Puisi
Gerak Semu
Matahari
aku tak pernah sekalipun menipu
selain penglihatanmu yang kurasa keliru
yang tak juga bisa menerjemahkan
setiap makna kehadiran
padahal telah lama kita berkenalan
jauh sebelum kau mahir berjalan
aku turut menguatkan tulang-tulangmu
sekeras batu
mengapa pula kini kau terkejut
sewaktu kehadiranku sukar kau runut
kau menuduhku berjalan dari khatulistiwa
ke utara, ke selatan, lalu kembali ke
khatulistiwa
tapi kuingin kau tetap percaya
aku tak pernah beranjak sejak semula
sama seperti saat aku hadir ketika
hujan datang singgah di beranda
dan awan serupa tirai di angkasa
betapa cahaya yang kukandung adalah rahmat
yang pantas menemani saat kau berkeringat
aku membagi musim menjadi empat penanda
yang bersanding dengan ujung selatan-utara
sebagai pembawa kabar pada tetumbuhan
kapan ia berguguran, kapan ia merawat harapan
kapan ia diguyur beku, kapan ia diajar olehku
Surakarta,
11 November 2012
Seperti Biasa
seperti biasa, aku harus meneleponMu berulang-ulang.
sebelum
peta perjalanan terlihat makin rabun dan gamang. sekedar
bertanya
tentang letak warung makan, bekal perjalanan, hingga arah
jalan
pulang. barangkali, aku memang butuh pemandu jalan, yang
bisa
mengantarku ke rumahMu sebelum hari beranjak petang.
sebelum
angin dingin kian merasuk ke pori-pori dan sumsum tulang.
seperti biasa, kalbu ini menyeru berulang-ulang. tentang
janji
yang terucap saat ruh dipanggil datang. sebelum menempati
tubuh
mungil dalam perut yang mengembang. sebelum tangis
pertama
pecah di atas ranjang, di samping wajah teduh yang penuh
kasih
sayang: berangkat dari kegelapan rahim menuju sinar
terang.
seperti biasa, air mata ini kembali datang, usai tubuh
tercebur
ke dalam lubang. seperti rindu yang memanggil
berulang-ulang.
seperti biasa, Sayang.
Jepara, 28 Maret 2012
Mutiara
apa yang kau harap dari sebutir pasir
yang mudah diusir angin meski semilir
diterbangkan lalu dijatuhkan di atas laut
terombang-ambing ombak pasang-surut
hingga perjalanan serasa mengasingkan diri
menuju kedalaman laut yang penuh misteri
dan celakalah bagi sekawanan tiram
yang tak waspada hingga aku bersemayam
di dalam cangkangnya
menimbulkan perih luar biasa
hingga terlihat betapa merananya ia kini
yang tak memiliki sepasang tangan dan kaki
yang tak mudah mengusir rasa sakit ini
tapi dengan bantuan liurnya yang licin
menumpuklah segala ingin
dengan sabar aku dibalut air liurnya
agar tergelincir keluar dengan sendirinya
hari, bulan, dan tahun-tahun pun berganti
pamitku adalah pertanda perih terobati
dan aku pangling sewaktu mematut diri
warna kulitku menjadi kian semarak
tubuhku mulai berbentuk kian acak
aku mulai menjalani peran berbeda
menjadi sebutir benda yang cukup berharga
Yogyakarta-Jepara, 1-2
Desember 2012
Perahu
di sepertiga
malam buatlah satu perahu
kemudian lepaskan
di atas arus yang laju
yang mengalir
dari anak sungai di pipimu
menuju sebuah
muara bernama rindu
bisa juga kau
titipkan sebongkah muatan
yang lahir dari
endapan asa dan keinginan
sejenak biarkan
ia menghilang di tikungan
lalu tunggu dengan
penuh pengharapan
lepaskan hatimu
dari cengkeraman keraguan
ia serupa tali
gaib yang mengikat perahu ke tepian
agar perahumu tak
terbebani saat memulai pelayaran
agar perahumu
lekas tiba di tanah yang dijanjikan
membawa pulang
bingkisan buah tangan
saat rumahmu sepi
dari tamu dan kunjungan
perahu itu yang
kelak akan menyeberangkanmu
saat tak ada
kendaraan yang mau mengangkutmu
Surakarta, 19 November 2012
Tentang Karya
: Yudhi
Herwibowo
setiap karya
membawa nasibnya sendiri,
katamu.
aku termangu, sebab selama ini aku percaya
bahwasannya
karya serupa uang saku. yang bisa menjelma
ikan pindang, telur,
tempe, atau tahu. serta alasan kenapa aku
masih saja bertahan
di belakang bangku, mendengarkan riwayat
angka-angka
yang katanya bisa mengubah nasibku-nasibmu.
dari dulu aku berharap kelak bisa membuntuti,
meski jalan
pertama kita berbeda: aku puisi, kau fiksi.
serupa membandingkan
kinerja mesin ketik dengan mesin fotokopi.
mesin mana yang lebih
cepat merayu kata-kata agar lekas terjatuh
dalam pelukan kertas.
dan kurasa anak kecil bisa menjawabnya dengan
penuh
semangat, cepat, tepat, dan antusias.
telah kusalami aneka wajah karya, menjalin
ikatan dengannya.
demi menutupi kecemburuanku atas kemesraanmu
dengan fiksi
yang demikian kuatnya. adalah satu alasan
kenapa aku menjelma
piranti teknologi all in one, meski selalu saja, masalah klasik
seperti batere yang lebih cepat terkuras akan
selalu
menjadi kendala.
ah, kenapa baru sekarang aku merasa.
bahwa idemu lebih gemuk dan bertenaga
dari yang pernah aku sangka.
