Purwokerto-WAWASANews.com
“Apakah
mendirikan negara Islam itu salah? Padahal membuat partai Islam saja boleh?”
Demikian lontaran pertanyaan dari K.H. Masdar Farid Mas’udi dalam diskusi
nasional bertema “Memahami Konstitusi, Memperkuat Demokrasi” di Auditorium
Utama STAIN Purwokerto, selasa (15/1). Hadir sebagai pembicara lainnya, Pakar
hukum pidana Unsoed, Noor Aziz Said, dan Ridwan, dosen
Jurusan Syari’ah STAIN Purwokerto.
Kyai Masdar
menjelaskan, masih ada gerakan-gerakan radikal yang ingin menjadikan Indonesia
negara Islam. Menurutnya, ada dua hal yang setidaknya harus diperhatikan terkait
pembentukan negara Islam. Pertama, tidak ada teks,
baik dalam al-Qur’an atau hadits yang secara eksplisit bicara soal negara Islam. Adapun kata Darul
Islam, harusnya dimaknai
dalam ranah sosiologis (fiqih), bukan dalam ranah politik-ideologis sebagaimana diperjuangkan oleh kelompok tertentu yang hendak membentuk negara Islam.
Kedua,
apabila negara dilabeli agama, mudharatnya lebih besar daripada manfaatnya.
Menurutnya, hal ini akan mendorong penguasa untuk melakukan sesuatu atas nama
agama dan tidak dapat disalahkan.
Sementara
itu, menurut Aziz, penguasa (pemimpin) Indonesia dewasa ini cenderung memakai
politik pragmatis-transaksional. “Kamu dapat apa, saya dapat apa?” katanya. Hal
ini berimbas pada kalahnya prioritas kebijakan ketika dia sudah menjadi pemimpin.
“Sudah hampir dipastikan pemimpin macam ini, lebih mementingkan individunya
daripada rakyat,” paparnya.
“Oleh
karenanya, sistem hukum nasional agaknya sulit mengandung nilai-nilai Islami.
Hal ini karena roh dari sistem hukum nasional adalah liberalisme,
individualisme, dan kapitalisme, yang mengakibatkan keadilan menjadi barang
langka di Indonesia,” jelas Aziz. (Aan)