Ungaran-WAWASANews.com
Dalam transaksi jual-beli, yang
dicari pertama kali bukanlah modal, namun barang. Modal hanya piranti kesekian
setelah niat dan proses pencarian produk berlangsung dalam aktivitas
berwirausaha. Sayangnya, dalam masyarakat kita, pola kreatif seperti ini belum
banyak dipraktikkan. Orang takut berwirausaha (wira: sendiri, usaha: bekerja)
karena kendala modal.
Setidaknya, hal itulah yang
mengemuka dalam Lokakarya Kewirausahaan Pemuda yang digelar oleh Badan
Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Jawa Tengah & D.I
Yogyakarta, di Pondok Sisemut Jl. Cokroaminoto 1A, Ungaran, Kabupaten Semarang,
Senin, 24 Desember 2012 kemarin.
Dalam kesempatan lokakarya yang
diikuti oleh 70-an peserta dari Jogja dan Jateng tersebut, Udi Suhono, salah
satu pemateri menyatakan bahwa bangsa kita saat ini membutuhkan semangat
kreatif, inovatif dan solutif agar bisa mandiri. Kepada forum, Suhono sempat
bertanya kepada peserta siapa saja yang ingin kaya? “Ternyata tidak semuanya
mengacungkan jari,” katanya saat beberapa peserta ternyata ada yang tidak
menunjukkan keinginan menjadi kaya.
Wahono mengatakan, untuk menjadi
kaya, orang harus punya target pasar. Namun, tidak cukup di situ, seorang
wirausahawan haruslah pandai berjualan. Jelas, aktivitas orang ingin kaya
adalah berjualan, terutama menjual barang-barang yang dibutuhkan oleh banyak
orang.
Yang diharapkan dari wirausaha
adalah keuntungan. Caranya, ya berjualan. “Manakala kita tidak bisa menjual,
maka kita hanya bisa mencetak, mencetak dan mencetak,” tutur Suhono.
Husnul Mudzom, ketua panitia
mengatakan, tujuan lokakarya ini tidak lain agar mahasiswa yang sudah lulus
tidak lagi berasumsi kerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Data statistik
yang ada justru pengangguran dari kalangan sarjana semakin meningkat dari tahun
ke tahun, ini menjadi sebuah masalah serius jika dibiarkan,” tegas Husnul yang
juga jadi pengurus Badko HMI Jateng-DIY itu.
Melalui kegiatan ini, kata Husnul,
peserta diarahkan untuk mengaktualisasikan dirinya dalam berwirausaha, terlebih
bagi anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Mereka tidak selamanya terjun ke
dunia politik. “HMI kadernya lebih banyak terjun sebagai politisi selepas sarjana,”
tambahya. Menurut Husnul, kader HMI yang berwirausaha hanya 30 persen,
selebihnya, di politik. (Rusli)