Surakarta-Jepara, 31 Juli-2 Agustus 2012
Gear
aku hanyalah
pembawa pesan
dari mesin-mesin
kendaraan
tempat menukar
putaran bimbang
menjadi gerak
lurus beraturan
adalah bukti aku
membenci kesesatan
dalam setiap
kilometer perjalanan
tak perlu
sekali-kali kau bandingkan
antara daya
masukan dengan keluaran
tak ada ihwal
yang aku sembunyikan
tak ada pula niat
memeras bahan bakar
selain ritual
gesekan, yang menjadi mahar
sewaktu aku dan
pasangan memulai ikatan
di mana rantai
menjadi penghulu pernikahan
maka, mulailah
kami menebar bibit kemajuan
lewat roda yang
semula malas menjadi berjalan
melipat jarak
yang membentang menjadi berdekatan
dan aku cukup
senang hati menerima bayaran
meski hanya
berupa cairan pekat berlendir hitam
yang menyulap
bising menjadi rasa tenteram
begitulah riwayat
hidupku yang sederhana
bersama pasangan
yang teramat setia
sampai keriput
dan retak mulai melanda
karena
karat-karat yang melekat
karena perawatan
yang tak rutin kami dapat
Surakarta, 4
Agustus 2012
Ketika Aku Menandai 28 Januari
berulangkali aku
menandai tanggal ini, aku masih belum
mampu mengenang
tangis bayi. apalagi rintihan bunda yang
bertaruh nyawa
untuk memompa napasku di muka bumi. dengan
ramah ia menyusui,
tak perduli kedatanganku mengundang luka
tak terperi. yang
sakitnya lebih dari upacara yang dulu teramat
aku takuti. saat
kilat pisau menyinggahi satu-satunya barang
milikku yang
tersembunyi. sampai teknologi mau berbaik
hati membantuku
menidurkan rasa nyeri.
percayalah
bahwasannya kemajuan teknologi tak banyak
membantu tugas
bunda, ananda, bisiknya saat
aku masih latah
bagaimana cara
membujuk mata agar tak mudah terpejam. aku
mengamininya,
karena sampai detik ini belum ada satu mesin
kasih sayang yang
tak pernah aus dan rusak meski bekerja
selama dua puluh
empat jam. sehari semalam.
berulangkali aku
menandai tanggal ini, aku kian mengerti
bahwa senyumku
baginya adalah usaha yang tak pernah rugi.
hingga tak ada
kecemasan meski suapan nasi semakin banyak
untuk dibagi.
begitulah caranya menikam lapar dengan rasa
kenyang yang
menjadi. maka, percayalah bunda, aku tak akan
menyia-nyiakan
kelahiran dengan ritual merendahkan diri
atau berlari
menuju mati, demikian aku
mulai berjanji
sebagaimana
seorang lelaki.
Surakarta, 28 Januari 2012
Diskusi Sajak
: Puitri Hati Ningsih
diskusi ini masih bergairah dan membara. saat teman-teman kian
deras melempar tanya, tentang ragam menu sajak yang paling disuka.
serta bagaimana resep memasaknya agar terasa lezat di lidah para
pembaca, bukan malah basi ditelan masa.
kurasa kota ini cukup memberi warna, bagi pohon sajak yang
mulai tumbuh dan berbunga. berulangkali waktu menyiramnya.
meski sebagian masih sembunyi dari paparan cahaya, lupa ritual
fotosintesa. sementara tanah yang diduduki mulai kehilangan hara,
pupuk menjadi semacam komoditas paling langka. yang tak semua
pemangku kota berbaik hati mengurusnya, apalagi memberi subsidi
penekan harga. mungkin sajak serupa tahanan kota, yang dipenjara
arus pop yang berulang diputar di radio, layar kaca, dan ballroom
hotel bintang lima. hingga sajak kini mesti rela meringkuk dalam
dokumentasi sederhana, di gedung-gedung tua di sudut kota.
terasing dan terlupa.
Surakarta, 3 April
2011
Lasinta Ari Nendra Wibawa, kelahiran
Sukoharjo, 28 Januari 1988. Mahasiswa Teknik Mesin UNS. Ia menulis puisi, cerpen, artikel, esai, opini, proposal,
reportase, karya ilmiah, drama, dan lagu. Karyanya pernah dimuat di 35 media massa
lokal-nasional, 25 buku antologi bersama yang terbit skala nasional-internasional,
dan meraih 25 penghargaan. Buku kumpulan puisi tunggalnya berjudul Alpha Centauri (Shell, Desember 2012).
Sekarang ini aktif mengelola Buletin Sastra Pawon. Bertempat tinggal di Jepara