Oleh Muhammad Akmaluddin
Perayaan Hari Natal sudah berlalu.
Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, perayaan tahun ini relatif aman dari
ancaman teror, kerusuhan dan lain sebagainya. Natal adalah hari raya terakhir yang
diperingati umat Nasrani, sebelum memasuki tahun baru Masehi. Beberapa ormas
keagamaan seperti Barisan Serbaguna (BANSER) Anshor yang bernaung di bawah
Nahdlatul ‘Ulama di beberapa kota di Jakarta, Jawa Timur, NTT dan daerah
lainnya juga ikut mengamankan prosesi tersebut.
Tujuannya pengamanan tersebut sederhana,
yaitu mengamankan acara serta sebagai bentuk toleransi beragama dan pluralisme
sebagaimana diajarkan guru bangsa, KH. Abdurrahman Wahid.
Di Semarang, beberapa mahasiswa jurusan
Perbandingan Agama Fakultas IAIN Walisongo Semarang menghadiri prosesi misaNatal pada 24 Desember 2012 di Gereja St Fransiskus Xaverius Kebon Dalem,
Semarang, Jawa Tengah. Misa Natal, begitu juga acara keagamaan selain Islam
menjadi kajian penting di jurusan tersebut.
Kelahiran ‘Isa Perspektif al-Qur’an dan
al-Hadits
Natal merupakan hari raya yang
diperingati setahun sekali dalam rangka menyambut lahirnya Yesus Kristus, atau
dalam Islam disebut Nabi Isa alaihis salam. Bedanya, umat Kristiani
memperingatinya tiap tanggal 25 Desember, sedang umat Islam sendiri tidak
pernah memperingati kelahiran putera Maryam itu. Yang hampir mirip dengan hari
raya Natal adalah Maulid Nabi Muhammad SAW.
Tentang kelahiran Isa Putera Maryam
memang menjadi kontroversi, kapan dan dimana tepatnya. Al-Qur’an sendiri tidak
menjelaskan hal tersebut, cuma mengutip pertanyaan Isa -ketika masih kecil-
dalam surat Maryam ayat 33, yaitu “Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan
kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku
dibangkitkan hidup kembali."
Di hari kelahiran Isa bin Maryam, dalam
istilah al-Qur’an, beliau sendiri meminta agar pada hari tersebut dilimpahkan
kesejahteraan. Bahkan di ayat sebelumnya, Allah SWT memberkahinya dimanapun beliau
berada. Kelahiran Isa memang sudah menjadi kontroversi, dimana ketika itu
Maryam dituduh telah berbuat sesuatu yang hina. Bahkan ketika dewasa pun beliau
dicaci, dihina dan dimusuhi oleh kaumnya sendiri.
Kelahiran Isa memang berbeda dengan
kelahiran Rasulullah SAW yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an. Namun umat
Islam banyak memperingati maulid ini, dengan pijakan yang bersumber dari hadits
saja. Bukan peringatan atau penyebutan yang menjadi masalah, tapi pengharaman
dan pengkafiran sepihak itulah yang menyebabkan masalah. Sebagaimana banyak
didendangkan dalam syi’iran di corong-corong mushalla dan masjid yang kutipannya
kira-kira “ngajine dewe gak digatekke,
… seneng ngafirke marang liyane”.
Penulis sendiri belum menemukan
literatur dalam kajian Al-Qur’an maupun al-Hadits tentang kapan dan dimana Isa
putera Maryam dilahirkan, secara pasti, sesuai dengan riwayat terpercaya. Hanya
ada beberapa yang menjelaskan seperti ini dan itu, tetapi tidak jelas dan benar
riwayat tersebut. Hanya yang diperintahkan kepada kita adalah untuk beriman
kepada semua utusan Allah SWT.
Mungkin kita perlu bertanya, bagaimana
jika waktu kelahiran Yesus Kristus yang diperingati oleh umat Nasrani sama dengan
waktu yang disebutkan dalam Al-Qur’an? Mungkin kita tidak bisa menjawabnya.
Tapi ketika kita ditanya, apakah pernah kita umat Islam memperingati hari
kelahiran Isa, yang dimintakan sejahtera oleh beliau sendiri? Kenapa majlis
fatwa di beberapa ormas keagamaan tidak pernah memberitahukan waktu tersebut
atas fatwa keharaman mengikuti misa natal?
Fatwa Sadis dan Ahistoris
Tafsir surat al-Kafirun ayat 6 yang
digunakan untuk mengharamkan menyaksikan misa natal sebagaimana dilakukan
teman-teman mahasiswa jurusan Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin IAIN
Walisongo Semarang terlalu sadis, terlebih dikatakan oleh seorang guru besar
yang bukan ahli di bidang tafsir. Terlebih fatwa MUI yang menggunakan hadits
al-Nu’man bin Basyir tentang halal dan haram.
Dari empat puluh lebih tafsir yang ada,
penulis tidak menemukan tafsiran ayat yang menunjukkan kepastian lahirnya Isa,
yang nanti efeknya akan berimplikasi pada hukum keharaman perayaan Natal.
Kemudian apakah yang dilakukan mahasiswa PA itu melanggar wilayah akidah dan
ibadah? Penulis kira tidak, toh mereka cuma menyaksikan (melihat
secara langsung dan menghadiri), tidak mengikuti (menurutkan dan menyertai)
misa natal itu. Ketika menilik firman Allah dalam surat Ali Imran 64, jelas
sekali bahwa kehadiran mahasiswa PA pada 24 Desember 2012 di Gereja St
Fransiskus Xaverius Kebon Dalem, Semarang, Jawa Tengah itu adalah -dalam bahasa
Al-Qur’annya- ta’alaw ila kalimatin sawa’ (berpegang kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan) atau istilah orang sekarang,
toleransi, sebagaimana ketika NU menerima Pancasila sebagai dasar negara.
Perihal hadits dari al-Nu’man bin
Basyir tentang halal dan haram yang dikeluarkan MUI tahun 1987 itu terkesan
emosional ketika digunakan dalam fatwa mengikuti perayaan natal. Ada wilayah
hubungan kemanusiaan (hablun minan nas) dalam menghadiri perayaan
tersebut dimana mahasiswa PA hanya menghadiri, bukan menurutkan dan
menyertai. Jadi, itu bukanlah hubungan ketuhanan. Lalu ketika menghadiri
perayaan itu dikatakan hubungan ketuhanan, maka bagaimana jual beli yang mana
tokonya kebetulan berada di samping gereja, candi atau tempat ibadah lainnya?
Begitu juga sebaliknya, orang non-muslim yang masuk ke mushalla atau masjid mengikuti
Maulid Nabi Muhammad SAW tidak otomatis dapat disebut masuk Islam dan murtad
dari agama asal mereka.
Fatwa-fatwa yang dikeluarkan beberapa ormas
keagamaan memang banyak yang terkesan buru-buru, emosional, a historis,
tidak akurat bahkan kadang dialihbahasakan, untuk tidak mengatakan dimanipulasi
beberapa pihak. Ada beberapa faktor yang harus dikaji, baik internal maupun
eksternal sebelum memfatwakan halal-haram agar tidak ada fihak yang
merasa dirugikan gara-gara fatwa yang sadis dan ahistoris.
Mahasiswa
Jurusan Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang dan Peneliti
di Idea Studies serta Iksab Semarang Institute