riaukita.com |
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا
وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ
بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ
قال الله تعالى فى كتابه الكريم: يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم
مُّسْلِمُونَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُواْ رَبَّكُمُ
الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا
رِجَالاً كَثِيراً وَنِسَاء وَاتَّقُواْ اللّهَ الَّذِي تَسَاءلُونَ بِهِ وَالأَرْحَامَ
إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيباً
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ
وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيداً . يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَن يُطِعْ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزاً عَظِيماً
أما بعد
Jamaah Jumat rahimakumullah
Mari kita tingkatkan ketakwaan kepada
Allah Ta’ala dengan ketakwaan yang sebenar-benarnya, yaitu mengamalkan apa yang
diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta
menjauhi apa yang dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurah kepada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudia
keluarga, sahabat-sahabatnya, serta pengikutnya sampai akhir zaman.
Kaum muslimin jamaah Jumat rahimani wa
rahimakumullah
Sesungguhnya tujuan utama agama Islam
adalah agar manusia beribadah kepada Allah Ta’ala dengan ikhlas. Allah Ta’ala
berfirman:
وَمَآ أُمِرُوْآ إِلاَّ
لِيَعْبُدُوْااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ
Dan mereka tidaklah diperintahkan
kecuali agar beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya
(QS. Al Bayyinah: 5).
Lalu apa yang dimaksud dengan
keikhlasan.
Ta’rif (Definisi) Ikhlas
Ikhlas secara bahasa artinya memurnikan
sesuatu dan membersihkannya dari campuran. Secara istilah, ada beberapa ta’rif,
di antaranya adalah:
Ikhlas adalah penyucian niat dari
seluruh noda dalam mendekatkan diri
kepada Allah Ta’ala. Noda di sini misalnya mencari perhatian makhluk dan pujian
mereka.
Ikhlas adalah pengesaan Allah Ta’ala
dalam niat dan ketaatan.
Ikhlas adalah melupakan perhatian
makhluk dan selalu mencari llah Ta’ala.
antaranya adalah: ya dari
campuran. perhatian al-Khaliq.
Ikhlas adalah seorang berniat
mendekatkan diri kepada Allah dalam ibadahnya.
Ikhlas adalah samanya perbuatan seorang
hamba antara yang nampak dan yang tersembunyi.
Singkatnya, ikhlas adalah seseorang
beribadah dengan niat mendekatkan diri kepada Allah, mengharapkan pahala-Nya,
takut terhadap siksa-Nya dan ingin mencari ridha-Nya.
Dzun Nun al-Mishriy rahimahullah
berkata: “Tiga tanda keikhlasan adalah: (1) Seimbangnya pujian dan celaan
orang-orang terhadapnya, (2) Lupa melihat amal dalam beramal, (3) Dan
mengharapkan pahala amalnya di akhirat.”
Kedudukan Ikhlas
Ikhlas adalah asas keberhasilan dan
keberuntungan di dunia dan akhirat. Ikhlas bagi amal ibarat pondasi bagi sebuah
bangunan dan ibarat ruh bagi sebuah jasad, di mana sebuah bangunan tidak akan
dapat berdiri kokoh tanpa pondasi, demikian juga jasad tidak akan dapat hidup
tanpa ruh. Oleh karena itu, amal shalih yang kosong dari keikhlasan akan
menjadikannya mati, tidak bernilai serta tidak membuahkan apa-apa, atau dengan
kata lain “wujuuduhaa ka’adamihaa” (keberadaannya sama seperti
ketidakadaannya).
Ikhlas juga merupakan syarat
diterimanya amal di samping sesuai dengan sunah. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman
dalam hadis Qudsi:
أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ
عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Aku sangat tidak butuh sekutu, siapa
saja yang beramal menyekutukan sesuatu dengan-Ku, maka Aku akan meninggalkan
dia dan syirknya.” (HR. Muslim).
Tempat Ikhlas
Ikhlas tempatnya di hati. Saat hati
seseorang menjadi baik dengan ikhlas, maka anggota badan yang lain ikut menjadi
baik. Sebaliknya, jika hatinya rusak, misalnya oleh riya’, sum’ah, hubbusy
syuhrah (agar dikenal), mengharapkan dunia dalam amalnya, ‘ujub (bangga diri)
dsb. maka akan rusaklah seluruh jasadnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ
الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ .
“Apabila hati menjadi baik, maka akan
baik pula seluruh jasadnya, dan apabila hati menjadi rusak, maka akan rusak
seluruh jasadnya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Seseorang dituntut untuk berniat ikhlas
dalam seluruh amal shalihnya, baik shalatnya, zakatnya, puasanya, jihadnya,
amar ma’ruf dan nahi munkarnya, serta amal shalih lainnya, termasuk belajarnya.
Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Janganlah kalian belajar agama karena
tiga hal; agar dapat mengalahkan orang-orang tidak tahu, agar dapat mendebat
para fuqaha’ dan agar perhatian orang-orang beralih kepada kalian. Niatkanlah
dalam kata-kata dan perbuatan kalian untuk memperoleh apa yang ada di sisi Allah,
karena hal itu akan kekal, adapun selainnya akan hilang.”
