Cerpen
Oleh Sam Edy Yuswanto
pilongtan1997.deviantart.com |
Air mata Kinar masih terus meleleh.
Jatuh berleleran membasahi kedua pipi tembem putihnya. Betapa, ia harus
menanggung kecewa tak berpenghabisan ketika Harlan, lelaki yang baru semalam
dinyatakan sah sebagai suaminya itu tiba-tiba saja dengan kasar mengucap kata
talak. Ia langsung minggat meninggalkan Kinar tanpa sudi memercayai keterangan
yang dianggap Harlan hanya sebatas dalih tak beralibi. Tak masuk akal.
Kinar tak kuasa berucap apa-apa lagi
-bahkan sekadar membela harga dirinya yang serasa tercabik dan lolos dari raga-
begitu menyaksikan kemurkaan yang langsung menggulung wajah Harlan di malam
pertama usai keduanya saling memadu kasih. Kinar tak pernah mengira jika
Harlan, lelaki yang selama ini ia anggap baik, santun, pengertian, penuh perhatian
dan sangat penyayang itu mendadak berubah perangai jadi begitu.
Hati Kinar hancur berkeping saat
Harlan menuduhnya tak perawan lagi. Perempuan mana yang tak tersayat jika dituding
sudah tak perawan, terlebih yang menuduh adalah lelaki yang sangat ia cintai. Lelaki
yang baru beberapa jam dinyatakan sah sebagai imam yang akan menuntun Kinar
mengarungi terjalnya liku kehidupan ini. Harlan, sama sekali tak memercayai
keterangan jujur Kinar -bahkan Kinar sampai bersumpah atas nama Tuhan dan Nabinya-
bahwa ia masih gadis perawan.
Harlan tetap saja kukuh dengan egonya.
Bagi Harlan, tak ada ganjaran yang sepadan bagi wanita durjana yang telah mengobral
keperawanan sebelum ia sah menjadi istri, kecuali langsung dicerai pada malam pertama.
Malam pertama Kinar yang seharusnya
indah jadi berantakan gara-gara sebuah mitos yang telah menganak-turun: jika
tak ada setitik pun darah memercik dari kemaluan si pengantin wanita, maka itu
pertanda keperawanannya telah terenggut.
***
Lirik sinis serta gegunjing para tetangga
terus bergulir tak bertepi. Membuat ulu hati Kinar kian tertikam perih. Sakit
bukan kepalang tuduh tanpa alibi yang menyemati dirinya kini. Betapa Kinar
merasa diperlakukan sangat tak adil oleh keadaan serta lingkungan.
Padahal sebelumnya, sungguh, Kinar
telah memasrahkan gegaris takdirnya pada Yang Maha Kuasa. Ia telah berusaha
melapang-lapangkan dada. Mencoba berhati seluas samudera dan berusaha legawa
atas kezaliman sang suami, mesti itu sungguh bukan hal mudah. Bahkan, Kinar
telah mencoba memaafkan sikap Harlan sebelum ia sadar atas kekeliruan praduganya
yang hanya berlandaskan mitos belaka.
Ada satu hal yang membuat Kinar
merasa tidak kuat menjalani semua ujian ini. Entah mengapa semua tetangganya
nyaris memercayai asumsi Harlan. Perempuan lacur. Murahan. Tak beradab. Kaum
jahiliyah. Tak beragama. Perempuan penghuni kerak jahanam. Itulah sederet tafsir
licik yang tersirat dari gurat wajah serta lirik sinis para tetangga, terlebih
ibu-ibu yang doyan menggunjing dan kebetulan berpapas dengannya di jalan atau ketika
ia tengah belanja di warung. Untung saja, kedua orangtua Kinar masih bisa melihat
kejujuran yang terpancar di wajah putrinya itu.
Sementara itu, diam-diam, sang ayah dihantui
rasa bersalah tak berpenghabisan ketika teringat bahwa dirinyalah yang sebenarnya
menyebabkan Kinar tertimpa takdir getir tak berkesudah ini. Ya. Sewaktu Kinar
masih duduk di bangku Sekolah Dasar, ia pernah terjatuh dari boncengan sepeda
motor bersebab sang ayah ugal-ugalan melajukan motornya.
