Foto: makassar.tribunnews.com |
Belum tuntas
persoalan gelandangan, pengemis, dan anak jalanan, Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang
kembali dipusingkan dengan maraknya pengamen intelektual terdidik yang
berasal dari kalangan mahasiswa serta pelajar.
Seperti halnya yang
dipaparkan oleh Tamara, Aktivis Waria,
(06/12), bahwa keberadaan pengamen dari kalangan
mahasiswa dan pelajar ini memperburuk reputasi kota serta merupakan sebuah
tindakan bodoh yang dilakukan oleh kaum intelektual dalam rangka penggalangan dana. Diketahui, uang
tersebut digunakan untuk acara makrab
dan kegiatan kampus lainnya yang sifatnya individualis-golongan.
Coba kita renungkan
kembali eksistensi mahasiswa sebagai agent of social change,
apakah hanya sebatas itu? Tentunya tidak, masih banyak hal yang dapat kita
lakukan selain dengan cara mengamen kalau untuk menggalang dana. Mungkin salah satu caranya
adalah dengan mengajukan proposal jauh-jauh hari
ke beberapa lembaga donor yang mau membantu atau kepada
para alumni perguruan tinggi.
Sekian dari saya.
Asep
Kasiyanto, mahasiswa
Tasawuf Psikoterapi 2012,
Fakultas Ushuluddin IAIN Walisongo Semarang