Semarang-WAWASANews.com
KH. Drs. Masroni dalam diskusi (Kiri) |
Beberapa mahasiswa antusias mengikuti diskusi tentang
mahasiswa dan lingkungannya setelah lulus dari kuliah. Diskusi dengan tema “Mahasiswa
Pasca Kelulusan: Peran dan Kontribusinya Bagi Masyarakat” tersebut merupakan
salah satu rangkaian Malam Keakraban (Makrab) dan Sarasehan yang diadakan oleh
Keluarga Kudus Semarang (KKS) pada Sabtu–Ahad (15–16/12), di Rumah Joglo Ageng,
Gunungpati Semarang. Sekitar 40 mahasiswa kampus se-Semarang serta beberapa
santri Pondok Pesantren Sunan Gunung Djati Ba’alawi, Gunungpati, Semarang
mengikuti acara tersebut. “Dengan sarasehan, diskusi ini menjadi lebih hidup
dan mengena dalam diri peserta,” tutur Ricky Rahman, Ketua Panitia
Dalam diskusi Sabtu malam (15/12) itu, KH. Drs.
Masroni yang menjadi pembicara menjelaskan bahwa pemuda merupakan penerus
bangsa. Di tangan merekalah tergantung kemajuan dan arah bangsa. “Apa yang
dipelajari oleh mahasiswa di kampus adalah sebatas pada teori. Sedangkan ketika
berkecimpung di dalam masyarakat, maka teori itulah nanti yang akan diterapkan,”
katanya.
Mantan pegawai negeri yang sekarang mengasuh
Pondok Pesantren Sunan Gunung Djati Ba’alawi, Gunungpati, Semarang itu menyatakan,
ketika mahasiswa kembali ke masyarakat, minimal dia menjadi pemimpin bagi
dirinya sendiri. Sikap amanah, jujur, adil, bijaksana dan mengerti kondisi
masyarakat adalah sifat yang harus dimiliki seorang sarjana. Dengan begitu,
maka dia akan menjadi panutan dan teladan bagi masyarakatnya. “Salah satu
tujuan kembali ke masyarakat adalah membimbing diri sendiri dan juga menjaga
nama baik almamater. Sedangkan tujuan umumnya adalah membimbing masyarakat,
memperhatikan kondisi dan memberikan manfaat pada masyarakat,” ujarnya.
Kuliah
Kehidupan itu Tidak Mudah
Kuliah kampus itu mudah karena tidak
bersinggungan langsung dengan kehidupan luar yang lebih ekstrim. Adapun kuliah
kehidupan merupakan kuliah yang sesungguhnya dimana para “mahasiswa” harus
pandai-pandai mengatur dirinya sehingga tidak merugi. Tentang pekerjaan
misalnya, para sarjana kampus tidak boleh serta merta menjadi pekerja tetapi
harus menciptakan lapangan pekerjaan.
“Kalau mencari kerja semua, maka apa bedanya
orang yang berpendidikan dengan yang tidak berpendidikan?,” tanya kiai alumnus
Universitas Sultang Agung (UNISSULA) itu ketika menjawab salah satu pertanyaan
peserta. Menurutnya, yang dibutuhkan masyarakat adalah bukti nyata.
“Semoga
ilmu dan pengalaman dari diskusi ini menjadikan mahasiswa asal Kudus bisa
menerapkan semboyan gusjigang (akhlake bagus, pinter ngaji lan terampil
dagang),” jelas Ketua Keluarga Kudus Semarang (KKS) Periode 2012-2013, Muhammad
Akmaluddin dalam penutupan agenda, Ahad pagi (16/12). (Ibnu Izma)