Masih terekam di benak ayahnya, saat
dari kemaluan Kinar waktu itu mengucur darah segar. Pasti, ya, pasti bersebab
kecelakaan naas masa silam itu yang lantas menyebab Kinar saat malam pertama
tak bisa mengeluarkan darah yang menurut mitos sebagai sebuah perlambang
keperawanan seorang wanita.
***
“Iya, Mbakyu. Aku juga ndak
percaya, kalo yang menyebabkan Kinar ndak mengeluarkan darah itu
karena dulu pernah terjatuh dari sepeda motor,”
“Eh, Tun. Aku malah curiga, kalau selama
ini, tanpa sepengetahuan kita, Kinar itu diam-diam jadi pelacur. Pantesan saja
belakangan ini ia sering belanja baju baru.”
Serasa tersambar petir ketika secara
tak sengaja Kinar mendengar obrolan beberapa tetangganya yang sedang belanja
sayuran di warungnya Mbok Minah. Dan wajah Kinar langsung menyaga saat
mengetahui bahwa yang telah menyebarkan fitnahan keji itu ternyata adalah Atun,
karib sekaligus teman curhat yang ia percayai bisa menjaga rahasianya namun
ternyata di belakang malah tega mengkhianati.
“Oh, jadi ternyata kamu biang keladinya,
Tun?” Kinar tergopoh mendekati Atun dengan emosi yang telah melompati ubun-ubunnya.
Meledak sudah bom amarah yang bersemayam dalam dada Kinar selama ini. Hei,
bukankah kesabaran manusia itu bergaris tepi? Salahkan jika Kinar akhirnya tak
kuasa mengontrol emosi sementara mereka terus menghakimi tanpa bukti.
Plak! Plak! Plak!
Tamparan keras dan berulang langsung
mendarat di kedua pipi Atun yang masih geming badan dengan wajah pucat serupa
mayat.
“Sungguh aku ndak nyangka
ternyata selama ini kamulah si penyebar gosip murahan ini!” Pekik Kinar seraya
berlari meninggalkan Atun dan para tetangganya yang masih diam seribu bahasa.
Semenjak kejadian di warungnya Mbok
Minah tempo hari itu, Kinar tak berani lagi keluar rumah. Ia hanya mengurung
diri dalam kamar.
***
Pagi itu, di sebuah rumah di ujung kampung
itu ditemukan tubuh perempuan sudah tak bernyawa. Sebagian tubuhnya bersimbah
darah dan dihiasi tusukan benda tajam.
Dari samping rumah itu, mereka
mendengar suara tawa keras yang memekak.
“Ki… Kinar?” ucap ibu-ibu yang
berada di baris depan dengan bola mata membeliak tak percaya.
“Ayo, siapa lagi yang mau mati di
tanganku!” tantang Kinar dengan kedua tangan mencengkeram seutas tali dan
sebilah belati, matanya yang nanar menatap tajam ke arah kerumunan orang-orang
yang tengah menatap tak percaya atas penglihatan mereka sendiri.
Puring Kebumen,
2011 - 2012
Sam Edy Yuswanto, lahir 03 Oktober 1977.
Pria penyuka kopi dan
warna hitam putih ini bermukim di Kebumen, Jateng. Lebih dari 100 tulisannya dimuat berbagai
media lokal hingga nasional, seperti: Seputar
Indonesia, Republika,
Suara Pembaruan, Harian Bhirawa, Bisnis Indonesia, Kompas.com, Radar Banyumas,
Merapi, Minggu Pagi, Pontianak Post, Sumut
Pos, Tribun-Kalteng.com, Surabaya
Post, Radar Surabaya, Serambi Ummah, Cempaka, Bisnis
Indonesia, Cahaya Nabawiy, Koran Jakarta, Sabili, Rindang, Potret, Story, Basis,
Suara Merdeka,
Kedaulatan Rakyat,
Lampung Post, Annida-online,
Rimanews.com, Misykat, Community, dll. Buku antologinya bersama penulis lain telah terbit; Sebuah Kata Rahasia, Seribu Tanda Cinta, Ketika Aku Ingin
Bunuh Diri, Cerita 3 Pulau, E-love Story, Nyanyian Kesetiaan, Hari Ketika
Seorang Penyihir Menjadi Naga, dan
Bismillah Aku Tidak Takut Gagal!