Oleh Mukhlisin
Ketua KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi), Abraham Samad (AS), sudah hampir setahun menduduki jabatannya.
Ia dilantik menjadi Ketua KPK pada 02 Desember
2011. Tentu kita masih ingat dengan janji-janji
yang telah diikrarkan olehnya ketika dilantik.
Dalam janjinya,
ia mengatakan bahwa pemberantasan korupsi akan dilakukan secara total dengan
berbagai program. Secepatnya, ia akan bertindak tegas terhadap pejabat yang
korup. Ia akan memberantas korupsi mulai dari kelas kecil hingga kelas kakap.
Bahkan, mati pun AS akan ia tempuh
yang penting bisa membumihanguskan korupsi dari bangsa ini.
Yang lebih dahsyat lagi, ia juga berjanji rela
membunuh saudaranya sendiri yang bertindak korupsi. Lebih lanjut ia menegaskan,
dalam melakukan pemberantasan korupsi tanpa tebang pilih. Ia akan juga menanggung
segala konsekuensi yang akan terjadi. Mengapa? AS sudah kadung berjanji akan menuntaskan kasus korupsi dalam jangka
waktu satu tahun. Jika ia tidak berhasil, maka
dirinya siap mengundurkan diri dari jabatannya.
Janji yang diberikan Ketua KPK
begitu luar biasa dan memberikan harapan baik bagi masyarakat. Rakyat sangat
berharap Ketua KPK itu tidak hanya sekedar “omong kosong”.
Lantas, yang menjadi pertanyaan
adalah, sudahkah Ketua KPK beserta anggotanya bekerja dengan maksimal? Apakah
janji-janjinya dulu sudah terealisasikan dengan sempurna?
Selama satu tahun itu, kontribusi
apa yang telah diberikan oleh Ketua KPK terhadap rakyat? Sudahkah rakyat
merasakan kepuasan terhadap kinerja KPK?
Inkonsisten
Jika kita melihat kinerja dari
pimpinan KPK selama satu tahun ini, maka bisa dikatakan belum memberikan
perubahan yang signifikan bagi negara ini. Memang, kita tidak bisa memungkiri
bahwa KPK sudah memberantas sebagian korupsi yang ada di negara ini. Akan
tetapi, sangat ironis sekali jika dalam jangka waktu setahun KPK belum bisa
melakukan pemberantasan secara komprehensif. Atau mungkin, jangan-jangan ada
yang salah dalam kinerja KPK.
Baru-baru ini, KPK telah menetapkan
status tersangka dua direktur Bank Indonesia (BI), yaitu Budi Mulya dan Siti C
Fadjriyah. Mereka telah diusut terkait kasus bailout Bank Century. Dan lebih
mengejutkan lagi, AS menyatakan bahwa Boediono, ketika masih
menjabat sebagai Gubernur BI, ia juga berperan dalam pemberian fasilitas
pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Century tahun 2008.
Pernyataan AS itu tak akan mungkin
ditindaklanjuti ke meja hijau selama Boediono menjabat sebagai Wakil Presiden
(Wapres). Hal itu didasari dengan alasan bahwa
Presiden dan Wakil Presiden adalah warga negara istimewa, sebagaimana
ditetapkan dalam UUD 1945 pasca amanedemen.
Dengan demikian, penanganan
tindak pidana terhadap Boediono tak
bisa dilakukan lewat hukum pidana
konvensional, melainkan harus melalui jalur
politik di DPR, MK, dan kemudian MPR yang bertugas untuk melakukan impeachment
(pemakzulan).
Meskipun yang berhak menindaklanjuti
Boediono selaku Wapres adalah DPR, MK, dan MPR, namun bukan berarti KPK “lepas
tangan” begitu saja. Sebab, lembaga yang mempunyai hak pertama kali untuk
memberantas korupsi adalah KPK. Jadi, KPK juga harus berani dan bertindak tegas. Siapa pun itu.
Ketua KPK harus ingat bahwa ia akan
memberantas siapa pun pejabat
yang korup. Ia juga mengatakan bahwa dalam melakukan pemberantasan korupsi tidak
akan pandang bulu. KPK memiliki
hutang yang besar terhadap rakyat. Wallahu a’lam bi
al-shawab.
Muhklisin, peraih
Beasiswa Unggulan dan Peserta Program Pendidikan Karakter Kepemimpinan di
Monash Institute