Oleh Muhammad Ali Fuadi
Sampai
saat ini, masih banyak kasus terkait Hak Asasi Manusia (HAM) yang dialami oleh perempuan. Seperti fenomena yang
terjadi di dalam rumah tangga. Misalnya, perempuan yang menjadi kepala dalam rumah tangga.
Sebenarnya, perempuan
mempunyai peran yang sama dengan laki-laki. Akan tetapi, sebagian masyarakat
belum mengakui perempuan sebagai kepala keluarga dalam rumah tangga, dan
perempuan yang demikian juga belum mendapatkan perhatian dan perlindungan dari
pemerintah. Bahkan, di dalam undang-undang pun juga belum mengakui keberadaan
perempuan sebagai kepala keluarga.
Perempuan memiliki peran ganda dalam rumah tangga. Yang
secara fisik lemah justru dibebani dengan tugas berat. Selain sebagai ibu rumah
tangga, ia juga sebagai kepala keluarga. Apabila suami tidak dapat mencukupi
kebutuhan keluarga, otomatis si istri turut serta mencukupi kebutuhan keluarganya.
Perempuan
sangat penting dalam keluarga, yang mengatur dan membuat rumah tangga menjadi
tempat yang nyaman dan tentram untuk
anggota keluarganya. Untuk mencapai kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah
tangga, dibutuhkan seorang istri yang dapat menjaga anak-anak, serta suaminya.
Faktor
yang menyebabkan seorang perempuan menjadi kepala keluarga di dalam rumah tangga,
antara lain: karena penceraian, suami merantau, suami cacat, serta karena suami meninggal dunia.
Tidak mudah jika seorang perempuan menjadi kepala rumah tangga. Selain
mempunyai beban dan tanggungan yang berat untuk keluarganya, ia juga harus mengurusi keluarga secara total. Ia memikul beban ganda dalam rumah tangga, yakni mengurus rumah tangga sekaligus mencari
nafkah.
Undang-Undang
Perkawinan pasal 31 ayat 3 menerangkan bahwa suami sebagai kepala keluarga, sedangkan istri sebagai ibu rumah tangga. Undang-Undang tersebut juga mengatur tentang
pembagian tugas-tugas dalam keluarga. Akan tetapi, pembagian tugas tersebut
dirasa masih terkesan kaku.
Undang-Undang
yang mengatur tentang perkawinan harus dikaji ulang, agar pihak perempuan
memiliki hak-hak keadilan dan tidak
merugikan pihak perempuan. Sehingga, kaum perempuan sebagai kepala keluarga
mendapatkan pengakuan yang baik dari masyarakat dan perempuan yang jadi kepala keluarga terlindungi hak-haknya.
Muhammad Ali
Fuadi,
Peneliti di
Lembaga Studi Agama dan Nasionalisme (LeSAN),
dan Pegiat di IDEA
Studies IAIN Walisongo Semarang