Oleh Ahmad Mirza Cholilulloh
Tahun pelajaran 2013/2014 adalah babak baru bagi pelajar
Indonesia, khususnya tingkat Sekolah Dasar (SD) karena ada kurikulum baru yang
akan diterapkan ke dalam 10 mata pelajaran yang wajib, yaitu Pramuka (Parja
Muda Karana/ rakyat muda yang suka berkarya).
Pada awalnya, pramuka masih belum dikenalkan di Indonesia secara formal karena masih berupa
organisasi kepanduan. Soekarno kala itu sempat memunculkan gagasan melakukan intensifikasi pelaksanaan pendidikan kepanduan di
Indonesia. Untuk itulah ia membentuk Pantia Pembantu Pelaksanaan Pembentukan
Gerakan Pramuka, yang salah satu anggotanya ialah Sri sultan Hamengkubuwono IX,
yang kini disebut sebagai Bapak Pramuka Indonesia.
Panitia tersebut menghasilkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka,
yang selanjutnya pada tanggal 19 Maret 1961, oleh Presiden Soekarno, melalui pidatonya, menyatakan bahwa Pramuka adalah satu-satunya organisasi kepanduan di
Indonesia. Hal itu termuat dalam Kepres No.
238 tahun 1961.
Paradigma Wali Murid
Banyak di antara orang tua dan wali murid
cenderung membatasi anaknya untuk mengikuti ekstrakulikuler, semisal Pramuka.
Para orang tua beranggapan bahwa kegiatan tersebut hanya menguras tenaga dan
menyita banyak waktu. Mereka lebih menginginkan anak-anak mereka belajar dan
melakukan aktivitas di dalam rumah.
Padahal, disadari atau tidak, anak tidak
cukup jika hanya memiliki kepandaian akademis saja,ia juga harus memiliki
kecakapan berkomunikasi dengan orang lain.
Faktanya, banyak siswa-siswi yang pandai secara
akademik, tetapi tidak berani untuk berbicara di depan banyak orang. Mereka
cenderung menyendiri, dan hanya sibuk dengan tugas-tugas sekolah. Inilah yang
menjadi salah satu faktor mengapa siswa-siswi yang telah lulus tidak begitu
menonjol lagi, sebab terkalahkan oleh mereka yang memiliki kecakapan tambahan di
luar kecakapan akademis.
Jiwa Pramuka
Sebagai seorang pemuda, sudah seharusnya
memiliki kemampuan untuk menciptakan hal nyata yang bermanfaat bagi masyarakat.
Namun, sekarang ini pemuda seolah sudah tidak mampu menghasilkan karya baru.
Untuk itu diperlukan jiwa dan mental yang kuat, salah satunya dapat didapatkan melalui Pramuka.
Di dalam Pramuka sendiri kita kenal yang disebut dengan jiwa korsa, yang di dalamnya terkandung
banyak nilai luhur. Pertama, solidaritas, seseorang harus mampu saling bersinergi dan bekerja sama dengan yang lain untuk mencapai tujuan. Kedua,
loyalitas, dalam bekerja sangat diperlukan kesetiaan. Apabila kita cermati yang terjadi
kepada pejabat negara ini sangat sedikit yang memiliki loyalitas dalam pekerjaan
yang mereka jalani, kecuali hanya
berorientasi materi.
Ketiga, inisiatif. Permasalahan
yang terjadi di negeri ini salah satu faktornya ialah seseorang tidak memiliki
pemikiran yang inovatif dan hanya terpaku pada karya-karya terdahulu. Sehingga, berjalannya sistem pemerintahan sekarang terlihat
monoton.
Jiwa yang keempat ialah tanggung
jawab, yang termasuk dalam dasadharma nomor sembilan “Betanggung jawab dan dapat dipercaya”. Lebih ironi lagi mereka cenderung
tidak berani bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya, apa yang
mereka katakan juga tidak sesuai dengan apa yang mereka perbuat. Untuk itu
diperlukannya jiwa korsa.
Selanjutnya, di dalam dunia kepramukaan tidak
terlepas dari Trisatya dan Dasadharma. Sebab, itulah yang menjadi janji suci dan kode etik seorang
Pramuka. Nilai-nilai luhur yang terdapat di dalamnya tidak berbeda dengan nilai-nilai luhur yang termuat dalam dasar
negara Indonesia, yaitu Pancasila. Maka dari itu tidak ada salahnya apabila Pramuka
dimasukkan ke dalam 10 mata pelajaran wajib di tingkat Sekolah Dasar.
Nilai luhur yang terdapat di dalam
Pramuka tidak hanya bermanfaat bagi murid, akan tetapi juga berguna bagi guru
yang mengajar kepramukaan itu sendiri. Sebab, dengan mengajar mata pelajaran kepramukaan guru akan
lebih memilki kedisiplinan, keberanian, dan kreativitas dalam mengajar. Juga
dapat mengambil nilai-nilai luhur tersebut.
Menurut hemat penulis, Dasadharma
mempunyai nilai yang jelas dan spesifik daripada Pancasila. Sebab, dasadharma langsung jelas tanpa perlu
penafsiran yang mendala, sehingga lebih mudah untuk dipahami dan diterapkan
oleh seseorang.
Namun, amat disayangkan ketika Pramuka hanya diwajibkan di
tingkat Sekolah Dasar saja. Mengingat begitu ironi pemasalahan yang dialami pelajar, yang justru terjadi ditingkat menengah
pertama dan ke atas. Maka dari itu,
nilai-nilai yang terkandung di dalam Pramuka sangat perlu untuk ditanamkan ke
dalam jiwa pemuda khusunya pelajar.
Ahmad Mirza Cholilulloh,
Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang
dan Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)