Semarang-WAWASANews.com
Dr. Sulaiman Al-Kumayi |
Akhir-akhir
ini banyak organisasi keagamaan yang mulai kembali menghidupkan tasawuf setelah
“bosan dan jenuh” dengan alam logika dan rasional. Buktinya, banyak buku yang
diterbitkan dengan kajian tasawuf oleh kelompok yang dulunya sangat antipati
dengan ajaran tersebut.
“Mereka
merasa kering spiritualnya, sehingga akhirnya muncul tasawuf sebagai penyejuk,”
ujar Sulaiman al-Kumayi dalam diskusi rutin Mahasiswa Ahlith Thariqah
al-Mu’tabarah al-Nahdliyyah (MATAN) Komisariat IAIN Walisongo Semarang sekaligus
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Hari Lahir Pertama MATAN dengan tema “Dengan
Thariqah Membangun Karakter Generasi
Muda Bangsa” di Gedung Serbaguna (GSG) Madrasah TPQ Raudlatul Jannah, Perumahan
Bank Niaga Ngaliyan, Semarang, Senin pagi (14/1).
Menyikapi
tentang kelompok Islam yang puritan, doktor Tasawuf sekaligus Ketua Jurusan
Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang itu
mengatakan bahwa segala usaha yang merongrong dan mengancam kedaulatan NKRI
adalah perbuatan yang melawan hukum dan agama. Usaha arabisasi dan Islamisasi
Indonesia merupakan hal yang mustahil karena Indonesia bukan jazirah Arab dan
banyak terdiri atas berbagai agama. Tarekat di Indonesia menjadi benteng
pertahanan utama melawan penjajah di seluruh penjuru Indonesia.
“Menurut
saya, toleransi adalah dimana ketika ada orang yang berbeda, kita bukan
menganggap itu orang di luar kita tapi mereka adalah yang mewarnai kita.
Ibaratnya, pelangi akan dikatakan indah bila terdiri dari banyak warna. Kita
tidak boleh berpikiran sempit. Seperti Gus Dur, beliau sangat menghormati dan
memperjuangkan hak-hak kaum minoritas karena berfikir posisinya sebagai
negarawan,” ujar Sulaiman ketika menerangkan soal toleransi dan keberagaman di
Indonesia. Menurutnya, bila tingkatan spiritualitas seseorang semakin tinggi,
maka dia akan semakin banyak melihat keindahan yang tiada batas pada ciptaan
Allah.
Dalam konteks
toleransi inilah, peran pemuda, khususnya mereka yang tergabung dalam MATAN,
adalah sebagai garda depan mempertahankan NKRI. “Bahwa rasionalisasi tanpa
spiritualitas itu bagaikan menanam pohon tanpa disiram. Begitu juga para
mahasiswa yang hanya mengandalkan intelektualitas dan lupa akan moralitas serta
dirinya sendiri, mereka akan lupa arah dan tujuan hidupnya,” terang Syariful
Anam, narasumber kedua yang juga menjadi Sekretaris I PP MATAN.
Dengan
peserta yang berjumlah sekitar duapuluh orang, diskusi berjalan aktif dan antusias.
“Walaupun sederhana, semoga diskusi ini membawa labet (pengaruh) bagi yang
hadir di sini,” ucap Abdul Ghafur, Ketua Umum MATAN Komisariat Walisongo.
Terlihat beberapa MATAN komisariat di kampus sekitar Semarang hadir sebagai
undangan dalam acara tersebut. (Akmal)