Buah yang Dihasilkan dari Keikhlasan
Buah yang dihasilkan dari keikhlasan
sungguh banyak, seorang yang ikhlas dalam mengucapkan laa ilaaha illallah, maka
Allah akan mengharamkan neraka baginya. Seorang yang mengikuti ucapan muadzin
dengan ikhlas, maka Allah akan memasukkannya ke surga. Seorang yang menuntut
ilmu agama dengan ikhlas, maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.
Seorang yang ikhlas menjalankan puasa, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya
yang telah lalu. Bahkan perbuatan mubah akan menjadi berpahala dengan
keikhlasan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ
نَفَقَةً تَبْتَغِيَ بِهَا وَجْهُ اللهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ
فِي فِي امْرَأَتِكَ
“Sesungguhnya kamu tidaklah menafkahkah
satu nafkah pun karena mengharapkan keridhaan Allah, kecuali kamu akan
diberikan pahala terhadapnya sampai dalam suapan yang kamu masukkan ke dalam
mulut istrimu.” (HR. Bukhari-Muslim)
Perhatikanlah kisah tiga orang yang
bermalam di sebuah gua, lalu jatuh sebuah batu besar menutupi gua tersebut, sehingga mereka tidak
bisa keluar. Masing-masing mereka berdoa kepada Allah dengan menyebutkan amal
shalih yang mereka kerjakan dengan ikhlas, akhirnya Allah menyingkirkan batu
tersebut dari gua, hingga mereka semua bisa keluar. Ini sebuah contoh buah dari
keikhlasan.
Akibat Tidak Ikhlas
Sebaliknya, jika amal shalih dikerjakan
atas dasar niat yang tidak ikhlas, bukan mendapatkan pahala, bahkan mendapatkan
siksa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya orang yang pertama kali
diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Ia pun dihadapkan, lalu
Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, ia pun mengingatnya, kemudian
ditanya, “Kamu gunakan untuk apa nikmat itu?” Ia menjawab, “Aku (gunakan untuk)
berperang di jalan-Mu hingga aku mati syahid”, Allah berfirman, “Kamu dusta,
sebenarnya kamu berperang agar dikatakan sebagai pemberani dan sudah dikatakan
demikian”, kemudian Allah memerintahkan orang itu agar dibawa, lalu ia diseret
dalam keadaan telungkup kemudian dilempar ke neraka. (Kedua) seorang yang
belajar agama, mengajarkannya dan membaca Alquran, ia pun dihadapkan, lalu
Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, ia pun mengingatnya, kemudian
ditanya, “Kamu gunakan untuk apa nikmat itu?” Ia menjawab, “Aku (gunakan untuk)
mempelajari agama, mengajarkannya dan membaca Alquran karena Engkau”, Allah
berfirman: “Kamu dusta, sebenarnya kamu belajar agama agar dikatakan orang
alim, dan membaca Alquran agar dikatakan qaari’, dan sudah dikatakan”, kemudian
Allah memerintahkan orang itu agar dibawa, lalu ia diseret dalam keadaan
telungkup kemudian dilempar ke neraka. (Ketiga) seseorang yang dilapangkan
rezekinya dan diberikan kepadanya berbagai jenis harta, ia pun dihadapkan, lalu
Allah mengingatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, ia pun mengingatnya, kemudian
ditanya, “Kamu gunakan untuk apa nikmat itu?” Ia menjawab, “Tidak ada satu pun
jalan, di mana Engkau suka dikeluarkan infak di sana kecuali aku keluarkan
karena Engkau”. Allah berfirman, “Kamu dusta, sebenarnya kamu lakukan hal itu
agar dikatakan sebagai orang yang dermawan dan sudah dikatakan”, kemudian Allah
memerintahkan orang itu agar dibawa, lalu ia diseret dalam keadaan telungkup
kemudian dilempar ke neraka.” (HR. Muslim).
Contoh Riya’ dan Kurang Ikhlas
Berikut beberapa contoh riya’ dan
amalan yang kurang ikhlas:
Seorang
menambahkan lagi ketaatannya ketika dipuji, atau mengurangi bahkan meninggalkan
ketaatan ketika dicela.
Seseorang
beramal shalih dan berakhlak mulia agar dicintai orang-orang, diperlakukan
secara baik dan mendapat tempat di hati mereka. Jika hal itu tidak tercapai, ia
pun berat sekali melakukannya.
Seseorang bersedekah karena ingin
dilihat orang, jika tidak ada yang melihatnya, ia tidak mau bersedekah.
Ibnu Rajab berkata, “Dan termasuk
penyakit riya’ yang tersembunyi adalah bahwa seseorang terkadang merendahkan
dirinya, di hadapan manusia, mengharap dengan itu agar manusia melihat bahwa
dirinya adalah seorang tawadhu’, sehingga terangkat kedudukannya di sisi mereka
dan mendapat pujian dari mereka..”
Khutbah Kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ.
أَمَّا بَعْدُ؛
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى
النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ
عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى سيدنا
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، في العالمين إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.
اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَرْخِصْ أَسْعَارَهُمْ وَآمِنْهُمْ
فِيْ أَوْطَانِهِمْ.
اَللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ
غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ وَلاَ
حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ
سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا
رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ
وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ
وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ
يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.