivan telah
memulai langkah untuk membimbing, mengajar, dan memotivasi Helen Keller.
Helen
Keller bolehlah dicatat sebagai salah seorang perempuan luar biasa pada abad
20. Perjalanan Helen Keller dengan gurunya telah menampakkan tanda bahwa siapa
pun manusia memiliki potensi. Dengan keterbatasan fisik, Helen Keller bisa
menempuh jenjang pendidikan tinggi di Radcliffe College dan lulus dengan
predikat mengagumkan. Ia lulus dari perguruan tinggi khusus perempuan yang merupakan
cabang dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, itu pada usia sekitar 24
tahun.
Bahkan, Helen Keller konon sebagai
perempuan buta-tuli-bisu pertama dalam sejarah yang berhasil menamatkan
pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi. Helen Keller memiliki riwayat
panjang sampai akhir hayatnya pada 1 Juni 1968. Ia telah menghasilkan karya
tulis, termasuk menulis pengalaman hidupnya dalam The Story of My Life dan Midstream:
My Later Life. Ia sempat berkeliling dunia untuk mengkampanyekan keadilan
bagi warga dunia yang mengalami keterbatasan fisik. Bagi pendidikan anak-anak
dengan keterbatasan fisik, ia juga beraktivitas untuk menghimpun dana.
Biografi
Membaca
biografi Helen Keller, ada beberapa hal yang sekiranya layak kita renungkan.
Sikap “memanusiakan” manusia dengan keterbatasan fisik adalah keniscayaan. Di
sekitar kita, tak dimungkiri banyak orang yang memiliki
keterbatasan fisik. Memang suatu hal yang sulit diterima bagi orangtua yang
mengetahui ada anaknya menyandang keterbatasan fisik, namun kondisi tersebut
bukanlah kutukan.
Anak dengan keterbatasan fisik juga
manusia yang harus diberi kasih sayang. Dengan kasih sayang orangtua atau
anggota keluarga terdekat, perasaan anak yang menyandang keterbatasan fisik tak
menjadi tertekan dan tak merasa terkucilkan.
Begitu pun dengan masyarakat di
sekitarnya harus “memanusiakan”. Siapa pun dituntut untuk tak meremehkan orang
yang ternyata fisiknya tidak seperti orang-orang pada umumnya. Seperti juga
Helen Keller, siapa pun manusia dengan keterbatasan fisik memiliki hak yang
sama untuk hidup dan tumbuh berkembang.
Dalam hal ini, akses pendidikan yang
layak bagi penderita keterbatasan fisik senantiasa perlu diberikan.
Keterbatasan fisik bukan berarti tak memiliki potensi dahsyat. Perempuan buta,
tuli, dan bisu seperti Helen Keller ternyata bisa lulus dari perguruan tinggi.
Helen Keller juga bisa berkomunikasi dengan berbagai bahasa,
seperti Perancis, Jerman, dan Yunani.
Dari
kisah Helen Keller, kita juga bisa mengambil pelajaran berharga terkait
dedikasi seorang guru. Annie Sullivan adalah seorang guru bagi Helen Keller
yang begitu setia mengajari dan membimbing. Awalnya Annie Sullivan memahamkan
nama-nama benda dengan mengejakannya lewat telapak tangan Helen Keller.
Perlahan tetapi pasti, Helen Keller bisa menguasai
kosakata-kosakata lewat sentuhan tangan gurunya.
Dengan kesabaran dan ketelatenan,
Annie Sullivan mengajari Helen Keller membaca huruf braille dan berbicara lewat gerakan mulut. Melihat pengajaran Annie
Sullivan terhadap Helen Keller mungkin kita menganggap biasa-biasa saja. Tidak!
Ada sikap positif Annie Sullivan yang menjadi faktor pendukung keberhasilan
pengajarannya, sehingga Helen Keller menjelma menjadi sosok perempuan yang
dinilai berpengaruh pada abad 20.
Sikap positif itu adalah kesabaran,
ketelatenan, kasih sayang, dan kedekatan hati. Pastinya, kehadiran guru dengan
sikap seperti itu juga dibutuhkan di negeri ini untuk mengoptimalkan potensi
anak yang memiliki keterbatasan fisik.
Hendra Sugiantoro,
pemerhati sosial dan
pendidikan, tinggal di Yogyakarta