Oleh Achmad Marzuki
Judul : Buku Saku Psikologi Sufi
Penulis : Syekh Abdul Khaliq al-Syabrawi
Penerbit : Zaman, Jakarta
Cetakan : I, 2012
Tebal : 192 halaman
ISBN : 978-979-024-332-3
Tentu semua orang menginginkan kebahagian,
kesenangan, keceriaan dan keindahan. Tapi apa daya jika pada kenyataannya tak
sesuai dengan apa yang diinginkan, jauh dari apa yang diharapkan. Ketika hidup sedang
dipenuhi cobaan, dijejali oleh penderitaan, diisi oleh kesepian, mesti akan
terasa hampa. Suasana akan berbalik dari bahagia menjadi melankolis, senang berubah
sedih, canda tawa beralih gelisah dan duka.
Jika sudah demikian, siapa yang patut
disalahkan? Apakah mengubur diri dalam ketidakpastian, atau menyalahkan orang
di sekeliling kita, atau bahkan berdemonstrasi pada Tuhan dengan omelan-omelan?
Kenyamanan hati terletak pada psikologi jiwa
yang tenang. Untuk menciptakan hal yang demikian, hati kita membutuhkan
suplemen: jalan menuju kebenaran. Hasilnya akan berdampak pada perilaku
seseorang sehingga menjadi pribadi yang terpuji, perilaku yang bijak.
Buku ini menjadi panduan bagi Anda yang hendak
menjadi pribadi berjiwa mulia. Secara garis besar buku ini terbagi dua.
Pertama, menerangkan urusan menjauhi pelbagai sikap jelek. Kedua, berisi
tentang bagaimana peletakan jiwa manusia berada. Tiap jiwa memiliki tempat
tersendiri. Sama halnya dengan membeli pakaian. Tersedia banyak pakaian di
toko, namun uang yang dimiliki tak mencukupi untuk dibayarkan. Dengan terpaksa
kita akan memilih baju yang sepadan dengan uang yang dimiliki. Ibaratnya
begitu.
Ada banyak sekali sifat yang patut dijauhi
seperti sikap marah yang berlebih sehingga mereka melemparkan segala sesuatu
tanpa pikir. Dengki adalah sumber kesesatan. Orang pendengki tidak akan nyaman
hidupnya Mengapa? Melihat kenikmatan tetangga saja bisa dongkol. Jika demikian ia
tak akan sempat memikirkan diri sendiri menjadi pribadi terpuji.
Dendam untuk keburukan tidak ada yang
membenarkan. Sikap yang dibenarkan ialah ghibtoh, yaitu menjadikan
tetangga (objek dendam) yang sedang mendapat nikmat sebagai pemicu diri agar
terus berusaha menjadi lebih baik.
Menjaga lidah juga menjadi hal terpenting yang
dibahas dalam buku ini, karena bahaya lidah sangatlah besar. Tidak ada yang
lebih berbahaya sebab semua kekejian timbul dari kesalahan lidah. Banyak
kejadian besar yang timbul hanya disebabkan kesalahan bicara.
Bagian kedua buku ini membahas penempatan jiwa.
Ada sekitar tujuh derajad penempatan jiwa. Penempatan yang paling mulia
terdapat pada jiwa yang sempurna (an-nafsu al-kamilah), yakni mendamba
keridloan dari Tuhan. Setiap gerakan jadi amal saleh. Setiap nafasnya, ibadah.
Dan jika orang lain melihat, akan mengingat Allah. Kepribadian yang seperti ini
tidak hanya berbaik pada diri sendiri tetapi juga menarik lingkungannya menjadi
lebih baik.
Achmad Marzuki,
alumni Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo