Oleh Sam Edy Yuswanto
Judul Buku : Kinoli
Penulis : Yetti A.KA
Penerbit : Javakarsa Media, Yogyakarta
Tahun : I, 2012
Tebal : 136 halaman
ISBN : 978-602-18294-1-7
Perempuan makhluk unik. Ia memiliki perasaan
lembut dan sensitifitas lebih tinggi ketimbang laki-laki. Kehadiran perempuan
di muka bumi ini, di satu sisi bisa menjadi rahmat yang akan mengantarkan
seorang laki-laki merengkuh kebahagiaan hakiki, di dunia maupun kelak di
akhirat. Di sisi lain, perempuan juga bisa menjadi penghancur kehidupan,
terutama bagi kaum laki-laki yang tak mampu mengekang gelora nafsunya.
Sebagai tamsil, sebuah rumah tangga
yang semula harmonis, menjadi panutan masyarakat, mendadak carut-marut dan
berujung perceraian hanya gara-gara hadirnya perempuan lain dalam rumah. Karir
politik seorang pejabat tinggi yang sebelumnya berwibawa dan disegani, bisa
langsung ambruk dalam sekejap akibat ia tidak bisa menghormati perasaan kaum
perempuan.
Buku kumpulan cerpen berjudul
‘Kinoli’ ini berisi 12 cerita pendek yang rata-rata berkisah tentang perasaan-perasaan
yang dialami oleh kaum perempuan, baik ketika suka maupun duka. Adalah Yetti
A.KA, penulis perempuan kelahiran Bengkulu, yang begitu fasih membahasakan
perasaan-perasaan dan impian-impian kaum perempuan, terutama mereka yang
mengalami ketertindasan dalam banyak hal.
Cerpen berjudul “Rumah Keluarga”
menjadi pembuka buku antologi ini. Berkisah tentang perempuan bernama Maira,
yang semenjak kecil mendapatkan limpahan kasih sayang dari kedua orangtua
bahkan seluruh kerabatnya. Namun, kasih sayang yang berlebihan itu ternyata membuat
Maira merasa bosan. Ia merasa hidupnya terlalu dikekang dan tak bisa menentukan
pilihan. Ia merasa diperlakukan seperti anak kecil, padahal usianya kian
bertambah dewasa.
Sementara, kedua orangtua Maira sangat
menginginkan kelak putrinya itu menemukan jodoh dan tinggal bersama mereka, sembari
melayani tamu-tamu dari keluarga besarnya yang gemar berkunjung dan menginap
hingga berhari-hari. Sementara Maira memiliki impian lain yang sangat berseberangan
dengan keinginan ayah-ibunya. Ia ingin keluar dari rumah itu, dan memiliki
kehidupan sendiri bersama suami pilihannya (halaman 5-14).
Tebing, adalah judul cerpen
selanjutnya. Bercerita tentang perempuan bernama Marinda, yang tengah terjebak
cinta terlarang. Sebagai perempuan kedua dalam rumah tangga seseorang, ia
merasa selalu dinomorduakan oleh lelaki itu. Meski ia sepenuhnya menyadari dengan
posisi dirinya dan mencoba berlapang dada menjalani kisah percintaannya yang
sangat rumit, namun seiring berjalannya waktu ia merasa tak sanggup lagi
bertahan dan ingin mengakhiri hubungan terlarang itu (halaman 15-22).
Judul cerpen selanjutnya adalah ‘Pagar’,
yang menceritakan sebuah keluarga yang sarat hikmah. Rut, perempuan yang
sebelum menikah sempat mendefinisikan ‘pagar’ sebagai sesuatu yang mengekang
kebebasan. Namun definisi tersebut tak berlaku lagi pasca ia memutuskan untuk
menikah.
Dengan alasan menjaga keamanan
putrinya yang baru berusia tiga tahun, Rut lantas memohon suaminya untuk
membangun pagar tinggi di depan halaman rumahnya. Namun, sesuatu yang tak
diinginkan terjadi justru setelah rumahnya dilingkari pagar tinggi yang selalu
terkunci. Selain hubungan dengan para tetangga menjadi renggang, putri semata
wayangnya suatu hari terjebak di dalam rumah sementara pagar dalam keadaan
terkunci (halaman 54-60).
Kinoli, cerpen yang menjadi ‘leader’
buku ini, bercerita tentang seorang perempuan bernama Kinoli, yang selalu
mendambakan lahirnya anak perempuan dengan alasan bisa menjadi teman dalam
berbagai suasana. Berbeda dengan anak lelaki yang terkadang memiliki selera tak
seragam dengan kaum perempuan. Kinoli mempunyai sahabat lelaki yang menyukainya,
namun Kinoli hanya menganggap teman biasa, tak lebih. Namun entah mengapa,
setelah menikah dengan lelaki lain, Kinoli baru merasakan kehampaan dalam
hidupnya. Ia merasa ada sesuatu yang hilang setelah tinggal berjauhan dengan
sahabatnya (halaman 69-77).
Naru dan Layang, cerpen ini berkisah
tentang persahabatan dua perempuan yang berakhir menyedihkan. Layang sering
bercerita pada Naru, sahabatnya, bahwa dadanya terasa dihimpit benda berat,
seperti ada sesuatu tumbuh di dalamnya. Selama ini, Layang telah kenyang hidup dalam
penderitaan bersama ayah tirinya yang kejam. Hingga kemudian kedua sahabat itu
terpisah oleh waktu dan dipertemukan kembali dengan kondisi yang berbeda 180
derajat. Justru Naru-lah yang kini memiliki banyak masalah dalam rumah
tangganya hingga membuat dadanya serasa dijejali benda berat, seperti ada
sesuatu tumbuh di dalamnya. Sementara Layang yang dulu berkarib penderitaaan
justru kini sangat menikmati kehidupan kelamnya (halaman 39-46).
Sam Edy Yuswanto,
penulis lepas dan penikmat buku,
tinggal di Kebumen.