Seorang
santri harus peka dengan lingkungan sekitar. Masalah agama, sosial, politik,
ekonomi, budaya dan sebagainya merupakan bagian yang terintegrasi dalam
kehidupan sosial bermasyarakat para santri. Para santri harus pandai-pandai
menyikapinya.
Di
samping mengaji, para santri selaiknyalah mempunyai sebuah karya yang bisa diwariskan
kepada generasi selanjutnya. Keprihatinan santri bukan Cuma ahli mengaji saja
ini muncul bersamaan tentang beredarnya karangan-karangan penulis buku yang
mengatasnamakan Ahlussunnah Wal Jama’ah tetapi isinya tidak jarang
mendiskriminasikan para kyai dan santri. Ironis.
M
Abdullah Badri dalam “Sarasehan dan Maulid Akbar” yang diadakan oleh Ikatan Siswa
Abiturien (IKSAB) Madrasah NU TBS Kudus Cabang Semarang di Ma’had Ulil Albab
Perumahan BPI Blok P.13 Ngaliyan Semarang, Senin malam (10/12), mengatakan
bahwa heroisme santri kini sudah mulai pudar.
“Dulu
para kyai dan santri yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini sekarang hilang
dalam sejarah. Sekarang saatnya para santri, terutama yang lulus dari sekolah
dan pondok pesantren harus mengibarkan semangat heroisme itu melalui sebuah
karya. Apalagi sekarang banyak dari mereka yang berpendidikan tinggi dan punya kemampuan
akademik yang mumpuni,” jelas pengarang buku “Kritik Tanpa Solusi” itu.
Munculnya
buku-buku disusul ustadz-ustadz “Ahlussunnah Wal Jama’ah” juga dianggap sebagai
tantangan yang harus dihadapi secara cerdas oleh Ahmad Tajuddin Arafat, alumni
Madrasah NU TBS yang sekarang menjadi dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo
Semarang.
“Inilah
saatnya kita sebagai penerus para kiai, sesepuh, ulama dan para guru kita untuk
membendung aliran-aliran yang tidak jelas Aswaja-nya. Bisa jadi mereka yang adalah
kelompok teroris yang masuk ke kampung lalu menyebarkan bukunya atas nama
Aswaja,” ujar ujar Tajuddin dalam acara yang dihadiri oleh sekitar 50-an alumni
Madrasah TBS Kudus dari lingkungan kampus di Semarang itu.
Tajuddin
menjelaskan bahwa semangat heroik sekarang diantaranya bisa diimplementasikan
melalui penguatan Aswaja dan juga membuat karya tentang Aswaja ala Nahdliyyin.
Selain menjadi kajian, karya tersebut bisa dibuat pegangan ideologis di
kemudian hari.
Gelar
Workshop, Terbitkan Buku
Minimnya
buku yang mengulas Aswaja itulah yang membuat IKSAB Madrasah NU TBS Kudus
Cabang Semarang mencoba melakukan sebuah terobosan penting. “Rencananya, kami segenap
pengurus IKSAB akan menggelar workshop Aswaja pada liburan semesteran mendatang
sebelum menerbitkan buku. Pasca workshop, buku yang akan diterbitkan itu
nantinya akan disusun murni dari alumni Madrasah NU TBS Kudus yang berada
Semarang, berasal dari seluruh kampus se-Semarang dan sekitarnya,” papar M.
Fadhlullah, Ketua IKSAB Madrasah NU TBS Kudus Cabang Semarang.
Sarasehan
dan maulidan malam itu dihadiri oleh alumni dari pelbagai kalangan kelas dan
profesi: mahasiswa, aktivis, wartawan, penulis, asisten dosen, dosen, pengusaha
dan lainnya.
Turut
mengundang juga, para alumni TBS: KH. Ahmad Rofiq (Sekretaris MUI Jateng), KH.
Abdul Muhayya (mantan Dekan Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang), Zainul
Adzfar (Ketua Jurusan Aqidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo
Semarang) dan K. Moh. Fauzi (Ketua Pusat Studi Gender dan Anak IAIN Walisongo
Semarang) dan nama-nama lain. (Akmal)